JAKARTA — Ustaz Luqmanul Hakim Abubakar menjadi salah satu Dai Ambassador Dompet Dhuafa 2023 yang ditugaskan ke negara Malaysia, tepatnya di Batu Kentonmen, Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur. Sebelum akhirnya berangkat ke Malaysia, Ustaz Luqman telah lebih dulu melalui Training Dai Ambassador yang dilaksanakan di Jakarta, seminggu sebelum pemberangkatan ke negara penugasan.
Selama mengikuti training, Ustaz Luqman mengaku telah saling mengenal dengan perwakilan Dai Ambassador lainnya. Ia mengaku kagum dengan latar belakang para Dai yang sebagian besar telah berpengalaman mensyiarkan Islam, antara lain ke wilayah pelosok maupun internasional.
“Saya melihat latar belakang para Dai Ambassador dan karier dakwah mereka di daerah masing-masing sangat luar biasa. Mulai dari Dai Pemberdaya di pedalaman Tanah Air, Dai Perkantoran, hingga Dai yang punya banyak pengalaman dan telah malang melintang di dunia dakwah Internasional,” tulis Ustaz Luqman dalam catatannya untuk Dompet Dhuafa.
Baca juga: Sepulang Berdakwah di Luar Negeri, 29 Dai Ambassador Pulang Berbagi Cerita
Ya, Dompet Dhuafa melalui Layanan Dakwah, kembali menggulirkan program Dai Ambassador Tahun 2023. Dai Ambassador merupakan duta Dompet Dhuafa yang didelegasikan untuk melebarkan sayap dakwah ke negara-negara minoritas Islam. Pada tahun 2023, Dompet Dhuafa memberangkatkan 24 Dai Ambassador yang dikirim ke lebih dari 14 negara di dunia.
Ustaz Luqman dan para Dai Ambassador lainnya pun mulai saling berbagi kisah pengalaman, serta suka-duka selama menjadi pendakwah. Pada sesi Kuliah Subuh hari kedua training, Ustaz Luqman mulai mendengarkan pengalaman dakwah nan penuh dengan tantangan dari ujung selatan Indonesia. Kisah tersebut dipaparkan oleh Ustaz Mukhidurrahman. Ia adalah seorang Dai Pemberdaya Dompet Dhuafa yang bertugas di Kampung Soe, Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Kefa, Nusa tenggara Timur (NTT) yang berbatasan langsung dengan Timor Leste.
“Makan di Indonesia, buang airnya bisa di Timor Leste,” ucap Ustaz Mukhid saat menggambarkan dekatnya perbatasan antar dua negara.
Ustaz Luqman menuturkan bahwa berdakwah di pedalaman tantangannya tidaklah mudah. Salah satu contohnya dapat dilihat pada program Sekolah Dai Dompet Dhuafa Tahun 2020. Pasalnya, dari 25 Dai Pemberdaya yang dilatih, hanya 6 orang Dai saja yang tersisa dan siap bertugas. Sementara lainnya, mundur teratur atau hilang tanpa berita.
Selama berdakwah, para Dai harus siap dengan keterbatasan fasilitas dan infrastruktur. Jangankan sinyal handphone, air bersih untuk kebutuhan sehari-hari saja sulit didapat. Selain itu, masyarakat tradisional di suku-suku terluar juga tidak mudah berinteraksi dengan pendatang.
Untuk pendidikan, dalam satu kecamatan hanya tersedia PAUD dan SD/MI. Jika melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, anak-anak mesti sekolah jauh ke kota. Walaupun beragama Islam, sebagian dari mereka jika diajak hadir ke pengajian akan lari ketakutan. Diajak salat berjemaah mereka bersembunyi. Apabila ke masjid pun mereka biasanya hanya duduk diam mengamati Ustaz yang salat.
Baca juga: Dai Ambassador Dompet Dhuafa untuk Korea Selatan Ajari Warga Uzbekistan Huruf Hijaiyah
Untuk menggenapkan syarat jemaah Sholat Jumat pun tak jarang para Dai mesti menunggu jemaah hingga mendekati waktu Ashar. Sebab, jemaahnya masih di ada kebun atau mesti dibujuk satu per satu dari rumah masing-masing. Akhirnya syarat Syafiiyah jemaah Jumat yang minimal mesti 80 orang diabaikan, karena kondisi yang tidak memungkinkan.
“Tapi, Ustaz Mukhid dan para Dai pedalaman lainnya tidak menyerah. Beragam cara mereka lakukan agar bisa dekat dengan masyarakat dan selanjutnya mendekatkan mereka dengan masjid,” terang Ustaz Luqman.
Meski begitu, mereka tak lantas putus asa. Upaya tetap dikerahkan agar masyarakat dapat dekat dengan masjid dan lebih mengenal Islam. Di antara yang dilakukan oleh para Dai adalah membuat kolam Ikan Lele, kebun sayur, serta menyediakan pompa air minum untuk umum di teras masjid. Usaha ini pun cukup terlihat hasilnya. Masyarakat jadi bisa melihat aktivitas masjid dari dekat dan tidak lagi ketakutan seperti sebelumnya.
“Awalnya memang sulit. Bahasa lokal pun hingga hari ini saya tidak mengerti. Tapi, saya percaya bahwa dakwah akan menemukan jalannya sendiri. Saya hanya mesti memastikan bahwa saya mengikuti prosesnya secara maksimal. Sisanya itu urusan Allah,” kata Ustaz Mukhid berdasarkan cerita dari Ustaz Luqman. (Dompet Dhuafa/Ustaz Luqman HA/Ronna)