Menilik Pemberdayaan Petani Kopi Gayo, Aceh Tengah

Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi terbesar di dunia dengan produksi sekitar 650.000 ton per tahun. Di antara jenis kopi yang terkenal yaitu Kopi Gayo yang dihasilkan di daerah Aceh Tengah. Namun, gempa berkekuatan 6,2 skala richter pada Juli 2013 lalu membuat beberapa perkebunan kopi rakyat di sana rusak yang berakibat pada lesunya kegiatan ekonomi di sana.

Sebagai lembaga sosial yang fokus pada pemberdayaan masyarakat kecil, Dompet Dhuafa berusaha untuk membantu petani kopi di sana untuk bangkit kembali. Desa Jaluk, Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah adalah lokasi yang dipilih bedasarkan hasil survey untuk program pemulihan dan pengembangan ekonomi pasca gempa.

Kopi Desa Jaluk adalah kopi terbaik di Kecamatan Ketol sehingga memiliki harga yang tinggi dibandingkan desa lain disekitarnya. Sayangnya, petani di sana tidak mengolah biji kopi saat dijual kepada tengkulak yang menyebabkan harga jual kopi mereka rendah karena tidak ada nilai tambah.

Karakter petani tidak mau repot serta terbatasnya modal membuat harga jual kopi di sana rendah. Selain itu petani juga melakukan penanaman ulang pohon kopi setelah 20 tahun yang seharusnya 10 tahun sehingga menyebabkan produktivitas kopi menurun. Tidak adanya penyuluhan, pemahaman bertani yang kurang, serta ketergantungan petani kepada tengkulak memperparah keadaan ini.

Petani kopi di Gayo berpotensi mengekspor hasil perkebunannya. Namun, persyaratan internasional menjadi kendala terberat bagi petani, dari segi kualitas dan biaya sertifikasi mulai dari proses cocok tanam hingga pengolahan biji. Oleh karena itu, pengekspor kopi biasanya adalah perusahaan besar yang memiliki badan hukum atau koperasi yang bekerjasama dengan konsumen luar dengan ikatan kontrak tertentu.

Dengan permasalahan tersebut, Dompet Dhuafa melalui Program Community Farming (CF) melakukan pendekatan konsep Agribisnis Berbasis Komunitas dan ramah lingkungan. Program ini diharapkan mampu mengakselerasi peningkatan pendapatan para petani kopi yang saat ini masih terbatas dalam hal akses sumberdaya usaha pertanian melalui pola pendampingan on farm dan off farm. Selain itu penguatan organisasi/kelembagaan kelompok-kelompok petani dilakukan agar tumbuh dan berkembang secara mandiri dan berkelanjutan.

Fokus program ini adalah petani kecil. Kegiatan program dimulai dari aktivitas persiapan, penanaman, panen dan pemasaran dikelola bersama melalui pendekatan bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan.

“Sinergi antar petani diperlukan untuk memperkuat usaha masing-masing yaitu dengan mengkonsolidasikan sumberdaya pertanian yang dimiliki komunitas, pengelolaan secara terpusat dan intensif dengan melibatkan petani-petani anggota kelompok sebagai pelaksana, pengelola dan pendamping program,” ujar Jodi H Iswanto, Direktur Pertanian Sehat Indonesia (PSI) Dompet Dhuafa.

Pembentukan kelompok tani juga dilakukan dengan memprioritaskan orang-orang yang masuk dalam klasifikasi mustahik (ashnaf fakir miskin) sesuai standar yang disepakati dalam program ini. Sasaran utama anggota dalam kelompok tani adalah petani kecil dengan luas lahan kurang dari 3.000M2. Sasaran lain adalah calon non mustahik sebagai mitra strategis, kelompok lolos seleksi administrasi dan kekompakan kelompok, bersedia melakukan konsolidasi lahan sebagai hamparan usaha tani komunal, serta mau dan mampu bekerjasama secara kelompok.

Program CF Aceh efektif berjalan pada Bulan Oktober 2014 bersamaan dengan ditempatkannya seorang pendamping sarjana di Lokasi Dampingan. Petani dampingan telah membentuk 10 kelompok tani untuk membangun wadah belajar dan kerjasama sebagai unit-unit produksi. Di atas kelompok tani dibangun wadah usaha bersama yakni kelembagaan gabungan kelompok tani kopi program petani desa berdikari bernama Gapoktan Musara Pakat.

“Pengetahuan teknologi adalah faktor kunci yang akan membantu dalam pencapaian peningkatan produksi dan nilai tambah produk kopi rakyat. Pengembangan Demplot Kopi dengan teknologi tepat guna pun sudah dilaksanakan pada Februari lalu,” paparnya.

Program CF mendorong terciptanya kelembagaan usaha kopi hulu sampai hilir milik komunitas sehingga mampu melaksanakan produksi buah kopi secara baik dan berkualitas, selanjutnya mengolahnya hingga menjadi produk kopi yang bernilai tambah dan dipasarkan dengan harga yang ekonomis.

Harapan program CF ini selanjutnya mampu untuk menguatkan usaha tani milik anggota dan membangun usaha komunitas sehingga pendapatan petani pun meningkat secara signifikan. Program CF Aceh mendorong petani membangun kelembagaan untuk secara bersama-sama melaksanakan konsolidasi sumberdaya mereka guna terwujudnya usaha tani kopi sehat varietas lokal Aceh (mutiara dan mustika sari) yang mencapai skala ekonomi. Tujuan akhir program adalah peningkatan pendapatan petani anggota program CF.

“Sehingga diharapkan komunitas mampu memproduksi kopi yang memenuhi kriteria 3K yaitu Kuantitas, Kualitas dan Kontinyuitas,” harapnya. (PSI Dompet Dhuafa/erni)

 

Editor: Uyang

“22 tahun Dompet Dhuafa Tumbuh Bersama, mari bergandeng tangan wujudkan kemandirian”