Indahnya Berbagi Melalui Kopi Dinding

Masyarakat pada umumnya, mengenal warung kopi sebagai kedai yang menyajikan kopi, aneka makanan ringan, serta mie instan. Tak hanya menyajikan menu makanan dan minuman,  kedai yang populer dengan sebutan Warkop ini juga dijadikan tempat favorit untuk berkumpul dan berdiskusi. Namun, apa jadinya bila Warkop dijadikan sarana untuk berbagi terhadap sesama?

Berbagi menjadi lebih mudah, ketika istilah Kopi Dinding mulai populer di Kota Padang. Kopi Dinding adalah nama sebuah gerakan berbagi, yang diluncurkan di sebuah warung kopi bernama Lapau Ongga di Pasa Mudiak, Padang, Sumatera Barat. Gerakan Kopi Dinding pun juga membuat grup sosial media yang beranggotakan dari berbagai kalangan, baik pejabat pemerintah, birokrat, pengusaha, akademisi, aktivis, wartawan, budayawan dan lain sebagainya.

Musfiyendra, Pimpinan Cabang Dompet Dhuafa Singgalang, yang juga merupakan anggota gerakan Kopi Dinding dalam artikel yang dimuat di sumbarsatu.com menyebutkan, Heranof pewarta di RRI Padang yang pertama kali memposting sebuah tulisan tentang Kopi di Dinding yang menjadi trend berbagi di Venesia, Italia.

Adalah Dr. Leo Buscaglia yang menulis kisah inspiratifnya. Guru besar itu dalam satu bukunya bercerita tentang “Kelas Cinta”. Sebuah kelas di ruang terbuka halaman kampus yang mengajak para mahasiswa untuk membahas masalah kehidupan yang dapat diselesaikan dengan “cinta” atau “kasih”. Secangkir kopi di dinding adalah wujud cinta yang ikhlas kepada kaum miskin.

Pada satu waktu seorang datang ke kafe terkenal di Venesia. Ia memanggil pramusaji dan memesan kopi. “Kopi dua cangkir, yang satu untuk di dinding” kata si pemesan. 

Segera setelah pria tersebut pergi, si pramusaji menempelkan selembar kertas kecil bertuliskan, “segelas kopi” di dinding kafe. Si pemesan meminum satu, namun ia membayar dua cangkir. Orang di sekitarnya heran.

Di lain kesempatan seseorang lelaki tua masuk ke dalam kafe. Pakaiannya kumal dan kotor. Setelah duduk ia melihat ke dinding dan berkata kepada pelayan, “satu cangkir kopi dari dinding”.

Pramusaji segera menyuguhkan segelas kopi. Setelah menghabiskan kopinya, lelaki lusuh tadi lantas pergi tanpa membayar. Tampak si pramusaji menarik satu lembar kertas dari dinding tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah.

Musfiyendra melanjutkan, kisah inspirasi tersebut, lantas membuat rekan-rekan gerakan Kopi Dinding mencari strategi unik dalam berbagi di Warkop Lapau Ongga. Selanjutnya mengajak relasi secara rutin sarapan di warung tersebut dan melakukan hal yang sama seperti di Kafe Venesia.

“Saya sendiri juga ikut bergabung, bahkan mengajak beberapa teman dari Jakarta ke warung tersebut,” ungkap Musfiyendra dalam artikelnya.

Seiring berjalannya waktu, kini Warkop yang tidak hanya menyajikan kopi namun juga semua jenis minuman dan makanan ini semakin ramai dikunjungi masyarakat. Dikarenakan,  Kopi Dinding di Lapau Ongga ini membuat orang penasaran dan ikut berbagi.

“Ke depannya gerakan Kopi Dinding ini akan dikelola lebih baik dan dikembangkan ke bentuk lain seperti Ampera Dinding, gerakan berbagi di rumah makan. Dompet Dhuafa Singgalang sebagai lembaga sosial akan mengelolanya,” tutup Musfiyendra. (Dompet Dhuafa/Uyang)