Hidupi Tiga Anak Seorang Diri, Supiyati Bekerja ?Tiada Henti?

Tangan wanita paruh baya itu tampak sekuat tenaga mengulek kacang tanah yang telah digoreng sendiri olehnya. Ia pun tak lupa menambahkan beberapa sayuran segar yang telah dikukus kedalam cobek hitam, yang kemudian dicampur bumbu kacang berwarna hitam kecoklatan. Pelanggan yang memesan gado-gado pun tampak sumringah dan tak sabar ingin segera menikmatinya.

Siang itu, tatkala mentari terik menyinari bumi, lapak gado-gado milik Supiyati (41) di Gg. Wakaf  RT.12/03 Desa Sasak  Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, sudah ramai dikunjungi pembeli yang telah bertahun-tahun menjadi pelanggan setianya. Supiyati atau biasa dipanggil Yati, merupakan seorang penyandang tuna rungu yang berprofesi sebagai pedagang gado-gado. Ia menekuni kuliner sayuran berbahan bumbu kacang itu sejak remaja. Pun hingga sekarang ia masih setia dengan profesinya tersebut.

Berkat profesinya sebagai pedagang gado-gado, ia mampu membesarkan tiga anaknya seorang diri pasca ditinggal wafat sang suami, Wawin, yang juga penyandang tuna rungu, karena tabrak lari enam tahun silam. Karena peristiwa itu pula, Yati menjadi lebih tertutup, paranoid, dan enggan bertemu dengan orang yang baru dikenal. Kesedihan juga masih menyelimuti lara Yati tatkala ia mengingat peristiwa yang menewaskan suami, hingga ia tak tahu harus kemana mencari pelaku tabrak lari yang belum dihukum itu. Ia hanya bisa pasrah dan menunggu peradilan hakiki datang suatu saat.

Situasi pasca ditinggal kepala keluarga pada awalnya memang terasa sulit bagi wanita asli Tangerang ini. Kerabat dekat Yati, Rina, menceritakan, Yati harus menggendong Aprilianti (9) yang ketika itu baru berusia tiga tahun, untuk ikut dirinya berkeliling berjualan gado-gado. “Dulu si April yang bantu kalo ada yang beli, dia nepok pundak ibunya sebagai tanda ada yang beli,” kenang Rina. 

Meski begitu, Yati tak ingin terlalu larut dalam duka yang tak berkesudahan. Ia curahkan segala daya upaya dan keahlian yang ia miliki demi tiga buah hati yang masih mengenyam pendidikan. Yati mengawali kegiatannya pada pukul 08.00 hingga siang hari. Kemudian ia melanjutkan dagangnya dengan cara keliling kampung hingga maghrib tiba. Begitulah keseharian yang dilakoni Yati setiap harinya.

Yati mengaku dengan berdagang dari pagi hingga petang, hal itu sudah cukup memenuhi kebutuhan ia dan keluarga. Apalagi kebutuhan keluarga ini memang tak banyak. “Alhamdulillah berapa aja Allah kasih harus diterima,” tutur Supiyati dengan bahasa tangannya.

Kesederhanaan memang tampak dari keluarga kecil ini. Mulyadi (17), si sulung yang putus sekolah sejak SMP membantu ekonomi keluarga dengan bekerja serabutan. Sedangkan pola konsumsi keluarga ini pun juga amat sederhana, keluarga Yati biasa mengkonsumsi gado-gado miliknya hampir setiap hari. Hal itu terjadi lantaran Yati tak ingin memaksakan kondisi dimana ia tak mampu untuk membelinya. Ia lebih baik memanfaatkan yang ada dari pada harus berhutang untuk sesuatu yang ia tak mampu melakukannya.

Saeful Bahri (15), putera kedua, menuturkan ia dan keluarga sudah terbiasa hidup serba cukup. Bahkan ia mengaku tak bosan meski harus mengkonsumsi dagangan ibu setiap hari. “Kita gak pernah bosen (makan gado-gado), kata ibu harus dinikmatin apa yang ada,” tutur Saeful dengan wajah yang lugu.

Walau telah berdagang gado-gado selama puluhan tahun, ternyata Yati memendam satu keinginan yang selama ini ia idamkan. Ia ingin memiliki gerobak kecil agar ia tak lelah ketika harus berkeliling menggendong dagangannya. “Cape, sering pegel ibu sekarang,” cetus Yati sembari memegang pundaknya yang sering kesakitan.

Selama ini ia sulit menabung karena kebutuhan pendidikan Saeful dan Aprilianti harus senantiasa dipenuhi, apalagi Yati menjual gado-gadonya dengan harga yang sangat murah, Rp. 3.000, sudah bisa menikmati gado-gado plus lontong miliknya, jauh dari harga yang berlaku sesama pedagang sejenis yang berada dikisaran 6.000 hingga 10.000 rupiah.

LPM Dompet Dhuafa sebagai lembaga nirlaba yang peduli akan kaum papah, membantu Supiyati dalam mewujudkan keinginannya memiliki sebuah gerobak yang akan membantunya dalam kegiatan berniaga. LPM melalui program “Disabilitas Mandiri” menghadiahkan gerobak untuk Yati dari sumbangan para Donatur semua agar ia dapat lebih berdaya seutuhnya.

“Terima kasih Donatur Dompet Dhuafa, semoga gerobak ini bisa bermanfaat bagi saya dan keluarga,” ucap ibu tiga anak ini sumringah. (LPM Dompet Dhuafa/Rifky)

 

Editor: Uyang