Catatan Perjalanan Donatur Bersama Tim Quality Control, Menjelajah Potensi Sumbawa

SUMBAWA — “Nasi putih ini cukup disiram air putih saja tanpa sayur, tanpa daging, tanpa lauk apapun. Anak saya sudah terbiasa seperti itu dan tetap dimakan. Kami makan daging ketika ada tetangga acara syukuran, itupun tidak pasti. Kami makan daging setahun sekali ketika idul adha datang. Kami terbiasa masak di luar tanpa tungku,“ ujar salah seorang ibu penerima manfaat Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa di Sumbawa.

Indonesia diberkahi kekayaan alam yang melimpah, yang seharusnya di usia 72 tahun merdeka bangsa Indonesia sudah jauh dari kekurangan dan kemiskinan. Dengan kekayaan alam yang melimpah, sesungguhnya sandang, pangan, papan dan obat-obatan dapat diupayakan secara mandiri. Dengan Allah menitipkan sapi saja sudah sangat membantu kehidupan manusia. Misalnya sapi yang dimanfaatkan untuk kehidupan manusia seperti dagingnya untuk makanan, tenaganya untuk membajak sawah dan bisa dijual untuk kebutuhan ekonomi lainnya. Namun ungkapan kepedihan seorang ibu di Sumbawa tersebut, menjadi cermin bahwa nyatanya kue ekonomi di Indonesia belumlah terbagi secara rata.

Berbicara tentang kekayaan alam, Indonesia merdeka dan sapi, saya jadi teringat perjalanan Saya beberapa hari lalu. Saya berkesempatan untuk jalan bareng tim Dompet Dhuafa untuk mengunjungi Sumbawa dalam rangka quality control (QC) program Tebar Hewan Kurban. Gugusan pulau kecil, susu kuda liar, pacuan kuda, madu, rumah adat dari bambu adalah hal-hal sepintas yang terbersit dalam pikiran saya tentang Sumbawa. Wow! Saya membayangkan ini akan jadi perjalanan ekstrim bagi saya. Kenapa? Karena ini adalah pengalaman pertama Saya tentang bagaimana QC hewan kurban. Terlebih di pelosok nengeri nun jauh di sana. Walaupun sebelumnya Saya pernah diberi rejeki oleh Allah berpergian ke beberapa pelosok negeri sebagai geoscientist untuk melihat potensi migas, sebagai moeslimah traveler serta sebagai relawan mengajar .  

Lebih dari itu, ada beberapa pertanyaan besar dalam hati dan pikiran saya tentang bagaimana peran aktif Dompet Dhuafa dalam mendukung kehidupan ekonomi masyarakat di sana. Khususnya berkaitan dengan pemberdayaan ternak sapi dan penyebaran hewan kurban dalam rangka menyambut Hari Raya Idul adha. Alasan Dompet Dhuafa memilih tempat pemberdayaan dan pendistribusian di tempat ini dan bagaimana respon masyarakat di sana? Selain itu, karena kami berangkat pada tanggal 17 Agustus, Saya pun menjadi tambah penasaran, bagaimana suasana ‘Agustusan’ di sana? Apakah masyarakat sudah benar-benar merasakan kemerdekaan?

Perjalanan Menuju Sumbawa

Perjalanan dimulai pukul 17.40 WIB dengan menumpang pesawat dari bandara Soekarno-Hatta, Saya dan Tim Dompet Dhuafa menuju Sumbawa dengan terlebih dahulu transit di Lombok. Waktu tempuh perjalanan sekitar dua jam, tetapi ada selisih waktu satu jam antara Jakarta dan Lombok sehingga kami sampai di Lombok sekitar pukul 20.45 WITA. Sesampainya di bandara di jemput oleh Mas Syamsu, yang merupakan masyarakat lokal Sumbawa sekaligus mitra Dompet Dhuafa yang mengelola program pemberdayaan ternak di Sumbawa. Mas Syamsu mengantarkan ke lokasi pemberdayaan ternak, yang di dekatnya terdapat rumah sekretariat Dompet Dhuafa. Perjalanan dari bandara menuju lokasi tersebut ditempuh sekitar 30-45 menit. Lokasinya berada di desa Baru Tahan, Kecamatan Moyo utara, Kabupaten Sumbawa.

Sepanjang perjalanan dari bandara menuju rumah sekretariat saya melihat banyak potensi ekonomi di sana, dimulai dari pertanian jagung, padi dan peternakan sapi. Meskipun tanahnya gersang, tetapi sumber air sangat dekat dengan desa ini. Karena ada sungai besar yang bisa digunakan sebagai sumber air untuk pertanian. Masyarakat di sana sebagian besar bertani dan berternak. Bahkan bibit-bibit jagung, pupuk dan obat tanaman pun diberikan secara gratis oleh kepala Dinas Pertanian di sana yang memang membantu pemberdayaan masyarakat. Meskipun masyarakat di sana memiliki kekayaan alam yang melimpah, tetapi kualitas pendidikannya masih rendah. Padahal pendidikan adalah salah satu jembatan masyarakat menjadi well educated hingga nantinya mengembangkan potensi daerahnya.

Malam harinya kami memutuskan untuk tinggal di rumah sekretariat agar besok dapat langsung melihat lokasi pemberdayaan ternak, melakukan Quality Control (QC), dan melihat kondisi masyarakat penerima manfaat serta lokasi distribusi hewan ternak. Sekeliling rumah sekretariat dipenuhi dengan kebun jagung yang sangat luas yang merupakan milik kelompok tani sekaligus kandang sapi yang merupakan titik lokasi pemberdayaan ternak Dompet Dhuafa. Rumah sekretariatnya sendiri merupakan khas rumah adat daerah yang terbuat dari kayu, bambu, atap seng, dan sebagian sudah ada yang dari batu bata. Dari penuturan Mas Syamsu, rumah ini merupakan hibah dari Kepala Dinas yang diperuntukkan bagi warga kelompok tani untuk berkumpul bersama.

Kegiatan utama kami di desa baru Tahan adalah melakukan QC hewan kurban, mengecek lokasi distribusi hewan kurban, pemberdayaan ternak dan melihat kondisi ekonomi sosial masyarakat penerima manfaat. Hal ini dilakukan tentunya dengan maksud agar hewan kurban yang nanti disembelih adalah hewan kurban yang sudah layak memenuhi standar syari dan standart Dompet Dhuafa.

 

Proses QC yang dilakukan THK Dompet Dhuafa memang benar-benar detail dan dilakukan step by step, serta diperuntukkan untuk semua hewan yang akan di kurbankan. Ini pengalaman menakjubkanyang ada dalam hidup saya, karena sebelumnya saya belum pernah tahu cara-cara QC hewan kurban, langkah yang dilakukan apa saja, bagaimana mengetahui hewan tersebut layak dan masuk kriteria hewan kurban atau tidak. Kemudian yang membuat deg-degan adalah berdiri didekat sapi yang kapan saja bisa menyepak badan. Sampai-sampai harus diingatkan berkali-kali untuk menjauh dari kaki belakang sapi. Tapi peternak di sana sempat memberi tips menjinakkan sapi. Menurutnya, untuk menjinakkan sapi, kita harus membelai mata dan leher sapi. Ternyata hasilnya ajaib! Sapi-sapi itu memang terlihat lebih jinak dan tenang setelah dibelai. (Donatur Dompet Dhuafa/Eki)