Inovasi Sosial

I won’t sell the future for short-term profit (Werner von Siemens)

Inovasi atau mati sudah menjadi platform bagi perusahaan yang ingin bertahan dalam kompetisi bisnis yang makin ketat. Sah-sah saja perusahaan berinovasi dalam bisnis, tapi pertanyaannya, apakah inovasi yang dilakukan masih saja bertujuan untuk keuntungan absolut? Bagaimana adab perusahaan mempraktekkan inovasi bisnis? Apakah inovasi bisnis justeru berpotensi mematikan industri kecil?

Tak heran Ambrose Bierce (the Devil’s Dictionary,1906) mengibaratkan perusahaan sebagai“sebuah alat yang lihai untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa tanggung jawab pribadi”.

Apa salah jika perusahaan melakukan inovasi bisnis? tidak demikian, namun perusahaan dapat mulai mempraktekkan inovasi bisnis yang berorientasi sosial. Lebih tepatnya adalah Inovasi Sosial yaitu bagaimana masalah sosial bisa diatasi dengan cara-cara kreatif dan inovatif antara pelaku bisnis dan praktisi social, baik organisasi atau perorangan. Dalam bahasa sederhana, Inovasi Sosial dimaknai sebagai solusi baru bagi masalah sosial dengan cara efektif, efisien dan berkelanjutan dengan menghadirkan sebuah nilai-nilai (value) untuk stakeholder dari sektor pribadi/korporasi (James A.Philis Jr,Kriss Deiglmeier & Dale T.Miller,Stanford,2008)

Ada beberapa perspektif dalam memahami inovasi sosial. Pertamainovasi sosial berorientasi manfaat, lebih luas dari sekedar orientasi keuntungan bagi perusahaan. Inovasi sosial menawarkan solusi permasalahan sosial, ekonomi, lingkungan, dan membuka ruang kepada masyarakat miskin untuk berkreasi hasilkan profit demi kelangsungan hidup mereka. Inovasi sosial tidak saja memberikan keuntungan bagi perusahaan tetapi juga keuntungan bagi komunitas yang dilibatkan. Keuntungan dan kemaslahatan berjalan beriringan.

Inovasi sosial mengkreasi sebuah Nilai (created value)Perusahaan dapat bantu komunitas mitranya memangkas pola pikir pesimis, enggan mandiri,takut berwirausaha, sukar menabung dan penyakit mental-persepsi lainnya. Perusahaan yang melakukan inovasi sosial dapat membantu meningkatkan kapasitas apakah itu ketrampilan, pola pikir, metode, akses dan lain-lain. Pemetik manfaat tidak sekedar dapat meningkatkan penghasilan tetapi kapasitasnya pun ikut meningkat.

Inovasi sosial berorientasi keberlanjutan (sustainability), bukan berorientasi ala RobinHood #datang-bagi-pergi. Maka keliru ketika perusahaan pahami tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) hanya sebatas bagi-bagi sembako, beasiswa, hibah atau bantuan ‘tunai’ lainnya. Model begini periodenya singkat, hanya 1 kali putaran, penerima manfaat juga terbatas. Inovasi sosial menyediakan banyak alternatif pemberdayaan bisnis yang siklusnya lebih panjang, berkelanjutan dan berjenjang karena dapat menyentuh lebih banyak pemetik manfaat.

Inovasi sosial harus menjaga dan mendevelop industri mikro, agar memiliki daya saing produk yang dikehendaki pasar, tahan terhadap guncangan ekonomi dan kesulitan makro yang menghadang. Menjamurnya retail market sampai ke pelosok gang kecil adalah contoh nyata inovasi bisnis yang membonsai gerak pedagang kecil. Inovasi sosial menjaga sebuah dinamika kehidupan agar adil dan sejahtera sehingga tidak ada jarak mencolok (gap) antara pemilik modal dan pelaksana modal.Dalam bisnis sosial, ROI (return of investment) tidak kembali ke investor, tetapi akan dioptimalkan untuk membuka kemaslahatan lebih luas lagi (Muhammad Yunus,Grameen Foundation,2012)

Inovasi sosial dapat menumbuhkembangkan kemitraan sosial. Ingat, perusahaan punya core business-nya sendiri, maka diperlukan mitra untuk menjembatani program sosial agar terimplementasikan dengan baik. Tentu saja gagasan inovatif dan kreatif menjadi prasyarat bagi para organisasi non profit untuk dapat memikat hati pelaku bisnis.

Jika pribadi yang bermanfaat adalah pribadi yang dapat memberikan kebahagian seluas-luasnya kepada orang lain, maka hendaknya pelaku bisnis demikian adanya (trq)