Bu Daminah Tak Perlu Memulung Lagi

SERANG,BANTEN — Siapa yang tidak terenyuh jika melihat seorang nenek kepanasan ditengah terik matahari, berkeliling menyandang sebuah karung?Siapa yang tak sedih menyaksikan wanita memulung rongsokan, plastik, dan barang bekas lainya yang sudah tidak terpakai tapi mempunyai nilai jual? Bayangkan jika nenek itu saudara kita, jika nenek itu adalah nenek kita sendiri. Apa yang kita lakukan?

Ya,nenek tangguh itu adalah Daminah, usianya kini60 tahun. Dia tinggal di Lingkungan Penancangan Pasir,RT005/RW004, Kaligandu, Kecamatan Serang,Kota Serang, Banten. Bu Daminah adalah seorang janda dhuafa beranak dua. Tiga puluh tahun lalu dia ditinggal cerai oleh suaminya. Sejak itu pula dia harus membanting tulang sendirian,pergi pagi pulang sore untuk menafkahi kedua anaknya. Si sulung sudah berkeluarga,bersuamikan yang menekuni profesi sebagai penarik odong-odong. Sedangkan anak kedua sudah lulus SMP dan harus memilih bekerja, karena Bu Daminah sudah tidak sanggup lagi membiayai sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Bukan tak berpuas atas penghasilan dari memulung.Tuntutan hidup memaksa Bu Daminah menggeluti usaha lain, asalkan dapat mengumpulkan rupiah. Hampir 30 tahun dirinya berjibaku berjualan apa saja; gorengan, kerupuk,  dan buah-buahan yang dipetik di pekarangannya sendiri.

“Kalau lagi musim rambutan, ya, saya jualan rambutan,Pak. Saya juga pernah jualan gado-gado di depan rumah anak saya. Cuma sekarang tidak jualan lagi setelah saya sakit,” ceritanya kepada tim program Dompet Dhuafa Banten, saat menyambangi kediamannya, Rabu (20/1).

Berjuang menghadapi kerasnya kehidupan tentu membuat Bu Daminah kenyang akan pengalaman getir.  Pernah dirinyatertabrak motor saat berkeliling. “Saya tersungkur.Pergelangan kaki dan pinggang saya hampir patah,” kenangnya dengan mata berpendar.

Tahun 2015 Bu Daminah sempat sakit selama dua bulan dan mengharuskan dirinya dirawat di rumah sakit.“Kayaknya saya kecapean,Pak, sehingga harus masuk rumah sakit. Tiap hari mulung rongsokan, kadang saya capek sekali.  Jika saya punya modal mah, saya ingin berjualan gado-gado lagi di depan rumah anak saya. Dulu saya jualan, tapi sekarang berhenti karena tidak punya modal setelah saya sakit selama dua bulan dan dirawat di rumah sakit,” tuturnya.

Walau cobaan terus datang menguji ketabahannya, Bu Daminah pantang mengemis.Meski beberapa kali dirinya pernah diberi uang oleh orang yang mungkin merasa iba melihat dirinya, telah renta namun masih harus memulung.

“Saya tidak pernah ngemis, Pak. Tapi pernah ada yang kasih saya uang. Orangnya turun dari mobil dan mereka kasih uang Rp10 ribu sampai Rp20 ribu,” ceritanya.

Melihat semangatnya yang tak pernah padam belaiau dan dari survei tim program Dompet Dhuafa Banten, harapan Bu Daminah dikabulkan lewat program Insan Tangguh yang telah digulirkan Dompet Dhuafa Banten sejak tahun lalu.Tim Dompet Dhuafa Banten merenovasi tempat bekas Bu Daminah pernah berjualan gado-gadosekaligus memberikan bantuan modal usaha.

Kepada tim program Dompet Dhuafa Banten saat berkunjung kembali ke kedainya, Kamis (21/1). Bu Daminah mengungkapkan rasa terima kasihnya dan menumpahkan keharuan yang menyelimutinya.“Saya tidak tahu bagaimana membalas kebaikan Dompet Dhuafa dan para donatur,” tuturnya terbata-bata.

“saya senang dan terharu dengan bantuan yang tidak disangka-sangka ini.” Dua butir bening yang sedari tadi menggantung akhirnya jatuh juga dan membentuk baris sungai di pipinya.

Kini Bu Daminah sudah tidak perlu memulung lagi, harapan ingin berjualan gado-gado kembali sudah terelisasi berkat bantuan para donatur yang dititipkan melalui Dompet Dhuafa Banten. Kini Bu Daminah sudah bisa kembali tersenyum.

“Semoga semua kebaikan yang Dompet Dhuafa dan semua donatur berikan dibalas oleh Gusti Allah. Saya hanya bisa mendoakan, Pak. Semoga kebaikanya diganti Gusti Allah dengan rezeki yang berlipat,” pungkasnya, samar-samar nyaris tak terdengar. (Dompet Dhuafa Banten/zamak/anis/chogah)