Catatan Konferensi Dunia tentang Pengurangan Risiko Bencana di Jepang

Oleh: Asep Beny, Direktur Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa.

SENDAI, (16/3). Konferensi Dunia tentang Pengurangan Risiko Bencana (WCDRR) yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah diselenggarakan di kota Sendai, Prefecture Miyagi, Jepang. Konferensi ini dihadiri oleh 186 negara, 236 organisasi non-pemerintah, dan 40 badan PBB. Wakil Presiden Jusuf Kalla termasuk salah-satu pemimpin negara dan pemimpin pemerintahan yang hadir dalam Pembukaan Konferensi yang diadakan Sabtu, (14/3) lalu.

Dalam pidato pembukaan konferensi, Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon mengatakan, “keberlanjutan dimulai dari Sendai”.

Pernyataan ini merefleksikan akan adanya rangkaian pertemuan global guna membahas kerangka pembangunan berkelanjutan pasca-2015 yang dimulai dari Konferensi Sendai pengesahan Kerangka Aksi Pengurangan Risiko Bencana pasca 2015 sebagai dokumen utama yang hendak dikeluarkan melalui konferensi ini. Rangkaian pertemuan berikutnya akan mengesahkan berbagai tujuan Pembangunan Global (Sustainable Development Goals) serta merampungkan rangkaian perundingan membahas protokol baru mengenai perubahan iklim.

Dalam pidato sambutan, Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengingatkan pentingnya penguatan komunitas lokal, pemanfaatan pengetahuan dan kearifan lokal, serta pelibatan seluruh unsur dalam masyarakat dalam proses kebijakan mengenai pengurangan risiko bencana termasuk dalam kerangka aksi pengurangan risiko bencana pasca-2015.

Dompet Dhuafa hadir dalam konferensi ini sebagai bagian dari Delegasi Pemerintah RepubIik Indonesia dari unsur masyarakat sipil. Selain aktif mengambil pembelajaran-pembelajaran dari berbagai event dan sesi diskusi yang ada selama konferensi, perwakilan Dompet Dhuafa juga berkesempatan memberikan statemen intervensi.

Syamsul Ardiansyah, salah-satu perwakilan Dompet Dhuafa, mengatakan, bencana skala besar di masa depan sepertinya akan merupakan bencana akibat iklim pada wilayah perkotaan di pusat-pusat pertumbuhan negara-negara berkembang. Hal ini didasarkan pada pengalaman Indonesia dan berbagai negara berkembang lain, di mana pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi adalah kawasan yang rawan bencana iklim.

Syamsul mengatakan investasi pada penguatan sistem peringatan dini bencana iklim dan peningkatan kapasitas penduduk pada level akar-rumput akan memegang peranan krusial dalam membangun ketangguhan masyarakat di masa yang akan datang.

Konferensi Ketiga

Konferensi kali ini adalah konferensi ketiga, setelah konferensi pertama yang diselenggarakan di Yokohama tahun 2000 dan kedua diselenggarakan di Kobe tahun 2005. Konferensi Yokohama menghasilkan Yokohama Strategy and Plan of Action for a Safer World, sedangkan Konferensi Kedua menghasilkan Hyogo Framework for Action 2005-2015.

Kedua dokumen tersebut telah memberikan landasan kebijakan yang mendorong perubahan paradigma penanggulangan bencana, dari reaktif-respon menuju aktif-pencegahan dan kesiapsiagaan. Kerangka Aksi Pengurangan Risiko Bencana pasca-2015 diharapkan tidak hanya merangkum pembelajaran positif yang diraih selama periode HFA, melainkan juga memberikan landasan yang lebih komprehensif serta ambisius guna menghadapi tantangan kebencanaan dan aksi kemanusiaan di masa yang akan datang.