Menggali Potensi Zakat Demi Kemaslahatan Umat

Berbicara mengenai potensi sebuah zakat, sebenarnya zakat mampu menjadi sebuah solusi bagi perbaikan ekonomi bangsa di negara ini. Kita harus menyadari bahwa zakat hakikatnya bukan hanya rukun Islam yang ketiga semata, tetapi kita harus mengetahui bahwa zakat berperan pula sebagai pemberdayaan dan distribusi ekonomi. Zakat dioptimalkan untuk perubahan umat.

Potensi zakat yang dimiliki umat Islam cukup besar. Kurang lebih terdapat 33 negara yang umatnya mayoritas beragama Islam. Andaikan zakat itu mampu terkumpul dengan baik, maka dana yang diperoleh cukuplah besar. Kita bisa melihat beberapa negara Islam yang juga mengelola zakat setiap tahunnya.

Sebagai contoh, kerajaan Arab Saudi saja mampu mengumpulkan zakat mencapai kurang lebih Rp 1000 triliun per tahun. Sedangkan negara Islam lain seperti Kuwait bisa mencapai Rp 38 triliun. Untuk negara Indonesia sendiri, potensi zakat yang terkumpul bisa se Indonesia bisa mencapai Rp 200 triliun setiap tahunnya namun belum tergali secara maksimal.

Lalu, bagaimana cara mendayagunakan atau mengoptimalkan potensi zakat? Negara ini bisa mendayagunakan zakat untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya saja melalui diklat kewirausahaan, ketrampilan, atau bahkan pendidikan. Dalam pendayagunaan, ada beberapa kegiatan yang dapat dikembangkan dan dilakukan oleh lembaga amil zakat, misalnya memilah ke dalam tiga kegiatan besar yakni pengembangan ekonomi, pembinaan SDM, dan bantuan yang sifatnya sosial semata.

Kegiatan ini dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan kemampuan lembaga, tujuan lembaga serta kondisi mustahik setempat. Misalnya perlu ada kegiatan yang sifatnya mengadvokasi pemerintah dan masyarakat untuk total menampung masyarakat yang terbelakang di hutan, misalnya. Barangkali perlu juga ada lembaga zakat yang mulai mengurusi persoalan lingkungan hidup.

Indonesia seyogyanya dalam mengoptimalkan zakat sudah cukup berkembang sampai saat ini. Bisa dilihat dengan banyaknya lembaga amil zakat yang sudah terbentuk, salah satunya adalah Dompet Dhuafa dengan mengelola hasil dana ziswaf dengan konsep yang transparan dan itu bisa diterima masyarakat. Seharusnya pemerintah kita terus mendukung dan mencoba meniru dari lembaga yang sudah berhasil mengelola zakat, agar bisa bekerjasama sehingga bisa mengoptimalkan zakat untuk perbaikan ekonomi dan sebagainya.

Kehadiran Dompet Dhuafa di tahun 2015 lalu, telah memberikan manfaat program kepada 11.300.859 jiwa, individu dan layanan. Jumlah penerima manfaat tersebut terbagi dari empat pilar utama dalam divisi-divisi Dompet Dhuafa yakni, Ekonomi, Kesehatan, Pendidikan, dan Sosial Development.  

Realisasi program dari setiap pilar utama Dompet Dhuafa dalam menjalankan amanah donatur terurai dalam program-program pemberdayaan unggulan, di antaranya Program Pendidikan: SMART Ekselensia Indonesia, Beastudi Indonesia, Kampus Bisnis Umar Usman, Makmal Pendidikan dan Sekolah Wakaf.  Program pemberdayaan kesehatan antara lain, Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC), Rumah Sehat Terpadu (RST), dan Gerai Sehat.

Selanjutnya, pada program pemberdayaan ekonomi mencakup seperti, Kampung Ternak Nusantara (KTN), Pertanian Sehat Indonesia (PSI), Karya Masyarakat Mandiri (KMM), Klaster Mandiri, Institut Kemandirian, Social Entrepreneur Academy (SEA), Social Trust Fund (STF), dan Tebar Hewan Kurban. Lalu, pada program Social Development, program-program pemberdayaan yang digulirkan di antaranya, Disaster Management Center (DMC), Migrant Institut (MI) Pemberdayaan Buruh Migrant, Air untuk Kehidupan, Dai Nusantara, dan Sedekah Pohon. Termasuk ragam program pemberdayaan tematik seperti Ramadhan dan Kurban.

Berkaca pada program yang bergulir di tahun lalu, telah menunjukkan bahwa dana zakat mampu memberikan pengaruh dan perubahan hidup bagi masyarakat khususnya kaum marginal untuk menjadi lebih baik. Dengan harapan semakin banyak pula kaum dhuafa yang bisa dibantu dan diberdayakan sehingga mengikis kemiskinan bukan lagi sebuah mimpi.

Jika kita bisa lebih memahami  fungsi atau manfaat zakat, kita pasti merasakan sendiri bahwa sebenarnya zakat bukan hanya mampu membangun etos kerja tapi juga mampu membangun etika kerja. Karena dengan zakat, orang akan mencari yang halal.

Tentu, jika negara ini ingin menggali dan mendayagunakan potensi zakat yang ada, harus ada kesadaran umat muslim diseluruh Indonesia untuk terus berzakat dan mengetahui apa saja manfaat dan fungsi zakat. Rendahnya kesadaran umat Islam mengeluarkan zakat inilah yang menjadi catatan penting bagi semua pihak. Penyuluhan dan kampanye penyadaran masyarakat akan wajibnya mengeluarkan zakat perlu terus digalakkan, karena zakat adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan. (Dompet Dhuafa/Uyang)