Ada Sekolah di Pedalaman Pandeglang: Atas Bocor Air, Kiri Bocor Angin, Kanan Bocor Suara (Bagian Satu)

 

PANDEGLANG, BANTEN — Berlokasi di kawasan terpencil dengan keterbatasan akses dan komunikasi, tidak membuat warga Kampung Kamancing, Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang berkecil hati. Masyarakat di kampung ini sangat peduli akan pentingnya pendidikan bagi generasi-generasi penerus mereka. Anak-anak pun begitu semangat belajar meski bersekolah dengan fasilitas seadanya.

Maksud kata “seadanya” benar-benar memang SEADANYA. Bangunan sekolahnya terbangun hanya dari bongkahan dan potongan kayu yang dipahat dan disusun. Pintu yang asli sebenarnya hanya 3 (tiga), namun siswa-siswi bisa memasukinya dari segala sisi. Sebab bangunan ini banyak memiliki bagian terbuka yang rusak. Meja dan kursinya pun tidak banyak, genap sepuluh pun tidak, membuat para siswa belajar dengan duduk bisa di mana saja. Papan tulis yang sudah tua dan banyak mengelupas karena basah akibat bocoran air hujan, tak begitu jelas jika ada tulisan-tulisan materi pelajaran. Sehingga para siswa kerap kali mengangkat tangan untuk melontarkan banyak pertanyaan. Guru tidak boleh terlalu mengeraskan suara saat melakukan pengajaran. Jika iya, maka siswa dari kelas lain sudah pasti akan terganggu, sebab bilik hanya disekat dengan asbes tipis dengan banyak jenis lubang di banyak bagian.

Sudah 11 (sebelas) tahun sejak Madrasah Ibtidaiyah Swasta Bina Ihsani Kamancing ini didirikan pada 2010, anak-anak Kampung Kamancing mengenyam pendidikan dengan kondisi seperti ini. Menurut Kepala Sekolah, Bapak Saripuddin, bangunan ini ada karena animo masyarakat yang tinggi untuk memiliki sekolah di tengah-tengah kampungnya. Meski dengan bahan bangunan yang belum begitu layak, namun setidaknya masyarakat telah memiliki sebuah bangunan sebagai simbol bahwa masyarakat Kampung Kamancing memiliki sebuah tempat sebagai pusat menimba ilmu.

Bangunan sekolah ini tidak memiliki ruang guru apalagi perpustakaan. Rak buku saja tidak ada. Maka semua buku dan alat penunjang menjadi tanggung jawab bagi setiap guru. Untuk mengadakan sebuah rapat ataupun pertemuan dengan orangtua siswa, guru-guru memilih untuk melakukannya di rumah-rumah warga.

Pada Jumat (14/1/2022), tim Dompet Dhuafa bersama para donatur menengok lokasi yang sulit diakses ini. Dari pusat Kota Serang, sekitar 4 (empat) jam perjalanan menggunakan mobil. Selanjutnya, tim harus melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki selama 30 menit untuk sampai di bangunan sekolah di Kampung Kamancing. Saat tiba, didapati 53 siswa dan 6 guru sangat bersemangat melakukan KBM. Hingga keinginan untuk membantu menjadi begitu sangta kuat.

Bertemu dengan para guru dan menyapa para orangtua siswa di sana, Dompet Dhuafa mengajak masyarakat Kampung Kamancing untuk bersama-sama bertekad membangun kembali Gedung Madrasah Ibtidaiyah Swasta Bina Ihsani Kamancing. Pak Barnas sebagai penyambung antara Dompet Dhuafa dan warga Kamancing mengatakan bahwa masyarakat sangat semangat untuk berkembang. Semangat gotong-royong warga sebenarnya sudah tidak diragukan lagi. Ia juga berpesan kepada warga bahwa semangat gotong-royong warga Kamancing adalah kunci untuk berkembang dan majunya Kampung Kamancing.

“Masyarakat di sini semangat gotong royong luar biasa. Ini adalah salah satu sumber kekuatan kita untuk mewujudkan harapan. Kita berjuang sesuaikan saja dengan apa yang kita miliki. Kalau punya jabatan maka kita gunakan jabatannya. Kalau yang kita punya harta, kita gunakan hartanya. Nah masyarakat punya tenaga, maka kita gunakan tenaga untuk mewujudkan memiliki tempat pendidikan yang layak. Maka tenaga dan semangat gotong-masyarakat Kamancing adalah kunci utamanya,” tutur pak Barnas. (Dompet Dhuafa / Muthohar)