Corps Dai Dompet Dhuafa: Meretas Dakwah, Melintas Batas

Menjadi seorang dai di kawasan kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT), Abdullah Rahman Shaleh (36) kerap mengalami berbagai pengalaman tak terlupakan. Berjam-jam di atas perahu melintas antarpulau menjadi agenda rutin. Bahkan, menghadapi badai laut yang ganas pernah ia hadapi.

Pengalaman tersebut dialami Rahman saat akan berdakwah dari tempat tinggalnya di Pulau Alor menuju Pulau Pantar Baranusa. “Saat itu hujan, angin, dan gelombang laut kencang. Tapi karena ada jadwal khitanan massal anak dhuafa dan muallaf, Bismillah, saya menyebrang,” kenangnya.

Meski perjalanan diterjang badai, akhirnya Rahman bisa sampai di tempat tujuan dengan selamat. Peristiwa tersebut, bagi Rahman, menjadi pengalaman tak terlupakan dalam perjuangan dakwahnya.

Pria lulusan Sastra Arab Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini merupakan salah satu anggota dari Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa), asosiasi dai yang dibentuk Dompet Dhuafa. Hampir tak pernah kosong agenda harian Rahman. Sebagai seorang dai, ia penuhi hari-harinya dengan berdakwah.

“Alhamdulillah, sehari-hari diisi dengan kegiatan dakwah. Mengisi majelis taklim, mengajar para santri di madrasah, dan kegiatan keagamaan lainnya seperti pengajian, akikah, dan sunatan massal,” ungkap Rahman.

Di dalam agenda rutinnya, pada hari Ahad, Rahman membina para muallaf untuk mengajarkan berbagai pengetahuan Islam. Jumlah muallaf di Kabupaten Alor, menurut informasi Rahman, ada sekitar 530 orang.

Membina muallaf merupakan sebuah tanggung jawab sesama muslim. Pasalnya, setelah masuk Islam, para muallaf harus dibimbing dan dimotivasi agar mereka semakin memahami Islam.

“Tidak sedikit dari mereka yang ditelantarkan keluarganya karena masuk Islam. Ini kan jelas mereka membutuhkan bantuan dan binaan,” terang Rahman.

Selain membina muallaf dari segi rohani, Rahman juga turut memberdayakan muallaf dengan membentuk kelompok usaha produktif. Dengan dana bergulir dari Baitul Mall wa Tamwil (BMT) setempat, para muallaf diharapkan dapat meningkatkan kualitas ekonominya melalui usaha mikro.

Meski saat ini hanya mampu memberdayakan sekitar 20-an muallaf, Rahman berharap nantinya penerima manfaat dapat meluas. Namun, bagaimanapun ini menjadi salah satu ikhtiar Rahman dan dai lainnya di Alor dalam mengusung dakwah yang memberdayakan.

Menjadi salah satu dai Cordofa, Rahman mengaku bersyukur lantaran ia merasa tidak sendiri dalam berjuang di jalan dakwah. Selain itu, Cordofa juga mengajak para dai tidak hanya sekedar berdakwah, tetapi juga memberdayakan masyarakat.

Senada dengan Rahman, Dasram Effendi (28), dai Cordofa asal Kota Pekanbaru, Riau menuturkan Cordofa telah memberikan pengalaman bagaimana berdakwah di berbagai daerah, termasuk kawasan pengungsian.

Hal ini sebagaimana dialami Dasram saat Ramadhan 1434 Hijriah lalu. Saat itu Dasram berdakwah sekaligus menjadi relawan di pengungsian Desa Kute Gelime, Kecamatan Ketol, Aceh Tengah pasca gempa yang terjadi.

“Selama kurang lebih 17 hari di Aceh, saya mendapatkan pelajaran secara langsung tentang dakwah, apalagi di tempat pengungsian. Ini pengalaman berharga dan berkesan,” ujarnya.

Bagi Dasram, pengalaman tersebut mengajarkan bagaimana dalam dakwah, metode bisa beragam. Dalam pengalamannya di Aceh tersebut, ia menggunakan pendekatan personal kepada setiap pengungsi.

“Jadi metode dakwah melihat kondisinya juga. Saat itu, yang paling efektif saya datangi mereka dari tenda ke tenda pengungsian. Mencoba memotivasi mereka agar bangkit,” jelas lulusan jurusan Hadis Universitas Al Azhar, Mesir ini.

Dakwah Transformatif

Manager Cordofa Ahmad Fauzi Qasim mengatakan, Cordofa dibentuk dalam upaya mewujudkan masyarakat dunia yang beradab melalui pelayanan, pembelaan, dan pemberdayaaan yang berdasarkan kepada prinsip-prinsip Islam melalui peran dai.

Peran dai Cordofa, ungkap Fauzi, tidak hanya sekedar berdakwah dengan lisan, tetapi juga berusaha untuk dapat menjadi problem solver (penyelesai masalah) umat di tempatnya bermukim. “Mereka juga harus bisa memberikan solusi dan jalan keluar atas masalah-masalah yang dihadapi umat. Mereka memberdayakan masyarakat juga,” terangnya.

Sebab itu, para dai cordofa mendapatkan berbagai pelatihan rutin guna meningkatkan kapasitas. Selain kapastias keilmuan tentang dakwah, mereka juga dibekali ilmu mengenai kemasyarakatan. Dengan begitu, mereka tidak akan gagap bila menghadapi persoalan kemasyarakatan.

Sebagai salah satu asosiasi dai yang resmi dibentuk pada tahun 2012, Cordofa telah memiliki anggota sebanyak 275 dai di seluruh Indonesia. Mereka menjadi jaringan dakwah yang dimiliki Dompet Dhufa dalam pemberdayaan masyarakat baik di Indonesia dan mancanegara.

Para dai yang memiliki kapasitas mumpuni direkrut melalui seleksi yang ketat. Mereka juga harus menjalani karantina untuk orientasi dan pelatihan. Orientasi dan pelatihan tersebut diadakan untuk mempersiapkan mereka berdakwah di berbagai penjuru tanah air bahkan mancanegara.

Selama Ramadhan tahun lalu, Cordofa mengirimkan 9 dai Cordofa untuk berdakwah di 8 negara yaitu Malaysia, Timor Leste, RRC, Ausralia, Hong Kong, Filipina, Korea selatan, dan Jepang, serta satu provinsi di negara bagian RRC. Untuk tahun ini, sebanyak 15 dai Cordofa akan dikirimkan.

Selain itu, setiap bulan Cordofa mengirimkan dai secara regular ke Hong Kong dan Australia. Rencananya di tahun 2014, Cordofa juga akan mengirimkan dai ke Eropa dan Amerika. Ini dalam rangka melintas batas syiar Islam “Rahmatan lil alamin” ke seluruh penjuru dunia. (gie)