Lewat Warung Beres, Dompet Dhuafa Jogja Berdayakan Pedagang Angkringan

Sebagian masyarakat, mungkin sudah tidak asing lagi dengan jenis usaha ini. Warung gerobak bertenda kecil sederhana yang sering kita lihat di pinggir jalan. Hidangan khas yang biasa ditawarkan dan menjadi menu utama pun memiliki nama yang unik yang dikenal dengan Sego Kucing (nasi kucing), yakni nasi dengan porsi kecil ditambah dengan lauk sambal teri di atasnya.

Namun, justru kesederhanaan inilah yang menjadi daya tarik Warung Angkringan, salah satu jenis usaha yang menjadi icon Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta ini. Bagi warga yang tinggal di kota pelajar tersebut, makan di warung angkringan sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Selain harganya yang murah, orang biasanya memilih makan di angkringan karena lokasinya strategis dan mudah dijangkau.

Namun, akhir-akhir ini banyak sekali warung angkringan yang kurang menjaga atau abai terhadap kebersihan. Belum lagi, tampilan warung yang sangat kumuh, membuat warung angkringan semakin ditinggalkan konsumennya. Akibatnya pendapatan para pedagang angkringan pun menurun.

Hal tersebut, membuat Dompet Dhuafa Jogja berupaya memberikan solusi masalah tersebut dengan membuat Program Warung Beres (Bersih, Enak, dan Sehat). Program tersebut juga salah satu program besar yang digagas Dompet Dhuafa Jogja untuk pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi.

“Alhamdulillah, program telah berjalan 3 tahun ini, total penerima manfaat dari program ini sekitar 200 kk,” terang Bambang Edi Prasetyo, Manajer Pendayagunaan Dompet Dhuafa Jogja.

Beberapa wilayah yang telah menjadi cakupan pelaksanaan program ini, di antaranya Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunung Kidul.

Bambang menuturkan, masyarakat kini semakin sadar tentang pentingnya makanan yang bersih dan sehat. Hal itu menjadi tuntutan bagi pedagang angkringan untuk menyajikan makanan yang sesuai dengan keinginan konsumen agar dapat bersaing dengan pedagang lainnya.

“Artinya, aspek kebersihan dan kesehatan makanan yang dijajakan salah satu penentu keberlangsungan usaha mereka,” ujarnya.

Untuk mewujudkan warung angkringan yang bersih, enak, dan resik, tentu berbagai upaya telah dilakukan Dompet Dhuafa seperti menyelenggarakan pelatihan hygiene sanitasi dan supervise kebersihan pada warung-warung angkringan binaan, bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul dan Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Semoga para pedagang mampu mempraktikkan prinsip-prinsip hidup bersih dan sehat melalui pendekatan advokasi, bina suasana dan pemberdayaan,” ucap Bambang.

Sejak digulirkan pada tahun 2012 lalu, Bambang menuturkan pencapaian target atau hasil program, tengah dirasakan. Sebanyak 50 pedagang warung angkringan telah berhasil meraih sertifikat layak bersih dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul DI Yogyakarta. Tidak hanya itu, untuk menjalin silaturahmi antar sesama pedagang warung angkringan, Dompet Dhuafa berhasil membentuk Paguyuban Warung Angkringan dengan total sekitar 90 peserta.

Dengan keberhasilan pencapaian hasil program yang dirasakan, Dompet Dhuafa Jogja berharap, semoga para pedagang dapat menerapkan prinsip hidup bersih dan sehat, sehingga warung angkringan dapat kembali menjadi trendmark kota Yogyakarta.

’’Harapannya ya angkringan itu benar-benar jadi icon Jogja, tapi icon yang teringat dengan BERES-nya (bersih, enak, dan sehat),” tuturnya berharap. (uyang)