Manajemen Kepemimpinan Demokratis dan Kunci Tata Kelola untuk Masa Depan Bersama Prof Yudi Latif

Yudi Latif isi kuliah umum di STIM Budi Bakti

BOGOR, JAWA BARAT — Gagasan demokrasi merupakan sebuah gagasan yang menegaskan bahwa pemerintah dijalankan oleh kehendak rakyat. Dalam artian, bahwa suatu negara demokrasi, kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi itu berada di tangan rakyat.

Kekuasaan tertinggi yang berada di tangan rakyat itu dapat mencakup bidang politik atau bidang ekonomi. Apabila kekuasan itu berkenaan dengan bidang ekonomi, maka sistem kekuasaan itu disebut dengan demokrasi ekonomi. Landasan konstitusional demokrasi ekonomi terdapat dalam Pasal 33 UUD 1945.

Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen (STIM) Budi Bakti Bogor menghadirkan Prof. Yudi Latif dalam kuliah umum bertema “Manajemen Kepemimpinan Negara Demokrasi”, pada Selasa (20/2/2024). Dalam dialognya dengan mahasiswa Kampus STIM Budi Bakti, Prof. Yudi memulai paparannya dengan mengajak mahasiswa untuk menyelami hal-hal mendasar mengenai demokrasi dan tujuannya.

“Peradaban negara bangsa bisa berlangsung baik apabila tata kelola politik demokrasi berjalan baik, tata kelola ekonominya adil, dan tata kelola nilai karakter terbentuk dengan baik,” ungkap Yudi.

Baca juga: Yudi Latif: Kebermanfaatan dan Inovasi Entrepreneurship dalam Pengabdian Dompet Dhuafa

Yudi Latif isi kuliah umum di STIM Budi Bakti
Prof Yudi Latif menyatakan bahwa tata kelola demokrasi memiliki peran kunci dalam membentuk tata kelola nilai, karakter, dan ekonomi.

Prof. Yudi Latif mengungkapkan, kondisi Indonesia saat ini mengalami kondisi dengan ekonomi yang terjajah. Seperti halnya yang dikatakan oleh Soekarno, hal ini tercermin dari kecenderungan masyarakat membeli barang-barang dengan harga tinggi.

“Cirinya rakyat membeli barang-barang semahal-mahalnya, kemudian produsen menjual barang semurah-murahnya,” ungkap Prof Yudi Latif.

Demokrasi ekonomi sejatinya mengedepankan kemakmuran masyarakat, bukan sekadar keuntungan kelompok tertentu. Dengan kata lain, dalam sistem ini, kemakmuran dan kedudukan rakyat ditempatkan sebagai fokus utama dan memiliki posisi sentral yang substansial.

Baca juga: Leader’s Insight: Ahmad Juwaini Semangati Insan Dompet Dhuafa Luaskan Manfaat di Bulan Ramadan

Lebih lanjut, Pembina Yayasan Dompet Dhuafa ini juga menekankan bahwa tata kelola demokrasi memiliki peran kunci dalam membentuk tata kelola nilai, karakter, dan ekonomi. Dalam pandangannya, demokrasi tidak hanya menjadi sistem politik, melainkan pondasi integral yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, menjaga tata kelola demokrasi dengan baik menjadi landasan utama untuk membangun masyarakat yang berintegritas dan ekonomi yang berkelanjutan.

“Mencari tata kelola politik ekonomi demi kesejahteraan kuncinya di pengelolaan politik yang baik. Politik bukan kuasa demi kuasa, bukan pemilu demi pemilu. Namun, politik itu punya tugas transformasi sosial masyarakat. Politik yang demokratis punya tugas menjaga keragaman persatuan nasional Indonesia. Namun, jika demokrasi yang hanya menguntungkan segelintir orang kaya, maka akan muncul gejolak di masyarakat,” sambungnya.

Yudi Latif isi kuliah umum di STIM Budi Bakti
Suasana Kuliah Umum “Manajemen Kepemimpinan Negara Demokratis” bersama Mahasiswa STIM Budi Bakti.

Sejak zaman Presiden Soekarno hingga 25 tahun setelah reformasi saat ini, Indonesia menghadapi realitas demokrasi yang mencerminkan ketidaksetaraan ekonomi pascakolonial. Kesenjangan ekonomi ini tidak hanya bertahan. Bahkan, kesenjangan makin meningkat setelah reformasi.

Baca juga: Susunan Pengurus Baru, Upaya Dompet Dhuafa Jadi Organisasi Tangguh dan Adaptif

“Demokrasi membuat kesenjangan ekonomi semakin melebar, persatuan semakin merenggang. Salah satu contoh bagaimana keberpihakan negara yaitu dalam pembuatan UU yang terkait dengan kepentingan rakyat akan sangat lama dibahas, sedangkan UU yang berkepentingan dengan usaha segelintir orang kaya berkuasa akan lebih cepat pembahasan dan pengesahan,” imbuh Prof. Yudi Latif.

Terakhir, Prof. Yudi berpesan mengenai kepemimpinan dan keberlanjutan. Keberlanjutan program paemerintah atau negara seharusnya terlembagakan bukan dengan keberlanjutan kepemimpinan dari hubungan darah. (Dompet Dhuafa)

Teks & Foto: Kampus Budi Bakti & Anndini Dwi Putri
Editor: Dhika Prabowo