SUMATRA SELATAN — Siapa sangka, di balik cita rasa gurih dan aroma khas ikan asap, tersimpan kisah inspiratif seorang ibu tunggal bernama Azizah Samsuddin. Dari keterpurukan saat pandemi hingga bangkit dengan usaha sale ikan, Azizah membuktikan bahwa semangat pantang menyerah bisa mengubah hidup.
Sebelum pandemi, Azizah menjalankan usaha kantin di dekat kampus. Namun, pandemi Covid-19 dan kepergian sang suami menjadi pukulan berat baginya. Di tengah kesulitan ekonomi, Azizah mencoba berbagai cara untuk menghidupi anak-anaknya. Mulai dari berjualan mie tumis secara online hingga akhirnya menemukan potensi besar pada makanan khas dari daerahnya, yaitu sale ikan. Sale ikan adalah ikan yang diawetkan dengan cara diasap.
Dengan modal keberanian dan pengetahuan yang dimiliki sejak kecil, Azizah memulai usaha ikan asap “Sale Aziz”. Meski awalnya menghadapi tantangan seperti harga jual yang lebih tinggi dan persaingan yang ketat, Azizah tidak menyerah. Ia terus berinovasi dan mempromosikan produknya melalui berbagai cara, mulai dari penjualan langsung ke teman-teman hingga mengikuti bazar.
Baca juga: Dompet Dhuafa Dorong Keswadayaan Lokal dan Kewirausahaan dengan Pendekatan Budaya
Dihadapkan pada berbagai kesulitan, Azizah tidak pernah putus asa. Ia terus mencari solusi dan peluang untuk meningkatkan penghasilannya. Takdir mempertemukannya dengan Dompet Dhuafa. Sebagai lembaga filantropi, Dompet Dhuafa memberikan bantuan usaha dari program pemberdayaan kepada ibu tunggal dengan 5 anak yang masih sekolah itu.
Di tahun 2017, Azizah mencoba untuk membuka kantin di dekat kampus. Ini dilatarbelakangi karena jumlah anaknya sudah banyak, sehingga keluarga kecilnya membutuhkan biaya lebih banyak. Ia mengakui tak bisa hanya mengandalkan nafkah dari sang suami.
“Jadi 2017 saya coba jualan di kantin di dekat kampus. Nah, setelah tiga tahun berjalan, ya alhamdulillah ya berjalannya itu normal gitu. Kan tiba-tiba kita kena musibah bersama, Covid-19 tahun 2020. Lockdown jadinya. Pas lockdown itu kantin ditutup kan. Otomatis kita nggak ada kegiatan lagi. Saya ingat hari pertama lockdown hari sabtu. Seninnya otomatis sudah tidak jualan. Terus, Allah kasih cobaan lagi setelah warungnya tutup hari Sabtu, di hari minggunya ayah meninggal. Jadi hari kedua lockdown itu meninggalnya,” kata Azizah kepada tim Dompet Dhuafa saat berkunjung ke kediamannya di Palembang, Jumat (13/09/2024).
Azizah kemudian kembali berpikir bagaimana anak-anaknya masih bisa makan di situasi yang begitu sulit itu. Ada satu menu makanan yang ada di warungnya yang menurutnya sangat laku, yaitu mie tumis. Ia mencoba menjualnya secara online dari rumah. Menurutnya, menu inilah yang menjadi favorit bagi para mahasiswa. Namun, nyatanya berjualan di online justru bagi Azizah memiliki tantangan yang lebih besar. Selain dia belum begitu mengenal cara kerja dunia maya, ia juga mendapati pesaing yang begitu banyak.
“Tapi berjalannya waktu, namanya kita baru ya di online, ternyata saingan online itu berat juga ya. Kadang ada pesanan kadang enggak,” lanjutnya bercerita.
Tidak bisa mengandalkan lewat online, ia kemudian menjualnya hanya jika ada pesanan melalui whatsapp atau dari mulut ke mulut. Di samping itu, ia juga Ingin meningkatkan penghasilan. Maka terbesit dalam benaknya pada makanan yang ia sukai saat masa kecil, yaitu sale ikan.
Baca juga: Biayai Anak Kuliah dari Hasil Usaha Stik Rengat
Usut punya usut, sale ikan ternyata adalah makanan khas dari daerah asli Azizah, yaitu di Kabupaten Pali. Azizah mengaku, sejak kecil dirinya tinggal di sekitar sungai. Setiap hari menu makannya adalah ikan dan sayur.
“Kami di Pali itu sudah sangat biasa dengan sale ikan. Makanan sale ikan ini yang saya tahu dari sejak kecil dan sudah paham gimana buatnya, mengolahnya. Akhirnya, saya coba ini dikembangkan di sini. Nggak bosen-bosen kita tuh makan sale walaupun setiap hari,” lanjutnya sambil mengenang masa kecil.
Azizah kemudian mencoba untuk menawarkan masakan sale ikan itu kepada teman-temannya. Ternyata mereka pun suka. Di situ kemudian ia memutuskan untuk lebih fokus menjajakan sale ikan. Namun sayang, harganya lumayan cukup tinggi menjadi kendala bagi wanita perantau itu.
“Kalau langsung di online kan pasti orang bingung ini apa ya. Jadi saya memperkenalkan dulu ke teman-teman. Orang tahunya ya ikan asap. Tapi sekarang sudah biasa gitu,” katanya.
Untuk menjaga kualitas, Azizah membeli ikan yang paling segar di pasar. Bahkan mungkin yang masih hidup. Kemudian setelah selesai dibersihkan, ikan diberi bumbu, selanjutnya langsung diasap di tungku besar yang ada di rumahnya. Hal yang paling penting adalah api untuk pengasapan tidak boleh besar. Namun durasi pengasapannya yang dipanjangkan, yaitu dalam waktu minimal 10 jam.
Baca juga: Menjadi Yatim Piatu Hingga Ijazah Tertahan, Tekad Adel Hidupi Ketiga Adiknya
Dari segi pesaing, Azizah justru sangat percaya diri bahwa tidak ada pesaing yang menyamainya. Mungkin yang paling mendekati adalah ikan asap biasa yang itu tidak diberi bumbu.
Hanya saja ada hal yang masih menjadi tantangan baginya hingga saat ini adalah ia harus memperkenalkan masakan sale ikan ini ke orang-orang. Karena ini memang belum populer. Memperkenalkannya dari mulut ke mulut ke saudara dan tetangga-tetangga menjadi jurus efektif baginya dalam menarik pelanggan.
Di samping itu, ia memiliki strategi lain, yaitu dengan ikut pada acara-acara bazar UMKM yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat. Sedangkan untuk meningkatkan eskalasi usaha ini, ia pernah ikut pelatihan dari dinas pemerintahan setempat. Namun hanya sebatas seminar atau materi secara Umum. Tidak ada pembinaan secara khusus dengan rutin diadakan pertemuan.
Takdir kemudian mempertemukannya dengan Dompet Dhuafa pada program UMKM Naik Kelas Satu pada akhir 2023. UMKM naik kelas satu ini berupa pelatihan bagi para pelaku UMKM agar mereka punya wawasan lebih mengenai kelas bisnisnya.
“Banyak ya yang dirasakan perubahannya. Saya lebih termotivasi untuk belajar lagi, bisa tampil dengan produk yang lebih baik. Relasi bertambah. Kalau dari segi yang kelihatan mata ya kemasannya jadi lebih menarik,” ucap Azizah.
“Saya mendapat pelatihan tentang keuangan dan marketing usaha. Dari segi keuangannya jadi semakin rapi, pembukanya semakin baik, dan tidak asal-asalan lagi,” lanjutnya lagi.
Setelah dirinya mengikuti pelatihan dan semakin aktif dalam melakukan promosi dan penjualan di online, menjadikan dagangannya semakin dikenal. Sehingga ia kemudian dapat lanjut mengikuti program selanjutnya, yaitu UMKM Naik Kelas Dua pada Agustus 2024.
“Mereka mendapatkan coaching. jadi mereka mendapatkan pengetahuan lebih mendetail gitu ya terkait branding-nya, packaging dan lain sebagainya,” ucap Penta Agustina, Tim Dompet Dhuafa Sumsel.
Program ini hingga kini masih berlangsung. Saat ini sudah dilakukan ada sebanyak satu kali pertemuan secara offline dan 2 kali pertemuan online oleh seorang mentor bisnis dari Sidoarjo. Seterusnya, akan ada pertemuan secara online setiap dua pekan. Selain pendampingan, pada program UMKM Naik Kelas Dua ini, Azizah dan beberapa penerima manfaat lainnya juga mendapatkan tunjangan berupa perlengkapan alat produksi usaha.
Baca juga: Berniaga Di Online Shop, Begini Cara Menghitung Zakatnya
Menurut Azizah, si mentor itu mengatakan bahwa produk “Sale Aziz” udah cukup bagus. Namun mungkin harus ada beberapa pembenahan, salah satunya yaitu nama mereknya perlu diganti. Atas arahan mentor, Azizah sepakat menggantinya menjadi “Ikan Asap Le Aziz” agar terdengar lebih familiar. Secara filosofis, Aziz diambil dari nama anak bungsunya, yaitu Muhammad Aziz (6). Sedang Le diambil dari kata Sale. Atau juga bisa Le Aziz merujuk pada kata laziz yang dalam bahasa arab berarti enak.
“Kemudian juga pada kemasan, sebaiknya diisi dua ekor ikan setiap kotaknya. Dan juga perlu untuk mengubah warna kemasan. Dikasih tugas juga untuk bikin sambal. Karena kan selama ini kan ibu jualnya cuman ikan aja,” ucap Azizah.
“Alhamdulillah ada sedikit peningkatan penghasilan, pemasukannya juga meningkat,” lanjutnya.
Ke depannya, Azizah ingin kelak target pasar ikan asap ini adalah untuk oleh-oleh. Produk “Sale Aziz” pun sudah mendapatkan sertifikasi halal. Mungkin selanjutnya produk makanan kemasan ini akan didorong untuk mendapatkan P-IRT dan BPOM agar lebih luas pasarnya. Maka itu, ia berencana akan membuat rumah produksi di kampungnya di Pali. (Dompet Dhuafa)
Teks dan foto: Riza Muthohar
Penyunting: Dhika Prabowo