Meningkatkan Derma Zakat Sebagai Kewajiban

Menjadi salah satu kewajiban, bahkan rukun dalam ajaran Islam. Namun rasanya sampai saat ini ibadah zakat belum mendapatkan perhatian yang semestinya dikalangan umat muslim, baik dalam segi pemahaman dan pelaksanaannya. Bisa dikatakan, membuat zakat menjadi ibadah yang cukup terlupakan ditengah-tengah umat muslim seantero dunia.

Selain itu, selama ini permasalahan zakat sangat sering hanya diangkat pada bulan Ramadhan saja, dengan anggapan bahwa zakat itu hanya terkait dengan bulan Ramadhan. Namun faktanya, permasalahan zakat sebetulnya bukan hanya permasalahan di bulan Ramadhan. Umat Islam dapat menunaikan ibadah zakat setiap bulannya melalui melalui zakat profesi.

Rizki berupa harta yang melimpah dan kekayaan, kesemuanya itu merupakan bentuk amanah yang harus kita jalankan sesuai dengan perintah Allah Swt dan bukan semata-mata milik kita semua. Dari rizki melimpah tersebut, ada sebagian hak orang lain yang wajib ditunaikan dan disisihkan dari penghasilan kita. Sebagaimana Firman Allah Swt,

“…Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta).(QS. Al-Ma’arij (70): 24-25)

Zakat profesi bisa diartikan sebagai zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (berupa gaji, upah atau honor) jika sudah mencapai nilai tertentu (nishab). Profesi yang dimaksud mencakup profesi pegawai negeri sipil (PNS) atau swasta, dan lain-lain.

Harta yang kita peroleh dari apa-apa yang kita usahakan apabila telah mencapai nisab atau haul maka hal itu wajib dizakati, termasuk gaji. Perintah zakat atas profesi atau gaji juga terkandung dalam Surat Al-Baqarah ayat 267, Allah Swt berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik”.

Ulama menjelaskan zakat wajib dipungut dari gaji ada dua pendapat ulama dalam hal ini. Zakat profesi atau gaji digambarkan dengan zakat pertanian. Ada dua pendapat yang berbeda dalam perhitungan zakat ini. Perbedaannya pada sandaran yang digunakan. Pendapat pertama menyandarkan zakat penghasilan pada zakat pertanian dan pendapat kedua menyandarkan pada zakat perdagangan.

Pendapat pertama menyatakan bahwa bila total penghasilan dalam setahun melebihi nisab 750 kg beras maka kekayaan yang dimiliki sudah terkena wajib zakat. Besarnya zakat yang harus dibayarkan adalah sebesar 5% dari penghasilan. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bila total penghasilan dalam setahun melebihi nisab 85 gram emas maka kekayaan yang dimiliki sudah terkena wajib zakat. Besarnya zakat yang harus dibayarkan adalah sebesar 2.5% dari penghasilan.

Untuk terus dapat menjalankan ibadah zakat, salah satu cara adalah dengan menyusun perencanaan keuangan untuk tetap bisa berzakat adalah begitu mendapatkan rizki, segera menyisihkan sebagian untuk tabungan zakat. Dengan membuat tabungan zakat akan memperingan beban jika waktu berzakat telah tiba.

Untuk umat muslim yang hidup berkecukupan tidak ada masalah dalam pengaturan seperti ini karena harta yang melimpah seakan tidak mengurangi apa yang dimilikinya. Sedangkan yang berkantong tipis harus benar-benar mengatur keuangan untuk berzakat. Jadi menyiasati untuk kepentingan berzakat memang sangat perlu.

Apabila tidak segera disisihkan maka zakat tersebut akan termakan oleh kebutuhan lain. Kebutuhan demi kebutuhan hidup yang tidak akan pernah ada usainya. Memang sudah menjadi kodrat, bahwa nafsu manusia selalu merasa “kurang”. Keinginan satu terlaksana, ada keinginan kedua. Keinginan kedua tercapai, ada keinginan yang lain. Demikian seterusnya. Sehingga jika selalu memburu nafsu untuk memenuhi segala keinginan, penghasilan berapa pun tidak akan pernah cukup.

Sudah saatnya, umat muslim memperhatikan manajemen keuangannya agar dapat menjalankan ibadah zakat sesuai dengan syariat Islam. Zakat profesi juga bisa dijadikan investasi akhirat selain infak, shodaqoh, dan wakaf.

Persoalan mendasar ketika seseorang minim sekali rasa cintanya untuk berzakat itu bisa terjadi karena kurangnya pemahaman. Seharusnya umat Islam harus wajib mengetahuinya. Setelah dia memeluk agama Islam dia tahu akan kewajiban-kewajibannya.tapi terkadang ada juga yang belum mengetahui disini akibat kurangnya informasi tentang zakat, atau dia sudah mengetahui namun belum tahu bagaimana tata cara berzakat dalam Islam.

Maka sangat perlu adanya sosialisasi secara masif, kepada ustadz, mubaligh dan lainnya supaya ini dimengerti dan tentu saja ada lembaga yang mengelola seperti contoh Dompet Dhuafa. Dan itu sangat luar biasa. Dengan adanya saluran ini orang kemudian tidak mau pusing, biasanya mereka mencari lembaga pengelola zakat yang terpercaya. Tentunya lembaga yang mempunyai kredibiltas, bisa mengelola dengan baik dan ini bisa menjadikan solusi dan menumbuhkan kecintaan umat juga dalam berzakat.

Oleh karena itu sebagai orang yang beriman, setiap diri kita sudah selayaknya membuat perencanaan, agar mulai saat ini kita bisa menjaga kebiasaan amal sholeh. Sebagaimana Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita untuk senantiasa melanggengkan amal sholeh kita, karena amal sholeh yang terus menerus dilakukan secara berkesinambungan lah yang paling dicintai oleh Allah SWT, walaupun itu sedikit. Wallahu a’lam bi showab. (uyang/berbagai sumber)