Geliat Sukismiyati Gairahkan IRT di Kulon Progo

Tak mudah bagi seseorang membangun usaha Industri Rumah Tangga (IRT) di kampung halaman. Segala hambatan dan tantangan mengiringi dalam mewujudkan kesuksesan impian tersebut. Namun, pilihan itulah yang diambil Sukismiyati, warga Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Kendala kondisi geografis dan pasar menjadi tantangan tersendiri untuk bisa merangsang kebangkitan pelaku IRT yang cukup potensial di desa-desa sekitar Kecamatan Kokap.

Sukismi, begitu ia akrab disapa, menjadi sosok yang cukup menonjol di antara para perempuan di Desa Kalirejo. Komunitas yang menjadi dampingan program Klaster Mandiri Dompet Dhuafa mempercayakan ia memimpin lembaga lokal yang mereka bangun. Pada 29 Desember 2011, mereka membentuk Ikhtiar Swadaya Mandiri (ISM) Gempita Mandiri.

Kata “Gempita” sendiri merupakan akronim dari kalimat “Gerakan Membangun Perekonomian untuk Kesejahteraan”. Kalimat ini memiliki makna yang cukup kuat mewakili semangat mereka untuk maju secara ekonomi di tengah keterbatasan berbagai sumberdaya.

Tak serta merta Sukismi memimpin lembaga lokal yang kini menghimpun 106 orang pemetik manfaat dari 13 kelompok. Awalnya ia memimpin Kelompok Maju Sejahtera, sebuah kelompok yang dipersyaratkan dalam program Klaster Mandiri Dompet Dhuafa. Kelompok-kelompok ini menjadi mekanisme inti penyelenggaraan program pemberdayaan masyarakat.

“Dulu warga yang tak mempunyai kegiatan, jadi ada kegiatan. Pendampingan yang dilakukan oleh pendamping memunculkan kreativitas. Kita diajak bisa menambah penghasilan. Selain itu, kelompok-kelompok yang kami bentuk menjadi ajang silaturahmi antar warga,” papar Sukismi.

Adapun bantuan pembiayaan yang diberikan pada pemetik manfaat program digunakan untuk kegiatan usaha aneka makanan ringan (rempeyek, geplak, dan keripik) dan pembuatan kerajinan batu bata.

Perkembangan ISM Gempita Mandiri yang ia pimpin cukup menjanjikan. Para pengurus pun telah memahami peran dan fungsi ISM sebagai lembaga lokal yang mengayomi mitra-mitranya. Terlihat dengan adanya peran yang aktif yang dilakukan ISM baik dalam manajemen organisasi, pencatatan keuangan, monitoring usaha dan kelompok serta pemasaran produk. Pengurus ISM juga telah berperan aktif dalam kegiatan program, di antaranya mengelola unit usaha ISM, menghadiri pertemuan kelompok, melakukan sosialisasi dan survei pada warga calon untuk menjadi mitra dampingan baru.

Kini, Sukismi dan kawan-kawan lainnya bahkan mulai menumbuhkan beberapa usaha bersama. Dari usaha kios sembako, pembiayaan usaha batu bata, pembiayaan warung kelompok, jual beli cengkeh, usaha pengemukan kambing sampai penjualan gula semut. Perhatian kepada mitra pemilik IRT bahkan sudah pada upaya standarisasi mutu dan pemasaran.

Kini, mereka mulai membuka akses pasar beberapa produk kelompok di antaranya gula kelapa, gula semut, kue nastar dan lain-lain. Mereka telah menjalin kerja sama kemitraan antara kelompok-kelompok dampingan dengan beberapa pengusaha di antaranya pengusaha gula kelapa dan gula semut dan koperasi di Kabupaten Kulon Progo. Kerja sama ini difokuskan untuk pengembangan pemasaran aneka makanan ringan.

Yang menarik, dengan berbagai keterbatasan sumberdaya, ISM berhasil mendorong IRT makanan memperoleh sertifikat Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Capaian ini didukung beberapa langkah yang diambil sebelumnya. ISM dan pendamping mendorong penguatan usaha IRT berbasis kelompok, pelatihan-pelatihan usaha dan keamanan pangan yang melibatkan dinas-dinas terkait. Beberapa kelompok usaha yang berhasil mengantongi sertifikat PIRT di antaranya usaha kripik talas, geplak, kripik tempe, kripik bawang, rempeyek dan nastar.

Menggairahkan IRT khususnya makanan di daerah Kokap memang tak bisa dikatakan ringan. Kendala dalam proses produksi saat ini adalah mahalnya harga bahan baku. Tak pelak, banyak mitra dan kelompok yang mengurangi kapasitas produksi bahkan beberapa kelompok menghentikan proses produksi. Akses transportasi yang sangat minim juga menyebabkan akses pasar menjadi rendah sehingga pemasaran produk sedikit terhambat.

“Kami punya mimpi IRT di sini bisa besar, produksi banyak. Tapi kendala kami dalam soal pemasaran. Kendaraan umum menuju pasar atau kota sedikit. Masing-masing anggota kita juga hanya sedikit yang bisa menggunakan motor. Mereka yang bertugas memasarkan produk, ada yang terpaksa jalan kaki menuju pasar sembari gendong anaknya padahal jalannya naik turun,” cerita Sukismi.

Secara geografis, wilayah ini terdiri dari perbukitan. Fasilitas kendaraan umum memang sangat terbatas untuk menghubungkan dusun-dusun di mana kelompok-kelompok dampingan Klaster Mandiri berdomisili, dengan pasar atau kota. Menjelajahi wilayah Kokap memang membuat kita bisa memahami, betapa beratnya mengembangkan pasar IRT terutama makanan.

Sementara itu, produk makanan yang mereka hasilkan memiliki peluang besar bisa dijual di toko-toko di sekitar pasar kecamatan atau kota kabupaten. Bagi Sukismi, membuka pasar bagi IRT ini memang banyak tantangan. Namun, demi kemajuan warga, apapun ikhtiar akan dia tempuh bersama kawan-kawannya. (uyang/gie)