Menuju Perdamaian Dunia Melalui Seminar Islam

 

 

NEW YORK-Sudah banyak yang mengetahui negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia adalah Indonesia. Mendengar kata ‘Indonesia’, kita juga teringat dengan keragaman suku, bahasa, dan budaya yang dimiliki negara kepulauan terbesar kedua ini. Dengan beragam suku, bahasa, dan budaya Indonesia tetap rukun, terlebih dengan beragam pemeluk agamanya. Bhineka Tunggal Ika yang menjadi perekat bagi bangsa Indonesia untuk hidup rukun hingga saat ini.

Indonesia mempunyai bahasa nasional sebagai bahasa pemersatu untuk 720 bahasa daerah serta 1200 suku. Beragam suku dan budaya tetap bertahan tanpa mempunyai rasa bahwa suku dan budaya-nya lebih ‘tinggi’ dibanding yang lain. Lalu, bagaimana dengan agama?

Islam, sebagai agama dengan mayoritas pemeluknya di Nusantara, terlanjur dianggap sebagai agama yang ekstremis dan lekat dengan terorisme. Anggapan yang terlanjur salah tersebut selayaknya diubah. Islam mengajarkan kerukunan antarmanusia dan kesamaan martabat bagi semua orang. Sebagai negara dengan pemeluk Islam terbanyak di dunia serta memiliki beragam suku dan budaya, sangat mungkin Indonesia menjadi tempat studi bagi toleransi dan perdamaian dunia.

Seminar internasional tentang Islam di Gedung PBB pada 29 Mei lalu sepertinya bisa menjadi langkah awal bagi berubahnya paradigma yang salah tentang agama Islam. Seminar ini menarik dibandingkan seminar Islam lainnya karena untuk pertama kalinya, seminar tentang Islam diselenggarakan di gedung organisasi perdamaian dunia itu.

Seminar itu diisi oleh lima narasumberyaitu Dahlan Iskan (Mantan Menteri BUMN RI), Imam Shamsi Ali (tokoh muslim amerika asal Indonesia), Ahmad Juwaini (Presiden Direktur Dompet Dhuafa), James Hoesterey (Assistance Professor dari Emory University), dan Chiara Formichi (Associate Professor dari Cornell University).

Dahlan Iskan mengatakan bahwa media mainstream saat ini masih mendiskreditkan umat Islam. Diharapkan, selepas seminar ini ada tindak lanjut untuk mengubah media mainsteram tersebut. Lebih lanjut lagi Dahlan Iskan mengatakan membangun kekuatan ekonomi merupakan cara paling efektif agar dunia memandang Islam di Indonesia.

Imam Shamsi Ali mengatakan dalam Islam terdapat budaya yang menempel pada Muslim. Oleh karena itu Islam tidak seharusnya dipandang hanya dari sisi warga di negara-negara di Timur Tengah.

Ahmad Juwaini menuturkan, radikalisme serta terorisme yang terjadi di negara-negara muslim yang terjadi karena kemiskinan bisa dibenahi dengan kegiatan amal dan dan pemberdayaan oleh organisasi non-profit. Kegiatan tersebut bisa menjembatani perbedaan pemikiran agama.

James Hoesterey lebih memfokuskan pada kesalahpahaman persepsi terhadap Islam dan Umat Islam di negara Barat. Penelitian yang dihasilkan oelh James menghasilkan bahwa Islam mengajarkan perdamaian, berperilaku santun, dan hidup damai. Hal in jauh berbeda dengan persepsi Barat terhadap Islam.

Jihad tidak hanya sebatas pada perang, tetapi juga upaya sungguh-sungguh dalam berbagai bidang kehidupan, begitu menurut Chaira Formichi. Kesalahpahaman yang terjadi antara muslim dan non-muslim selama ini perlu diubah dengan cara adanya interaksi untuk saling mengenal. Kesalahpahaman pun bisa diminimalisir sehingga kerjasama dalam rangka perbaikan kehidupan bisa tercipta.

Indonesia, dengan segala kelebihannya, mampu mengubah cara pandang di masyarakat dunia, khususnya negara Barat mengenai Islam. Semoga dengan seminar ini perdamaian dunia internasional bisa tercipta. Amin. (Dompet Dhuafa/Erni)