JAKARTA — Stunting sering terjadi pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dihitung dari janin, hingga umur 23 bulan. Hal tersebut mengakibatkan pertumbuhan fisik biologis maupun mental anak terganggu. Sayangnya, UNICEF menobatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus stunting tertinggi keempat didunia. Tingkat kejadian stunting di Indonesia mencapai angka 36 % atau setara dengan 8,8 juta balita. Dengan angka tersebut, setidaknya ada satu dari tiga anak Indonesia mengalami stunting. Angka stunting Indonesia juga merupakan yang tertinggi di Asean. Terkesan ironis, karena Indonesa terkenal dengan bangsa yang kaya, gemah ripah loh jinawi.
Namun, bukan hanya faktor nutrisi yang didapat dari para orang tua, namun stunting ternyata juga dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk tingkat kebahagiaan orangtua. Berangkat dari fakta tersebut, pada hari Minggu (3/3/2019), Dompet Dhuafa mengadakan seminar interaktif membahas mengenai fenomena stunting di Indonesia. Mengambil tajuk ‘Melahirkan Generasi Bebas Stunting dan Hamil Penuh Bahagia’, Dompet Dhuafa mendatangkan dua pakar yaitu Sintha Utami, seorang dokter spesialis kandungan dan psikolog Adjie Santosoputro. Bertempat di Gedung Filantropi, Pejaten, Jakarta Selatan. Kegiatan banyak dihadiri oleh keluarga muda yang sedang menyiapkan kehamilan.
Kebanyakan faktor stunting memang dikarenakan kurangnya gizi yang didapat oleh para ibu, baik pra maupun pasca melahirkan. Namun ternyata yang lebih penting yaitu pengetahuan orang tua perihal stunting. Orang tua yang cerdas akan memberikan nutrisi tepat bagi buah hatinya. Edukasi pertama dalam hal stunting ada pada orang tua.
“Orang tua memiliki peran penting dalam pencegahan stunting tersebut. Berikan nutrisi yang tepat dan seimbang sebisa mungkin. Termasuk pemberian ASI, dimana ibu-ibu millennial sekarang sudah malas memberikan ASI eksklusif untuk anak,” terang Sintha Utami, dalam pemaparan materinya.
Selain itu, tingkat kebahagian orang tua juga berpengaruh terhadap keadaan bayi dalam kandungan. Di mana, keadaan tersebut juga akan berpengaruh terhadap kondisi bayi ketika lahir nanti. Bukan hanya peran ibu untuk mengatur pola kebahagiaanya, peran ayah pun tak lepas, karena suasana rumah atau keluarga, dinilai saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
“Untuk ibu hamil, perlu juga untuk menjaga kesehatan batin. Karena ini berdampak ke bayi. Bukan hanya ibu namun juga bapak, perlu menjaga kesehatan fisik dan batinya. Karena psikologis dalam satu rumah dan keluarga saling mempengaruhi,” terang Adjie Santosoputro.
Adji pun memberikan sedikit tips untuk para ibu hamil di Indonesia, untuk dapat mengatur kabahagiaan, agar kesehatan bayi dan ibu terjaga. Salah satunya dengan bermeditasi dan menenangkan diri.
“Luangkan waktu untuk istirahat, dalam hal ini adalah istirahat pikiran dengan diam hening atau tafakur. Bahwa tidak ada yang kurang sama sekali dari kita. Penerimaan utuh pada diri sendiri itulah yang menyehatkan,” pungkas Adjie. (Dompet Dhuafa/Zul)