Perjuangan Seorang Ibu, Hastari Besarkan Dua Anak ‘Spesial’nya (Bagian Satu)

YOGYAKARTA – Desica Nur Herdiana atau Icha, datang tepat waktu, pukul 11 siang, selepas ia pulang sekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) Prayuwana, Yogyakarta. Diantar oleh kedua orang tuanya, ia bertandang ke Kantor Dompet Dhuafa Cabang Yogyakarta. Raut wajahnya ceria seperti halnya anak kecil biasanya. Hanya saja terlihat begitu ceria untuk anak yang sudah berusia 15 tahun. Apa yang Icha ucapkan selalu dibarengi dengan gerakan tubuh, seperti mengacungkan jari, melambaikan tangan atau sambil berlarian.

“Duaaaa.., duaa..,” ucap Icha, dengan wajah cerianya kembali. Ia menekuk ketiga jarinya sembari menempelkan dua sisanya ke pipi, mencari perhatian orang sekitar.

Hanya kata ‘dua’ yang Icha lontarkan. Apapun itu perbincangan yang ada, ia terus menjawabnya dengan kata tersebut. Dengan kondisinya yang berbeda dengan anak sebayanya, Icha hanya bisa menggunakan kata-kata sederhana dalam berkomunikasi. Icha akan lebih memahami interaksi dengan beberapa gerakan. Setidaknya itulah yang disampaikan oleh Hastari, Ibunya.

“Memang anak ini hiperaktif. Kalau di sekolah malah sampai dieret-eret (digendong paksa) guru,” aku Hastari.

Membesarkan anak dengan keterbelakangan mental tidaklah mudah bagi Suyatmi. Tidak semua orang bisa memahami kebutuhan khusus yang ada pada anak seperti Icha. Perlakuan bullying dan cemoohan tak jarang Icha dan Hastari dapatkan.

“Saya punya anak seperti ini, perilakunya tidak normal seperti anak seusiannya dan beda dengan yang lain. Karena itu banyak yang cemooh saya. Pernah dulu, bahkan gurunya sendiri dari sekolah sebelumnya bilang ‘dasar bocah ra tau adus’ ke anak saya,” jelas Hastari menceritakan perlakuan tidak mengenakan yang sering ia terima dari sekitar.

Karena hal tersebut, ia menasbihkan diri sebagai ibu rumah tangga seutuhnya. Energi yang ia keluarkan menjadi hak bagi anak-anaknya. Merawat dan ‘menjaga’ anaknya menjadi prioritas uatama bagi seorang Hastari. Bukan hanya Icha, Hastari masih memilki dua anak lain yang harus ia urus. Terlebih satu diantaranya memiliki kebutuhan khusus seperti halnya Icha.

Bayangan keluarga sederhana yang bahagia, bak iklan di televisi tidak pernah bisa Hastari bayangkan. Dikaruniai dua anak berkebutuhan khusus bukanlah takdir yang bisa Hastari pilih. Awalnya berat, namun ia tegar menghadapi, membesarkan kedua anaknya dengan sabar. Seperti halnya ibu pada umunya.

“ Awalnya itu saya sempat strees karena banyak hinaan, cercaan, bahkan dari keluarga pun juga masih belum bisa mendukung. Tapi ya kita legowo saja, karena ini apa yang diberikan Allah ke saya. Baik icha atau anak saya yang lain, tetap saya sayang,” terang Hastari, dengan mata berkaca-kaca. (Dompet Dhuafa/Zul)