Kelas Bimbel Di Pematang Sawah

Foto: salah satu murid peserta bimbingan belajar (bimbel) Rumah Cita-cita (RCC) binaan Etoser Dompet Dhuafa, asyik menuangkan isi kepalanya menjadi sebait puisi bertema “Sawah” sebagai tugas pada pertemuan bimbel Selasa (15/3). (ist)

 

PADANG — Mencapai hasil maksimal lewat bimbingan belajar (bimbel) tak melulu harus terpaku dalam bentuk materi dalam kelas. Pendirian Rumah Cita-cita (RCC) sebagai bentuk pengabdian Etoser (penerima beasiswa program Beastudi Indonesia Dompet Dhuafa) menawarkan sistem pembelajaran unik bagi adik-adik binaan yang mengikuti kelas bimbel gratis ini. Menyatu dengan alam juga menjadi konsep pembelajaraan yang memperluas wawasan bagi anak.

“Memotivasi peserta didik untuk lebih semangat belajar selalu kami utamakan. Karena ini membuat mereka semangat dalam poses belajar di Rumah Cita Cita. Sebelum memulai proses belajar mengajar, biasanya sebagai guru mereka berdiskusi dengan peserta didik untuk menyepakati pelajaran apa yang mereka inginkan. Karena adik-adik membutuhkan variasi sumber belajar, tempat yang nyaman dan sesuai dengan materi pelajarannya,” tutur Khairul Anami, Etoser angkatan 2013 yang diamanahi sebagai Kepala Sekolah RCC.

Sore itu, Selasa (15/3), terlihat tiga murid kelas 4 peserta bimbel RCC sangat bersemangat saat Khairul membawa mereka ke pematang sawah untuk membahas salah satu bagian dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, yakni mengenai penulisan puisi.

“Kebetulan setiap hari selasa yang belajar di RCC adalah siswa kelas 3 dan 4, serta salah satu yang bertugas mengajar hari itu adalah saya. Saat saya tawarkan pelajaran hari itu belajar menulis puisi, mereka menjawab setuju dengan penuh semangat,” seloroh Khairul, saat ditemui pada Kamis (17/3).

Ide untuk membawa adik-adik ini ke sawah, bertujuan agar dapat merangsang ide-ide kreatif mereka dalam menulis puisi. Mereka diajak menulis langsung kesawah dengan tugas menulis satu buah puisi bertemakan sawah. Sebelum diberikan waktu menulis dan menuangkan ide-ide mereka kedalam sebuah puisi, mereka diberikan terlebih dahulu penjelasan tentang apa itu puisi dan apa saja yang harus mereka sertakan dalam tugas mereka menulis puisi.

“Saat diberikan kesempatan menulis, terlihat adik-adik sangat semangat sekali dan tidak mau diganggu. Karena mereka sedang konsentrasi mencari kalimat apa yang mau dituangkan dalam sebuah puisi. Saya coba ajak adik-adik ngobrol sambil mereka menulis, tapi mereka malahan pindah duduk dari samping saya, sepertinya mereka tidak mau diganggu,” tambah khairul sambil tersenyum menceritakan.

Dari hasilnya pun beragam. Ada yang bercerita tentang keindahan sawah. Ada juga yang menceritakan tentang profesi petani sebagai bentuk pemahaman yang mereka tangkap dari bentangan pemandangan sawah di hadapan mereka.

“Inilah hasil akhir yang kami harapkan dari metode pembelajaran yang kami berikan. Karena setiap anak memiliki sudut pandang dan keragaman kreativitas yang perlu mereka asah. Jika mereka berada melulu di kelas, maka mereka tak dapat secara leluasa mengembangkan sisi kreatif mereka dalam memecahkan tugas dan masalah. Semoga ke depannya kami dapat menggunakan metode yang lebih kreatif pada pertemuan berikutnya,” pungkas Khairul. (Dompet Dhuafa Singgalang/Nisa/Rul)