?Kepuasan Saya Adalah Melihat Senyum Mereka (Pengungsi Rohingya)?

Sudah seminggu lebih Meli Erlina (30 thn) menjadi relawan di Langsa, salah satu tempat pengungsian etnis Rohingya. Meli bertugas di  dapur umum. Setiap jam dua dini hari Meli bangun untuk memasak nasi untuk 700-an pengungsi.

Meli, demikian sapaan akrabnya sehari-hari ini merupakan pegawai kontrak dari Dinas Sosial Provinsi Aceh bagian Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK). Di pengungsian ini, Meli khusus ditempatkan di bagian dapur umum. Sudah sekitar sepuluh hari perempuan tangguh ini mengabdikan diri menjadi relawan. Lebih tepatnya, sejak pengungsi Rohingya menginjakkan kaki di Langsa.

Menangani masalah sosial bukan hal baru bagi Meli. Anak-anak berkebutuhan khusus, lansia produktif, dan keluarga rentan adalah beberapa masalah sosial yang pernah ditanganinya. Walau begitu, terlibat langsung untuk membantu di daerah pengungsian adalah pengalaman pertama bagi Meli.

Setiap malam, Meli pulang ke rumah untuk mandi dan mengambil baju bersih. Setelah itu Meli kembali ke tempat pengungsian, tidur selama beberapa jam lalu bangun jam dua dini hari untuk menyiapkan makanan bagi pengungsi. Jarak antara lokasi pengungsian dengan rumahnya bisa ditempuh selama lima belas menit menggunakan kereta.

Jiwa sosial sudah mengalir dalam dirinya sejak kecil. Oleh karena itu Meli, yang saat ini sudah menikah, tidak terlalu sulit mendapatkan ijin dari suami untuk menjadi relawan seperti saat ini.

“Masak untuk tujuh ratus orang capek. Tapi itu semua terbayar dengan senyum mereka. Ada kepuasan tersendiri saat melihatnya”, tutur Meli, saat dihubungi Tim Komunikasi Dompet Dhuafa melalui telepon pada Senin (25/5).

Walau tugasnya tidak berinteraksi langsung dengan pengungsi, Meli menyempatkan diri untuk berbincang dengan pengungsi Rohingya tersebut. Hal itu mudah dilakukan karena ada beberapa pengungsi yang bisa berbahasa Inggris dan Indonesia walau tidak dengan struktur yang baku. Menjadi relawan yang terjun langsung seperti ini  adlah aplikasi dari teori yang didapat selama kuliah.

“Tidak ada perubahan sebelum dan sesudah saya menjadi relawan karena jiwa sosial sudah ada dalam hati,” pungkasnya. (Erni)

Editor: Uyang