Indonesia Mampu Mandiri, Mencapai Swasembada Gula

Indonesia merupakan salah satu negara yang pernah berjaya sebagai negara eksportir terbesar gula di dunia. Namun hal itu kini telah berbalik 180 derajat dan menjadikan posisi Indonesia sebagai negara importir gula terbesar di dunia. Hal tersebut tak lepas dari kebutuhan gula yang juga besar lantaran kultur masyarakat sebagai pegiat rasa manis. Faktor lain, perkembangan perusahaan makanan dan minuman.

Gula kelapa merupakan sebuah produk nasional bangsa Indonesia yang sudah diketahui sejak lama menjadi salah satu produk favorit di luar negeri. Namun, lantaran kalah bersaing lantaran jumlah produksi dan berbagai faktor lain seperti sulit dan mahalnya akses transportasi membuat impor menjadi jalan pintas.

Padahal dilihat dari segi manfaat, gula kelapa mempunyai banyak manfaat karena selain bahan alami juga mengandung kalori yang tinggi, mineral, gula (sukrosa) lebih kecil, Thiamine, Riboflavin, Nicotinic Acid, Ascorbic Acid, protein dan vitamin C. Ia juga bermanfaat untuk terapi asma, kurang darah/anemia, lepra/kusta, dan mempercepat pertumbuhan anak. Manfaat lain gula kelapa adalah untuk meringankan batuk yang disertai demam. Baik untuk makanan awal bagi penderita penyakit typhus, Baik untuk diet, mengurangi panas pankreas, menguatkan jantung, membantu pertumbuhan gigi sehingga kuat.

Indonesia sebenarnya mampu membangkitkan kembali kesuksesannya dalam berswasembada pangan, seperti swasembada beras. Masa keemasan tersebut juga termasuk pada gula kelapa. Besarnya manfaat gula kelapa seharusnya menjadi perhatian untuk mengembangkan gula kelapa sebagai pengganti gula impor. Semua itu bisa dimulai dengan menyiapkan lahan kusus perkebunan pohon aren dan tebu sebagai bahan dasar pebuatan gula. Areal yang cocok untuk tebu dan pohon aren adalah di Kalimantan, Papua, dan Sumatera Selatan, Riau, Sumatera Utara, dan Lampung.

Prediksi Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, total kebutuhan gula nasional tahun 2014 sebesar 5,7 juta ton, terdiri dari 2,96 juta ton untuk konsumsi langsung masyarakat dan 2,74 juta ton untuk keperluan industri. Produksi gula nasional 2,6 juta ton, sehingga pemerintah melakukan ekspor 3,1 juta ton.

Situasi seperti ini perlu dilakukan upaya-upaya untuk merubah ketergantungan kepada gula rafinasi dengan mulai mebudayakan untuk menggantinya dengan gula kelapa atau gula aren. Perlu dorongan untuk mengembangkan dan mempopulerkan gula sebagai produk lokal yang banyak manfaat pangganti gula rafinasi. Stimulasi perlu dilakukan untuk membuat petani meningkatkan produksinya. Kondisi sekarang, antara harga jual petani yang tidak sebanding dengan proses produksi, sehingga para petani hanya menjadikan produksi gula menjadi usaha sambilan selain berladang.

Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa sebagai lembaga pemberdayaan tergerak untuk membantu para petani gula dengan menggulirkan program pengembangan gula kelapa di Pacitan dan Kulon Progo. Program-program tersebut mampu meningkatkan produksi dan kualitas, sehingga produk mitra dilirik oleh perusahaan dengan nilai tawar lebih tinggi di banding petani lain. Mitra juga mampu memasarkan gula secara mandiri. Kemampuan produksi gula mitra mencapai 85 ton Gula pertahun.

Semoga, dengan program pemberdayaan Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa, dapat menjadi inspirasi dan motivasi, agar bangsa ini mampu berdaulat mencapai swasembada pangan, termasuk gula. (uyang/gie)