Joko Nurhadi, Senang Menjadi Bagian Orang yang Peduli Kemanusiaan

JAMBI — Bagi sebagian orang menjadi relawan memiliki kesenangan tersendiri. Tanpa dibayar, mereka rela membantu sesama. Raut wajah senang dari warga merupakan bayaran setimpal bagi mereka. Begiu pula dengan relawan Dompet Dhuafa yang satu ini.

“Senang waktu itu bisa menjadi bagian dari orang-orang yang memiliki kepedulian kemanusiaan dari seluruh Indonesia dan mendapatkan pelatihan dalam menghadapi bencana,” begitu kata relawan Dompet Dhuafa Jambi, Joko Nurhadi. Keterlibatannya sebagai relawan di Dompet Dhuafa dimulai ketika menjadi perwakilan dari Jambi di acara gladi relawan indonesia tahun 2011 di Situ Gintung, Tangerang, Jawa Barat. Joko menceritakan waktu itu mewakili Jambi untuk menghadiri undangan dari Dompet Dhuafa untuk gladi relawan Indonesia tersebut.

Joko sendiri memang lahir dan besar di Jambi. Kabut asap yang setiap tahun menutupi Jambi sudah menjadi hal biasa. Tahun ini merupakan yang terparah. Walau begitu, respon masyarakat terhadap kabut asap ini membaik jika dibanding tahun lalu. “Tahun ini masyarakat lebih respon bencana asap yang terjadi, komunitas mulai tergerak peduli untuk aktifitas kemanusiaan seperti bagi-bagi masker di jalanan,” tambahnya.

“Mungkin karena tahun ini asapnya sangat parah, di Jambi sampai saat ini bandara belum ada aktifitas penerbangan komersil, karena jarak pandang yang terbatas. Hanya ada helikopter yang bertugas memadamkan api,” jelas Joko kepada Dompet Dhuafa beberapa waktu lalu. Aktivitas penerbangan di Bandar Udara Sultan Thaha Syaifuddin terpaksa dihentikan. Jadi bila ingin ke Jambi hanya melalui jalur darat. Kalau pun tetap melalui jalan udara, penerbangan hanya sampai Palembang, kemudian lanjut jalur darat kembali.

Bagi pria kelahiran Jambi, 27 tahun silam, tahun ini adalah kali pertama dia menjadi relawan Dompet Dhuafa. Kegiatannya selama bencana asap antara lain membagikan masker untuk pengguna jalan, anak sekolah, aksi layanan sehat di tengah masyarakat, dan pendistribusian air bersih di daerah yang kekeringan. Ada juga bagi masker ke daerah pedesaan saat bersamaan, penyebaran hewan kurban di pelosok daerah.

Perjalanan ke desa itu sendiri harus ditempuh perjalanan darat dan air. Saat penyeberangan pun sempat terombang-ambing di lautan sekitar lima belas menit. Karena jarak pandang yang pendek, sehingga daratan tidak terlihat. Joko menambahkan, kapal sempat berbalik arah sebanyak dua kali, namun dari lautan tidak juga terlihat ujung sungai yang akan tim masuki.

Terkait asap yang memasuki bulan ketiga menyelimuti Sumatera, Dompet Dhuafa pun tidak tinggal diam. Sebanyak lebih dari 20 ribu masker bedah sekali pakai disebar di Provinsi Jambi. Antusias warga pun luar biasa. Masyarakat langsung turut membantu berikan masker gratis ke masyarakat lainnya. Mungkin selama bencana asap baru mereka yang bagikan masker disana.

Menjadi relawan, bagi pegawai Yayasan Insan Madani di Jambi ini dan harus tinggal dengan kondisi yang tidak kondusif seperti ini merupakan sebuah tantangan. Membantu masyarakat lain untuk menjalani kabut asap selama berbulan-bulan tidak mudah, terlebih saat diri sendiri pun juga sakit. Flu dan sesak nafas saat menghirup asap membuat tenggorokan tidak nyaman. Masker pun hanya dipakai ketika bertugas di luar ruangan. Namun, semangat untuk membantu sesama yang menjadi penggerak Joko untuk terus menjadi relawan. (Dompet Dhuafa/Erni)