DMC Himbau Masyarakat Untuk Tingkatkan Kesadaran Mitigasi Bencana di Bengkulu

BENGKULU — (09/09/2022) Secara geografis, Provinsi Bengkulu merupakan wilayah yang terletak pada pertemuan dua lempeng tektonik yaitu Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Pertemuan lempeng ini disebut zona subduksi yang merupakan daerah aktif gempabumi yang berpotensi tsunami. Berdasarkan hasil pengukuran Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) 2021, Bengkulu memiliki kelas risiko bencana yang tinggi dengan nilai 157.14 (Tinggi).

“Bengkulu memiliki ancaman bencana alam berupa gempabumi, tsunami, gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, cuaca ektrim, gelombang ekstrim dan abrasi, serta kebakaran hutan dan lahan,” tulis dalam IRBI 2021.

Kota Bengkulu masuk ke dalam urutan ke-8 sebagai kota dengan indeks risiko bencana tertinggi di provinsi Bengkulu. Jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di seluruh Indonesia, Kota Kaur, Bengkulu sendiri masuk dalam urutan ke-18 dengan indeks risiko yang tinggi.

Curah hujan yang tinggi sejak Senin (29/08/2022) hingga Jum’at (2/09/2022) yang melanda Provinsi Bengkulu, mengakibatkan 7 wilayah berupa 6 Kabupaten dan 1 Kota di Provinsi Bengkulu terendam, yakni Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Kaur, Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Rejang Lebong.

Dengan total 7.881 kk terdampak banjir, 73,5 hektar sawah terendam banjir, 19 sekolah terendam banjir, 1 rumah sakit terendam banjir, 21 unit jembatan rusak dengan perkiraan kerugian mencapai 171 miliar rupiah. Selain banjir, 3 kabupaten juga terdampak banjir dan longsor yakni Kabuaten Kaur, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah.

Kota Bengkulu terdapat 2.576 kk terdampak, 5 sekolah, 4 masjid, 6 kantor dan sawah seluas 50 hektar sawah terendam banjir. Sedangkan di Kabupaten Seluma terdapat 1.076 kk terdampak, dan 2 jembatan rusak. Lalu di Kabupaten Bengkulu Utara terdapat 1.973 kk terdampak, 13 sekolah terendam, dan 17 jembatan gantung rusak. Kemudian di Kabupaten Bengkulu Tengah terdapat 1.311 kk terdampak.

Di satu sisi, 120 KK terdampak, 1 sekolah dan 1 rumah sakit terendam di Kabupaten Kaur. Pada Kabupaten Mukomuko ada 262 kk terdampak. Terakhir di Kabupaten Rejang Lebong ada 45 kk terdampak, 2 jembatan terendam, dan 23,5 hektar sawah terendam.

Dengan intensitas curah hujan yang tinggi, dan diperparah dengan kenyataan tambang batu bara, mengakibatkan Bengkulu rawan akan bencana alam. Meski sempat muncul penolakan dan petisi untuk menutup tambang batu bara pada tahun 2019. Namun hingga saat ini masih ada dan sementara waktu dihentikan untuk beroperasi.

Tambang batu di Bengkulu memang memiliki sejarah yang panjang. Hal ini dapat ditarik hingga tahun 1980an dengan ditemukannya Batubara Miosen di Cekungan Bengkulu. Lokasi ini membentang mulai dari Kabupaten Bengkulu Tengah, hingga menyebar hampir seluruh provinsi.

Semenjak beroperasi, berbagai konflik bermunculan. Mulai dari konflik agraria, sengketa lahan, lingkungan hidup yang rusak, dan masalah lainnya. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu mencatat setidaknya lebih dari 50 perusahaan pertambangan yang telah mendapatkan izin eksplorasi maupun eksploitasi, batubara, emas, dan pasir besi.

Ironisnya ini diperparah akan fakta semua keuntungan penambangan ini cenderung dimanfaatkan negara lain. “80 persen produksi pertambangan di Indonesia, untuk memenuhi konsumsi negara-negara penyumbang karbon yang memicu pemanasan global seperti, Amerika Serikat, China, India, dan Singapura,” kata Beni Ardiansyah selaku Direktur Walhi Bengkulu pada tahun 2013 sebagaimana ditulis Kompas (30/11/2013).

Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa menghimbau masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dalam melakukan mitigasi bencana. Sehingga mendorong masyarakat untuk mengajukan rancangan kontijensi bencana alam di Bengkulu.

“Melihat kenyataan di atas, kami menghimbau masyarakat untuk memiliki pemahaman dasar akan mitigasi bencana alam. Selain kami menghimbau masyarakat untuk beralih kepada gaya hidup yang ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi potensi dampak dari krisis iklim,” terang Haryo Mojopahit selaku Chief Executive DMC Dompet Dhuafa.

Pada saat terjadi bencana banjir di Bengkulu pada bulan Agustus lalu DMC Dompet Dhuafa telah melakukan aksi bersih, bantu evakuasi peralatan warga, distribusi hygiene kit, Dapur Umum dan Pos Hangat di Kelurahan Sawah Lebar Baru, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu. Aksi layanan DMC Dompet Dhuafa dilakukan mulai dari 2 September 2022 hingga 4 September 2022. Dengan total penerima manfaat mencapai 950 jiwa.

Dalam menunjang layanan penanggulangan bencana, DMC Dompet Dhuafa memiliki beberapa program penunjang penanggulangan bencana. Di pra-bencana, DMC Dompet Dhuafa memiliki program Kawasan Tanggap Bencana, Adaptasi Perubahan Iklim, Edukasi dan Pelatihan Kebencanaan.

Sedangkan di tahap tanggap darurat bencana, DMC Dompet Dhuafa mempunyai program Indonesia Siap Siaga. Terakhir di fase pemulihan atau recovery DMC Dompet Dhuafa memiliki program Jembatan untuk Kehidupan dan Hunian Sementara atau Hunian Tetap. Selain itu DMC Dompet Dhuafa juga memiliki program turunan dari program-program utama di atas berupa Air untuk Kehidupan, Less Plastic More Action dan Tas Siaga Yatim.

Masyarakat dari berbagai latarbelakang dan jenjang usia bisa turut serta dalam program-program kebaikan DMC Dompet Dhuafa. Dengan semangat KolaborAksi, DMC Dompet Dhuafa bermaksud menggandeng seluruh insan untuk peduli terhadap lingkungan sekitar dan menjadi agen penanggulangan bencana yang cakap, cekatan, dan juga amanah.