METESEH, SEMARANG — Seorang bocah lelaki asal Semarang terlihat senang ketika mendapat hadiah kursi roda. Senyum tak berhenti menghiasi wajah bocah berusia 8 tahun tersebut. Dengan alat tersebut, ia akan lebih leluasa dalam bergerak, terutama ketika hendak bermain dengan kawan-kawan sebayanya.
Bocah lelaki yang kuat tersebut bernama Dimas Ahmad Alfirdaus. Sejak dalam kandungan ia sehat-sehat saja. Berkat kegigihan kedua orang tua Dimas dalam memenuhi gizi buah hati pertamanya tersebut. Namun takdir berkata lain, ia terlahir dengan kaki yang mengalami kelainan, dan pendengaran yang kurang baik, hingga membuat sulitnya berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya.
“Setiap diajak berbicara mata Dimas seperti tidak fokus. Kadang kalau di suruh-suruh Dimas juga mau, namun memang agak susah berkomunikasi dengan anak ini,” jelas Komsih Jumiati (36), selaku Ibu Dimas.
Selain itu Dimas juga mengalami pembocoran jantung yang membutuhkan biaya operasi sekitar Rp.200 juta. Alhamdulillah dengan BPJS operasi tersebut dapat dilakukan. Begitu juga dengan kakinya yang telah menerima operasi. Lantaran bukan biaya yang murah untuk membayar operasi tersebut dan mengingat Ayah Dimas yang waktu itu hanya bekerja sebagai buruh harian lepas.
Sehari-hari Dimas hanya merangkak hingga membuatnya sulit untuk bermain. Sebagaimana anak seumurannya seharusnya. Makanya ia sering menghabiskan waktu di rumahnya bersama sang ibu ketimbang di luar.
“Dimas ini senang sekali dengan motor. Kalau pinjam HP selalu buka youtube dan nonton motor-motoran,” tambah ibunya.
Masih banyak Dimas lainnya yang membutuhkan bantuan. Berdasarkan Survei Penduduk Antar-Sensus (Supas) Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015, jumlah Disabilitas di Indonesia sekitar 8,56 persen dari total Populasi Indonesia atau setara 22 juta. Sedangkan di Meteseh, Semarang, Jawa Tengah sendiri, menurut Komsih Jumiati yang juga salah satu pegiat komunitas difabel di sana menuturkan, setidaknya ada sekitar 50 anak difabel, termasuk anaknya sendiri. Mari kita bentangkan tangan kita dan bergandengan bersama-sama untuk membantu kawan-kawan difabel yang membutuhkan. Mengingat kawan difabel tidak selamanya memiliki kehidupan yang selalu tercukupi. Kondisi perekonomian yang kurang membuat mereka menderita beban ganda. Pertama menjadi penyandang difabel, kedua menjadi dhuafa. (Dompet Dhuafa/Fajar)