Menilik Asa Giat Didik Pedalaman (Bagian Dua)

Bunyi Laku Mimpi Untuk Generasi

LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT — “Lanjutkan itu! Kalau memang niatnya sebagai motivasi dan membangun generasi anak-anak disini. Itulah yang dikatakan oleh Kepala Dusun dan tokoh-tokoh masyarakat kepada saya saat rembuk dengan mereka semua,” seru Ustaz Jayadi berkisah sejarah awal berdirinya SDIT Fatihul Hadi Botik kala 10 tahun silam.

Lokasi sekolah lain yang terdekat, jaraknya sekitar 15 kilometer. Salah satu kekhawatiran masyarakat adalah jika anak-anaknya bersekolah jauh dan melewati jalan raya dengan lalu-lalang laju kendaraan. Tapi fakta lainnya, beberapa masyarakat pun kurang yakin akan kondisi SDIT Fatihul Hodi Batik. Bab inipun menjadi cobaan yang luar biasa bagi Ust. Jayadi, pun para guru disana.

Mimpinya itu, kata Ust. Jayadi, juga terwujud berkat banyak dukungan dari masyarakat setempat, bahkan Kepala Desa. Ia sampaikan niat mulianya pada khalayak bahwa ia ingin membuat suatu lembaga pendidikan, yaitu sebuah sekolah / madrasah di Dusun Orog Gendang. Kemudian mereka mendukung untuk gotong royong mendirikan bersama.

“Karena tetap yang utama adalah anak-anak kita bisa belajar, mampu baca tulis serta mendapat bimbingan agama. Memang sangat sulit kondisinya, tapi kami yakin ada celah, ada jalan yang ringan untuk memudahkan kemuliaan. Kami hanya bisa menghimbau pada orang tua murid untuk sabar. Kami ikhlas, yakin jika ikhlas ada jalan,” ungkapnya.

Seperti mayoritas warga di Dusun Orog Gendang, Ust. Jayadi dan guru-guru madrasah SDIT Fatihul Hadi Botik merupakan petani dan penggembala ternak. Selepas mengajar, barulah mereka melanjutkan bertani lagi di siang harinya. Dengan keadaan itu, para guru berupaya membuat nyaman diri juga kepada siswanya. Ya, meskipun mereka tidak mendapat upah hasil mengajar di SDIT Fatihul Hadi Botik.

Seiring dengan mimpi Ust. Jayadi, Ibu Guru Rismi Hendani (33), salah satu Guru SDIT Fatihul Hadi Botik yang juga tergabung dalam SGI (Sekolah Guru Indonesia) Dompet Dhuafa Pendidikan, tergerak dalam perjuangan yang sama.

“Saya sampai jualan terasi, sambil hamil tiga bulan. Ketika laku, saya langsung ke toko bangunan untuk mencicil membeli material bangunan sekolah. Kadang sering ditanya juga sama keluarga, ngapain jadi guru? Anak bayi juga dibawa-bawa, gajinya cuma segitu,” sambung Rismi (Kamis, 12/11/2020).

Ia bersyukur, sang suami yang juga memiliki latar belakang bidang pendidikan, tetap mendukung perjuangannya terlebih kegiatan itu positif untuk generasi pendidikan.

Baca Juga: http://dompetdhuafa.org/id/berita/detail/Menilik-Asa-Giat-Didik-Pedalaman–Bagian-Satu

“Kami ingin generasi ini tidak terlantar, bisa bersekolah. Mudah-mudahan dengan segala dukungan menjadi motivasi giat kami untuk membina anak-anak murid disini. Kedepannya, kami juga ingin sekali membangun TK dan SMPI di Dusun Orog Gendang,” tambah Ust. Jayadi menutup silaturahmi hari itu.

Hari semakin sore. Kami pun saling berpamitan dan berencana datang kembali di keesokan pagi. Saling melambaikan tangan, di antara papan nama sekolah itu. Kibaran sangsaka merah-putih menunjukkan kegagahannya dalam balutan angin yang juga meniup bunyi dedaunan pohon kelapa disana. Sungguh, kami menanti akan seperti apa bias mentari menyapa giat anak-anak belajar di keesokan hari. (Dompet Dhuafa / Dhika Prabowo)