Evi Risna Yanti : Bela Rakyat Kecil melalui Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa

JAKARTA — Wajahnya yang tegas namun keibuan amat selaras dengan profesinya sebagai advokat. Meski garis wajahnya terkesan tegas dan keras, wajahnya selalu tersenyum ramah ketika diwawancari mengenai profesinya sebagai Direktur Pusat Bantuan Hukum (PBH) Dompet Dhuafa. Ia adalah Evi Risna Yanti.

Sebelum mengabdikan diri dalam PBH Dompet Dhuafa, perempuan kelahiran Medan 45 tahun silam ini bekerja di perusahaan asing yang juga merupakan lembaga advokasi hukum. Kemudian barulah ia bergabung pada Dompet Dhuafa tahun 2004 sebagai Legal Coorporate. Perjalanan karirnya di Dompet Dhuafa sempat terhenti pada tahun 2011. Akan tetapi, ia kembali bergabung lagi pada Legal Corporate di PT Dompet Dhuafa Corpora.

Semula, Evi bergabung pada PBH Dompet Dhuafa atas permintaan dari Ahmad Juwaini, Presiden Direktur Dompet Dhuafa. “Pada waktu di Dompet Dhuafa Corpora, Pak Ahmad Juwaini menawarkan ke saya untuk memegang Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa. Karena selama ini saya juga bergerak di bidang advokasi hukum untuk rakyat miskin, tawaram tersebut saya terima. Karena saya yakin, akan banyak yang bisa menerima manfaat dari keberadaan PBH Dompet Dhuafa,” terang Evi. Dengan semangat untuk membantu kaum dhuafa dalam bantuan hukum inilah, Evi tertarik dengan PBH Dompet Dhuafa.

Perempuan berdarah campuran Jawa dan Minang ini pun bercerita bahwa, sebelum PBH Dompet Dhuafa berdiri, sudah ada masyarakat tidak mampu yang meminta bantuan hukum kepada Yayasan Dompet Dhuafa. Menurut Evi, mungkin inilah yang menjadi salah satu alasan Pembina dan Pengurus Yayasan Dompet Dhuafa untuk mendirikan PBH Dompet Dhuafa. “PBH Dompet Dhuafa sendiri baru saja berdiri kurang lebih tiga bulan.Bulan pertama saya pakai untuk persiapan administrasi lembaga dan mulai melakukan sosialisasi keberadaan PBH Dompet Dhuafa di lingkungan teman-teman mahasiswa Universitas Indonesia dan juga rekan-rekab jaringan saya dan Dompet Dhuafa,” ujar Evi.

Baru dua bulan berdiri, PBH Dompet Dhuafa telah menerima berbagai kasus untuk ditangani. Evi bercerita bahwa kasus pertama yang dibantu pengusutannya oleh PBH Dompet Dhuafa ialah pendampingan seorang ibu yang salah tangkap akibat pulang terlalu malam.

“Pada bulan kedua, setelah sosialisasi PBH Dompet Dhuafa didirikan, sudah mulai ada yang merespon. Pertama kali PBH Dompet Dhuafa menangani kasus pendampingan seorang ibu yang salah tangkap karena pulang malam. Kemudian disusul dengan kasus pendampingan office boy yang ditahan ijazahnya di perusahaan tempatnya bekerja. Ia sudah mencoba meminta beberapa kali namun diabaikan. Alhamdulillah kita bisa dapatkan kembali ijazahnya tersebut, kemudian masuk lagi berbagai kasus lainnya,” terangnya.

Adapun kasus-kasus lain yang ditangani oleh PBH Dompet Dhuafa ialah perebutan hak asuh anak, narkotika, penguasaan tanah orang tidak mampu, kasus koperasi pedagang pasar, dan beberapa kasus lainnya. Selain itu, PBH Dompet Dhuafa juga membuka layanan konsultasi hukum bagi yang membutuhkan. Evi berujar, “Selain menangani pendampingan kasus-kasus tersebut, kami juga cukup banyak melakukan konsultasi melalui telepon untuk meminta penasehat hukum. Masyarakat yang melakukan konsultasi tidak hanya di wilayah Jabodetabek saja, melaikan pula di daerah Jawa lainnya”.

Di tangan dingin Evi Risna Yanti, PBH Dompet Dhuafa dapat dikatakan mengalami perkembangan yang cukup berarti. Hal ini dapat terbukti dengan adanya koordinasi oleh berbagai pihak agar PBH Dompet Dhuafa dapat melakukan advokasi bagi yang membutuhkan.

“Insya Allah PBH Dompet Dhuafa juga sudah berkoordinasi dengan Rutan Cipinang, untuk melakukan advokasi kepada terdakwa-terdakwa baru yang belum mendapatkan pendampingan hukum dari organisasi bantuan hukum lainnya. PBH Dompet Dhuafa juga sudah memulai komunikasi untuk dapat melakukan advokasi langsung ke masyarakat melalui jalur Majelis Taklim, tingkat RT dan RW, kelurahan, hingga kecamatan. Adapun komunikasi yang dilakukan ialah berupa seminar kecil dengan tema penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, sosialisasi Undang-undang Narkotika, dan sosialisasi Undang-undang Perlindungan Anak,” tambahnya.

Dari pemaparan Evi, terlihat bahwa isu-isu hukum yang dikenalkan PBH Dompet Dhuafa ke masyarakat ialah isu-isu yang dekat dengan masyarakat. Sehingga, nantinya masyarakat akan lebih melek hukum jika mengalami kejadian tersebut.

Sebagai direktur organisasi bantuan hukum yang pro terhadap kaum dhuafa, Evi memiliki harapan yang besar terhadap PBH Dompet Dhuafa ini. Lembaga ini diharapkan Evi akan memberikan manfaat bagi masyarakat luas dan bertambah pula sumber daya manusianya. Evi pun memiliki berbagai target khusus bagi PBH Dompet Dhuafa. “Targetnya, kami merencanakan PBH Dompet Dhuafa menjadi organisasi bantuan hukum yang terakreditasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) Republik Indonesia, agar nantinya kita mendapatkan dukungan dari KemenkumHAM. Saya juga berharap dukungan tersebut dapat menguatkan PBH Dompet Dhuafa untuk menyediakan sumber daya manusia berupa para advokat yang memiliki komitmen dengan pembelaan rakyat kecil.” (Dompet Dhuafa/Diba Amalia)