Asah Keterampilan, Rakit Masa Depan Pengungsi Rohingnya

ACEH- Ratusan masyarakat etnis Rohingnya dan Bangladesh masih terdampar di Aceh, mereka terbagi ke dalam beberapa wilayah pengungsian. Salah satunya adalah posko pengungsian di Pelabuhan Kuala Langsa, Aceh. Para imigran ini pergi dari negara asalnya karena konflik agama dan berusaha mencari suaka ke negara lain yang mau mengakui kewarganegaraan mereka dan dapat memenuhi hak-hak hidup mereka.

Dompet Dhuafa sebagai lembaga kemanusiaan yang bergerak di bidang zakat, infaq, sedekah, dan wakaf, turut andil untuk menangani masalah yang sedang dihadapi para pencari suaka ini. Setelah berminggu-minggu di pengungsian, Dompet Dhuafa memberikan pembelajaran bahasa kepada imigran tersebut.

“Relawan mengajarkan tiga bahasa, yaitu bahasa Indonesia, Inggris, dan Rohingnya untuk memudahkan komunikasi antara pengungsi dan relawan,” jelas Iskandar, Tim Respon Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa, beberapa waktu lalu.

Pembelajaran bahasa dilakukan sebagai langkah awal jika mereka ingin hidup di Indonesia. Lebih lanjut, menurut Iskandar, akan ada pelatihan keterampilan untuk para pencari suaka ini. “Selama mereka belum punya kewarganegaraan, mereka belum punya hak bekerja di sini,”ungkap Iskandar.

Pelatihan keterampilan tersebut nantinya akan dibantu oleh Institut Kemandirian, salah satu program milik Dompet Dhuafa. Sementara waktu, para pengungsi dilatih untuk bisa memproduksi kebutuhan dasar, seperti memasak.

Pekan lalu, menurut Iskandar, di dapur umum yang Dompet Dhuafa buat terlihat ibu-ibu penduduk sekitar pengungsian sumringah untuk melatih pengungsi memasak. “Jika nantinya mereka ingin membuka usaha rumah makan, mereka bisa berlatih memasak masakan khas Indonesia yang kaya rempah-rempah ,” imbuh Iskandar.

Menurut Iskandar, dalam forum internasional Dompet Dhuafa mencoba mendorong agar ada negara yang mengakui kewarganegaraan mereka. “Perlu ada negara yang mau mengakui kewarganegaraan mereka,” paparnya. 

Sebelum mendapat kepastian mengenai kewarganegaraan mereka, pengungsi tersebut akan berada di Indonesia selama satu tahun. “Melalui Institut Kemandirian mereka akan dilatih untuk memperbaiki handphone dan memperbaiki sepeda motor,” pungkas Iskandar. (Gita)

 

Editor: Uyang