PALANGKARAYA — Gelombang panas El Nino yang terjadi saat ini telah diprediksi oleh Badan Meterorologi, Kilmatologi, dan Geofisika sebelumnya. Badan tersebut memprediksikan bahwa musim hujan pada tahun ini mundur karena El Nino diperkirakan akan terjadi dari Juni hingga November. Tentu hal tersebut berdampak pada kekeringan berkepanjangan. Daerah yang paling terkena dampak adalah yang berada di selatan garis khatulistiwa. Hujan yang turun pun diperkirakan di bawah 100 mm.
Dampak El Nino dimulai dengan keringnya beberapa daerah di Indonesia seperti di Serang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara, Sumatera dan Kalimantan. Tidak hanya kekeringan, El Nino pun turut memperparah terjadinya kebakaran lahan yang diakibatkan ketamakan manusia. Seperti yang terjadi pada tiga bulan terakhir ini. Ratusan titik api muncul di berbagai provinsi di Sumatera dan Kalimantan karena kebakaran hutan dan lahan dari ulah manusia. Puluhan hektar lahan terbakar. Hasilnya, kabut asap pun mengepung di hampir seluruh daerah di Sumatera dan Kalimantan.
Angin yang mengarah ke timur mengakibatkan kabut asap juga berdampak di Kalimantan. Menurut hasil pantauan di lapangan dan citra satelit, asap masih bertahan di lokasi gambut dan korporasi. Koordinator Aliansi Gerakan Anti Asap, Aryo Nugroho Waluyo, mengatakan bahwa pertama kali lahan gambut terbakar pada 1997. Di mana saat itu pemerintah mengupayakan Kalimantan menjadi daerah lumbung padi dengan pembuatan skema kanalisasi untuk menghilangkan zat asam di gambut. Namun, ternyata kanalisasi inilah yang menjadi pemicu kebakaran.
“Rona lingkungan yang ada di gambut sudah tidak sesuai lagi dengan fungsinya, sehingga kebarakan tetap terjadi setiap tahun,” tambah Aryo melalui telepon beberapa waktu lalu.
Pemerintah pun telah mengupayakan berbagai hal untuk memadamkan api, seperti menggunakan water bom, helikopter, dan lain sebagainya. Lewat badan penanggulangan bencana daerah, melakukan patroli (jalur darat). Pemadaman ini dibantu oleh TNI, serta sejumlah relawan dari Dompet Dhuafa dan dari daerah setempat. Kalimantan Tengah sendiri merupakan daerah yang paling pekat diselimuti kabut asap. Pemerintah pun mulai membuka diri menerima bantuan dari luar negeri.
Dompet Dhuafa sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk masyarakat setempat seperti pembuatan safe house, penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), pemahaman tentang bahaya asap, dan mengajak anak untuk mencintai alam melalui dongeng ceria. (Dompet Dhuafa/Erni)