Ibadah Dengan 1001 Keberuntungan

Catatan Perjalanan Ibadah Haji Jamaah Dompet Dhuafa Travel

Perjalanan menunaikan haji adalah perjalanan spiritual yang penuh suka-duka dan bersifat individual. Itulah sedikit kesimpulan yang bisa saya ambil, jika saya mendengar dan membaca berbagai pengalaman
dari beberapa sahabat dan penulis yang mengutarakan pengalamannya berhaji. Beberapa kerabat, sebelum saya berangkat juga mengingatkan untuk membawa ‘banyak sabar’, karena akan banyak kejadian yang menuntut kita bersabar.

Satu hal yang agak saya takuti. Perjalanan haji kerap menjadi perjalanan ‘pembalasan-Nya’ atas ulah perbuatan kita. Satu hal yang menguatkan hati kami semua adalah pesan Ustadz Ahmad Shonhaji pembimbing perjalanan kami, adalah berserah diri, dan menerima apa adanya.

Pesawat pun tinggal landas, setelah sedikit upacara pelepasan dari DD Travel dan penyerahan dana infak dari jamaah calon haji kepada Dompet Dhuafa di lounge Bandara Internasional Soekarno  Hatta. Namun, kami tidak langsung menuju Jeddah, akan tetapi transit terlebih dahulu di Dubai. Ini yang saya anggap sebagai keberuntungan pertama.

Menurut jadwal, di Dubai kami akan transit selama 18 jam. Setelah melalui proses pemeriksaan administratif di imigrasi, kami menuju hotel. Ada galau di hati kami, 25 orang jamaah, hanya diberi enam kamar. Satu kamar diisi empat hingga lima orang. Namun, setibanya di lobi hotel lepas tengah malam, ternyata ada kabar gembira yang sampai kepada kami. Rombongan kami dapat jatah kamar tambahan, sehingga totalnya mendapat 13 kamar. Ini keberuntungan kedua.

Pagi harinya, usai salat subuh kami menikmati makan pagi yang nikmat di Dubai. Sempat jalan-jalan pagi yang kemudian menggoda kami beranjangsana ke menara Burj Khalifa yang prestisius di jantung kota Dubai.

Sorenya, kami terbang ke Jeddah dengan Airbus A 380 – 800, sudah dengan pakaian ihram. Sesuai petunjuk, niat umrah akan dilaksanakan di atas pesawat.

Satu-satunya pintu masuk jamaah haji dari seluruh dunia adalah Jeddah. Untuk keluar dari urusan imigrasi saja, kami butuh waktu lebih dari satu jam, dan empat jam lagi untuk keluar bandara. Kami datang di saat injury time, karena dalam waktu beberapa hari, bandara ini akan ditutup bagi jamaah haji. Di tengah kelelahan para petugas, kami bisa keluar bandara menuju penginapan relatif cepat. Beberapa rombongan lain yang sudah ada ketika kami dating justru masih ada di ruang tunggu ketika kami berangkat. Demikian keberuntungan berikutnya yang kami rasakan.

Pagi hari, kami pun masuk kota Makkah, dan langsung menuju Masjidil Haram untuk menyelesaikan tawaf, sai bersama-sama, dan tahalul. Secara pribadi, inilah saat pertama kali saya melihat langsung keindahan arsitektural Masjidil Haram, serta sebuah bangunan kubus yang disebut Ka’bah. Air mata menetes, semua perasaan bercampur menjadi satu.
Pukul sembilan pagi, kami selesaikan seluruh proses umrah. Tentu saja, pilihan untuk langsung ke Masjidil Haram adalah pilihan tepat. Tawaf dan sai bisa dilaksanakan tanpa terlalu berdesak-desakan. Dan kami pun bisa segera melepas pakaian ihram, dan mempersiapkan perjalanan ke Arafah.

Di sela aktivitas ibadah, kami pun menyempatkan diri untuk membayar dam dengan menyaksikan sendiri penyembelihannya di rumah pemotongan hewan setempat. Selain itu, kami juga mengumpulkan sejumlah dana untuk pelanggaran-pelanggaran kecil ketika mengenakan pakaian ihram. Dana itu kami serahkan langsung ke wilayah Nakasyah, di mana banyak pelarian Tenaga Kerja Wanita asal Indonesia yang kurang beruntung. Mohon maaf saudariku. Hanya itu yang bisa kami sampaikan.

Tidak ada waktu terbuang percuma. Waktu luang, diisi dengan pembekalan rohani. Salat berjamaah, taushiahtilawah bersama dan tanya-jawab adalah isi keseharian kami, hingga tiba saat hari tarwiyah. Kami menuju Mina untuk persiapan menuju Arafah. Tenda kami cukup representatif.

Lepas tengah malam, kami menuju Arafah. Situasi memang sudah sangat padat. Jutaan orang bergerak menuju satu titik yang sama dengan cara berbeda. Ada yang berkendaraan, ada yang berjalan kaki. Menurut cerita yang kami dapat, jarak tempuh di hari biasa tidak lebih dari 15 menit, namun bisa molor sampai delapan jam ketika hari Arafah. Malam itu, alhamdulillah kami bisa tiba di Arafah sebelum waktu subuh.

Haji itu (di) Arafah,” demikian hadis Rasulullah. Jadi setiap orang yang menunaikan ibadah haji, harus berwukuf di Arafah. Bahkan bagi jamaah yang sakit, tetap harus hadir walau sebentar. Wukuf di Arafah adalah peristiwa spiritual lain yang kami alami. Dukungan penciptaan suasana di dalam tenda, menjadikan hari Arafah sebagai hari tak terlupakan. Serangkaian ibadah wajib dan sunnah dilaksanakan, diiringi zikir dan do’a hingga matahari terbenam.

Usai wukuf, kami menuju Muzdalifah untuk bermalam, kemudian melanjutkan perjalanan ke Mina untuk melontar jumrah. Ada sedikit peristiwa kurang menyenangkan memang. Tenda yang kami tempati ternyata sudah ditempati rombongan lain. Kami dipindah ke tenda lain yang lebih kecil. Namun, lagi-lagi keberuntungan datang, kami hanya sebentar menempati tenda kecil. Kami pindah ke tenda lain yang lebih besar dengan fasilitas yang membuat rombongan lain geleng-geleng kepala.

Rombongan kecil kami menikmati makan pagi, siang dan malam di dalam tenda sendiri. Tidak antri seperti rombongan lainnya. Ini tentu kerja tim handling Dompet Dhuafa dalam bernegosiasi dengan maktab, dan juga campur-tangan-Nya. Good job!

Sejak awal kami tiba di Jeddah, kami memang tidak bisa menuntut banyak. Rombongan kecil kami, pasti kurang diperhatikan. Tapi ternyata perkiraan itu jauh meleset. Setiap perpindahan lokasi, sejak dari Jeddah, Aziziyah, Mina, Arafah, Muzdalifah, Mina, Aziziyah, Makkah, Madinah hingga ke Jeddah kembali, kami dapatkan kendaraan yang nyaman berkapasitas 52 seat, berpendingin udara, ada toilet.

Kami menjalani perjalanan ibadah haji dengan penuh kenikmatan. Hotel Hilton di Makkah dan Oberoi di Madinah, yang begitu dekat dengan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, sangat membantu kami menjalani rutinitas ibadah dengan nyaman dan menyenangkan serta lebih menikmati ibadah yang kami jalani.

Bimbingan ibadah dan dukungan penuh tim handling lokal, menjadikan perjalanan ibadah ini seperti perjalanan dari satu keberuntungan ke keberuntungan lain. Kami beribadah dengan 1001 keberuntungan yang Allah berikan. Bahkan sampai perjalanan pulang pun, keberuntungan itu masih kami rasakan. Lima tiket kelas ekonomi diubah menjadi tiket kelas bisnis.

Alhamdulillah. !!! Terima kasih, DD Travel.

Zainal Abidin
Ketua alumni ‘Baabur Rahmah’
Rombongan jama’ah haji 1432 H DD Travel