Eko Novianto: Memberdayakan Masyarakat Ambarawa Lewat Eceng Gondok

AMBARAWA — Eceng gondok kerap kali dianggap sebagai tumbuhan hama. Terlebih lagi di Danau Rawapening, Kabupaten Ambawara. Di danau ini, tanaman eceng gondok tumbuh berkembang setiap tahunnya. Akan tetapi, eceng gondok yang ada hanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar saja oleh masyarakat. Oleh karena itu, eceng gondok yang melimpah ini tidak dimanfaatkan secara maksimal.

Namun, dengan tangan dingin Eko Novianto dan kawan-kawan, eceng gondok dapat disulap menjadi berbagai kerajinan unik dan menarik. Eko Novianto melihat eceng gondok yang tumbuh sebagai peluang usaha yang menjanjikan. Bersama rekan-rekannya, Eko Novianto mengikuti Social Entrepreneur Camp (SEA) 2015. Sehingga, usaha kerajinan eceng gondok ini akan membantu perekonomian masyarakat.

“Usaha kami adalah kerajinan eceng gondok yang berpusat di Ambarawa dengan melibatkan 7 kelompok pengrajin yang tergabung dalam komunikas kerajinan Klinting Ambarawa. Kami membuat berbagai kerajinan tangan menggunakan bahan baku eceng gondok asli Ambarawa. Kerajinan yang kami hasilkan ialah sandal, dompet, tas, miniatur, tempat tisu, dan sebagainya,” ujar pria kelahiran Kudus, 1 November 1984.

Awalnya, Eko Novianto mengetahui informasi mengenai SEA 2015 dari broadcast salah satu grup di aplikasi chat yang dimilikinya. “Setelah itu saya perdalam informasi mengenai SEA 2015 dari website,” tambahnya. Eko, panggilan akrabnya, merasa tertarik mengikuti SEA karena sejalan dengan keinginannya untuk memajukan komunitas Klinting di Ambarawa yang sudah berjalan selama 1,5 tahun. Eko merasa bahwa dirinya sebenarnya telah terlibat langsung dengan pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas.

“Karena social entrepreneur ini adalah bidang yang saya geluti, saya perlu menambah pengetahuan tentang aktivitas ini melalui SEA.Pikir saya waktu itu mungkin dengan adanya SEA ini bisa memberikan gambaran yang lebih luas mengenai pemberdayaan masyarakat,”ujar bapak dua anak tersebut.

Eko juga berpendapat bahwa pelatihan yang diberikan oleh SEA banyak memberikan pengetahuan bagi dirinya. Terutama dalam bidang dunia pemberdayaan. Eko berujar, “Camp yang dilakukan di SEA 2015 memberikan pengetahuan yang banyak mengenai dunia pemberdayaan itu sendiri, dan juga memberi banyak wawasan teoritis mengenai apa itu social entrepreneur.” Dengan bekal inilah, Eko merasa bahwa SEA nantinya akan memajukan komunitas yang dimilikinya.

Eko Novianto menggandeng sejumlah pihak agar komunitas yang dibinanya berkembang dengan baik. “Pihak-pihak yang terlibat selain saya ialah beberapa ketua kelompok pengrajin seperti Bu Chomsah, Pak Slamet Renita, Pak Budiman, dan lainnya,” ucapnya. Selain itu, Eko Novianto juga melibarkan berbagai lembaga mulai dari Pemerintah Daerah setempat, pihak CSR (Corporate Social Responsibility), Dompet Dhuafa, dan pihak-pihak lainnya.

Dengan mengikuti program SEA, pria yang pada dasarnya memang memiliki hobi berbisnis ini merasa bahwa komunitas yang dibinanya mengalami peningkatan baik dari jumlah anggota maupun pemasukan. “Sebelum mengikuti SEA, kami memiliki sekitar 50 anggota. Kemudian, setelah setahun program ini berjalan, anggota kami bertambah menjadi 80an. Penghasilan kelompok dan perseorangan pun meningkat sekitar 20%, yang tadinya berkisar Rp 4 juta menjadi Rp 5 juta,” cerita Eko.

Tidak hanya itu saja, komunitas ini juga mengalami perluasan pangsa pasar. “Pasar juga mengalami perluasan. Yang lebih membanggakan lagi adalah tahun ini kami sudah empat kali melaksanakan pelatihan dan diundang menjadi narasumber di beberapa wilayah guna mengembangkan kerajinan eceng gondok,” katanya.

Ketika ditanya mengenai kesan yang dirasakan setelah menjalani program SEA selama satu tahun, Eko mengungkapkan program SEA ini mendatangkan banyak pengetahuan dan sudut pandang yang baru. “SEA menjadikan saya memiliki berbagai pengetahuan mengenai pemberdayaan. Saya juga melihat berbagai bentuk pemberdayaan. Sehingga, program ini sangatlah menginspirasi dan memotivasi bagi yang ingin berkecimpung dalam bidang social entrepreneur,” kata Eko.

Meskipun mengalami kemajuan, bukan berarti Eko Novianto mengalami tantangan. Ia berkata bahwa terdapat berbagai tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan komunitas pengrajin eceng gondok ini. Eko mengatakan, “Tantangannya tentu pada implementasi strategi yang didapat selama SEA camp. Sebab, dinamika bisnis yang terus berubah selama setahun terakhir dan berbagai inovasi baru dalam hal produk inilah yang menjadikan tantangan terhadap implementasi tersebut”.

Baginya, meskipun tantangan akan selalu ada, namun semangat untuk menjalankan social entrepreneur ini haruslah tetap menyala. Bahkan, diharapkan para pengusaha lainnya akan tergerak pula untuk menjalani kegiatan social entrepreneur tersebut. “Kunci untuk menjadi social entrepreneur yang berhasil ialah dengan konsistensi. Karena memberdayakan masyarakat membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan perlu mengubah pola pikir masyarakat dalam melibatkan mereka dengan kegiatan social entrepreneur tersebut,” pesan Eko Novianto bagi pengusaha yang hendak menjadi social entrepreneur.

Kisah sukses Eko Novianto merupakan contoh nyata dari social entrepreneurship. Tidak hanya mendatangkan keuntungan pribadi saja, namun dapat pula menebar manfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Bagaimana, tertarik untuk menjadi social entrepreneur selanjutanya? (Dompet Dhuafa/Diba Amalia)