Balita ini Kekurangan Gizi Karena Keterbatasan Ekonomi

Datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sehat Terpadu (RST) Dompet Dhuafa pada Ahad (22/02) lalu dengan kondisi tubuh demam tinggi, disertai batuk, Rayhan (4) kini mendapatkan penanganan intensif dokter spesialis anak dan dokter spesialis gizi klinik atas penyakit yang dideritanya. Rayhan didiagnosa oleh dokter spesialis anak menderita malnutrisi (kekurangan gizi) berat.

Kini hanya tinggal kulit yang membalut tulang, serta rusuk, dan urat yang tampak menonjol pada tubuh Rayhan. Aji (37), ayahanda Rayhan pun dengan setia duduk mendampingi anak keduanya yang terbaring lemah di ruang rawat inap anak.

“Saat ini kondisi pasien belum stabil, kadang badannya dingin mencapai 36 derajat celcius, namun kadang juga demam sampai 37 derajat celcius. Selain itu batuk dan kejangnya juga kerap kali muncul,” ucap perawat ruangan.

Menderita malnutrisi berat, bobot tubuh Rayhan pun hanya mencapai 7.26 kilogram saat awal masuk ke RST. Dua tahun silam saat berusia dua tahun, Rayhan pernah mengalami koma selama dua bulan dan mendapatkan penanganan intensif di ruang High Care Intensive Unit (HCU) RST Dompet Dhuafa atas penyakit Meningitis TB (infeksi di selaput otak karena penyakit tuberkulosis) yang diderita. Pasca tiga bulan mendapatkan penanganan medis, kondisinya pun berangsur-angsur membaik sampai akhirnya diperbolehkan untuk rawat jalan.

Ade Yanti, Ahli Gizi RST Dompet Dhuafa yang juga ikut menangani perawatan Rayhan memaparkan bahwa sejak diperbolehkan untuk rawat jalan Rayhan rajin untuk kontrol ke dokter spesialis anak, ahli gizi, dan fisioterapi RST.

“Dua bulan selama mendapatkan penanganan di HCU, Rayhan juga didiagnosa kekurangan gizi sehingga sampai rawat jalan pun terus kami pantau nutrisinya. Awal-awal rajin kontrol, tapi makin ke sini jarang untuk kontrol,” ucapnya.

Menurut Aji, jarak yang lumayan jauh dan ketiadaan biaya transportasi menjadi kendala untuk membawa Rayhan kontrol kembali ke RST.

“Melihat kondisi seperti itu akhirnya kami pun mencoba bekerja sama dengan puskesmas setempat agar dapat memantau kondisi kesehatan Rayhan,” ucap Ade.

Berada di bawah pengawasan puskesmas, namun hal itu pun tidak berjalan lama. “Kami rajin kontrol, susu dan sebagainya pun didapatkan, tapi itu hanya berlangsung dua bulan saja,” ucap Aji.

Ia pun mengaku setelah dua bulan itu tidak pernah lagi membawa Rayhan untuk kontrol ke puskesmas. Bobot tubuh Rayhan yang pernah menginjak 9.2 kilogram saat terakhir kontrol ke RST pun menyusut hingga 7.26 kilogram.

Kini pasca satu pekan mendapatkan penanganan di RST Dompet Dhuafa, berat badan Rayhan kembali naik menjadi 8.1 kilogram.

“Saat ini pasien mendapatkan antibiotik, obat alergi, batuk, kejang dan vitamin untuk otaknya. Untuk perbaikan gizinya sendiri masih diberikan diet susu F-100 (susu khusus penderita malnutrisi), namun kami kurangi takarannya karena berat badan sudah bertambah ,” ucap perawat ruangan.

Berat badan Rayhan yang jauh dari ideal anak seusianya yaitu sekitar 12 – 14 kilogram membuat penanganan terhadap dirinya diperkirakan cukup lama.

“ Malnutrisi ini membuat terhambatnya mobilitas serta tumbuh kembang Rayhan. Perawatan yang diberikan pun harus bertahap, dan saat ini fokus untuk optimalisasi nutrisi dan kenaikan bobot tubuhnya,”ungkap perawat.

Aji yang ditemui pun mengaku pasrah dengan keadaan Rayhan sekarang. Ketiadaan biaya transportasi serta kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi alasan ia urung membawa Rayhan mendapatkan perawatan kembali.

“Awalnya saya berpikir untuk dirawat di rumah saja, karena saya sudah pasrah dan lelah, namun akhirnya berkat bujukan tetangga saya pun memutuskan untuk membawa Rayhan kesini lagi (RST Dompet Dhuafa),” tutup Aji. (tie/gie)