Berdaya dari Desa

Program Pemberdayaan Ekonomi Desa Tani

JAKARTA — “Masa depan Indonesia ada di desa.” Hal ini sering disampaikan Parni Hadi dalam berbagai kesempatan. Sebagai Inisiator, Pendiri, dan Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa, Pak Parni selalu mengingatkan Dompet Dhuafa akan pentingnya pengguliran program pemberdayaan dari desa. Pembangunan desa menjadi penopang utama agar urbanisasi dapat dikendalikan.

Tak dapat dipungkiri, banyak permasalahan dalam pembangunan desa yang belum bisa tertangani dengan baik. Mulai dari isu lingkungan desa, seperti penyediaan air bersih, kesehatan masyarakat dan lingkungan, serta belum tersedianya penerangan yang memadai; isu pendidikan, seperti anak putus sekolah; dan isu pengembangan potensi ekonomi desa.

Sebagai organisasi pemberdaya, Dompet Dhuafa tentu harus mampu memberikan peran positif dalam pembangunan desa. Mirisnya, salah satu potensi pembangunan desa yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dan minim akan dukungan adalah keberadaan dari aktor pemberdaya desa.

Baca juga: Membangun Peradaban, Bambang Widjojanto Sapa Penerima Manfaat Desa Tani Dompet Dhuafa

Ade Rukmana atau Mang Ade (pegang mic) saat memaparkan pengalamannya dalam forum Zakat Expo 2022.

Mungkin pembaca sudah tidak asing dengan kisah Ade Rukmana. Kisahnya sudah sering diangkat oleh Dompet Dhuafa dan juga berbagai media. Pria yang biasa disapa Mang Ade ini mengkoordinir pemuda-pemuda mantan pecandu narkoba untuk menjadi petani di Desa Cibodas, Lembang, Bandung Barat.

Melalui Program Desa Tani yang digagas Dompet Dhuafa Jawa Barat, lahan yang semula hanya 2,5 hektar, kini dikelola Mang Ade dan 54 keluarga penerima manfaat program menjadi hampir 13 hektar kawasan pertanian, peternakan, dan kawasan edu-agrowisata. Atas keberhasilan Mang Ade, Program Desa Tani Berdaya di Tanah Sendiri berhasil mendapatkan penghargaan Zakat Award pada tahun 2022.

Eko Aris Setyawan selaku Peternak Mitra THK Dompet Dhuafa membeberkan bagaimana pola berkurban di daerah-daerah pelosok.

Ada lagi kisah pemuda bernama Eko Aris Setyawan yang sejak lebih dari 10 tahun lalu, sejak ia masih mahasiswa, mengkoordinir peternak-peternak gurem di Desa Jatisari, Beber, Madiun, untuk menjadi pemasok domba kambing program Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa. Ia kemudian sempat mendapat amanah untuk mengelola DD Farm Jawa Timur yang juga berlokasi di desanya. Masyarakat melihat kegigihannya, bukan hanya dalam mendampingi peternak dan mengelola DD Farm, tapi juga mengkoordinasi pendistribusian daging kurban yang disembelih untuk masyarakat tidak mampu di wilayah kecamatan Beber dan sekitarnya. Kini, Eko berhenti mengelola DD Farm Jawa Timur karena didaulat oleh masyarakat Jatisari untuk menjadi Kepala Desa.

Baca juga: Pemberdayaan Zakat Mengubah Hidup Mereka

Di Gunung Kidul, Yogyakarta, ada Alan Effendi. Saat merantau ke Jakarta pada tahun 2014, ia memutuskan untuk kembali untuk memajukan tanah kelahirannya, yakni Desa Katongan, Nglipar. Memulai dengan bibit aloe vera yang ditanamnya di halaman depan rumahnya, ia menghabiskan jatah gagalnya hingga menemukan formula agar aloe vera bisa tumbuh maksimal di Gunung Kidul. Bertani menggunakan pot dan polybag menjadi solusi yang akhirnya diikuti oleh banyak tetangganya hingga meningkatkan kesejahteraan warga sekitar tempat ia tinggal. Alan tidak hanya menanam aloe vera, dengan bantuan dari donatur Dompet Dhuafa Yogyakarta, ia juga mengolahnya menjadi minuman segar dalam kemasan yang sudah dipasarkan ke luar desa hingga Jakarta.

alan-effendi
Alan Effendi, petani aloe vera di Gunung Kidul, Yogyakarta.

Mang Ade, Eko, dan Alan, adalah aktor pemberdaya desa. Bagaimanapun keberhasilan mereka bisa terjadi karena adanya perhatian dan dukungan beberapa hal penting. Pertama, adanya inisiasi yang berhasil tumbuh dari mereka, para pemberdaya di desa. Selain menjadi agen perubahan, Mang Ade, Eko, dan Alan, menjadi agen pembangunan lewat inisiatif yang mereka lahirkan. Inisiatif dimaknai sebagai kemampuan atau kecenderungan untuk mengambil tindakan proaktif dan mandiri, dalam mencari solusi untuk masalah atau menciptakan peluang baru. Bagi para pemberdaya desa inisiatif sangat diperlukan karena akan memacu motivasi diri, berpikir kreatif dan mempertahankan fokus dalam mencapai tujuan.

Kedua, inisiasi dari para pemberdaya desa ini mendapatkan dukungan dari banyak pihak. Dompet Dhuafa bukanlah satu-satunya pihak yang memberikan dukungan atas inisiatif pemberdaya desa. Ada peran dari donatur yang memberikan dukungan pendanaan, pemerintah desa setempat yang memungkinkan koordinasi dan kolaborasi program, serta mitra dan penerima manfaat program yang sangat besar memberikan andil dalam keberlangsungan dan keberhasilan program. Inisiatif yang mendapatkan dukungan sudah tentu meningkatkan produktivitas dan kepercayaan diri Mang Ade dan kawan-kawan.

Ketiga, orkestrasi dari inisiasi dan dukungan menghasilkan produk hasil pemberdayaan masyarakat yang beraneka ragam. Mang Ade dan penerima manfaat Desa Tani di Cibodas memproduksi sayuran sehat, Eko dan peternak Jatisari memproduksi aneka bakalan domba dan kambing, sementara Alan dan masyarakat Katongan memproduksi ribuan botol produk minuman dan turunan aloe vera. Produk ini perlu didorong sampai ke tangan konsumen. Sistem logistik yang baik menentukan keberlangsungan program pemberdayaan. Tak bisa dipungkiri, di sinilah peran mitra program sangat dominan.

Baca juga: Dompet Dhuafa Jabar Gerakkan Ekonomi Masyarakat Cirebon Lewat 2 Program Pemberdayaan

Sebagai lembaga pemberdayaan, Dompet Dhuafa harus terus aktif mencari, membuka ruang dan menumbuhkan inisiatif para pemberdaya desa. Dalam menentukan lokasi kawasan pemberdayaan salah satunya musti mensyaratkan adanya potensi pemberdaya desa. Pemberdaya desa inilah yang nantinya akan menjadi motor dari implementasi program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan oleh Dompet Dhuafa.

Hal lain yang bisa dilakukan oleh Dompet Dhuafa dalam memberikan bentuk perhatian dan dukungan adalah mendampingi pemberdaya desa agar mereka bisa tajam memberikan inisiatif solusi atas permasalahan desa. Mengembangkan kapasitas pemberdaya desa lewat pelatihan dan bimbingan teknis diharapkan dapat mentransformasi pemberdaya desa menjadi local hero.

Tak lupa Dompet Dhuafa juga harus menciptakan mekanisme hilirisasi produk-produk pemberdayaan desa yang dilakukan oleh aktor pemberdaya desa bersama masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Menciptakan pasar untuk produk sayuran sehat bisa dilakukan bersama platform digital marketplace yang telah ada. Terus mengembangkan ketersediaan pasokan hewan kurban lewat pemberdayaan peternak dan program hilirisasi lainnya.

Sebagai penutup, semoga keberhasilan Kang Ade, Eko, dan Alan selaku pemberdaya desa dapat diikuti oleh aktor-aktor di desa dan kawasan lain. Mengingat di caturwulan pertama tahun ini Dompet Dhuafa baru saja meluncurkan program di 10 kawasan dari target 60 kawasan mandiri di Indonesia untuk tahun 2023. Di Pulau Sumatra, kawasan tersebut meliputi; Bulu Cina, Deli Serdang di Sumatra Utara; Sirukam, Solok, dan Sikabu, 50 kota di Sumatra Barat. Adapun di Pulau Jawa ada di Cibodas, Bandung Barat dan Zona Madina (Parung), Kabupaten Bogor, Jawa Barat; Sumbang, Banyumas, Jawa Tengah; dan Pundong, Bantul, DI Yogyakarta. Sedangkan untuk Pulau Sulawesi meliputi; Sinjai dan Ranaloe, Gowa, Sulawesi Selatan, dan Gili Gede Indah, Lombok Barat, NTB.

Ditulis oleh:
Prima Hadi Putra
Direktur Komunikasi, Teknologi dan Tata Kelola
Yayasan Dompet Dhuafa Republika

prima-hadi-putra