Meski Berkursi Roda, Nurjanah Mampu Move On

Sambil menjalankan sendiri kursi rodanya, perempuan berusia 33 tahun itu datang secara rutin untuk menjalani terapi di unit fisioterapi Rumah Sehat Terpadu (RST) Dompet Dhuafa. Perempuan itu bernama Nurjanah. Ia diagnosa dokter spesialis bedah tulang RST Dompet Dhuafa menderita penyakit Fraktur Kompresi Lumbal 1, yaitu salah satu segmen tulang belakangnya patah sehingga gerakannya sangat terbatas.

Sudah kurang lebih 11 tahun tepatnya di tahun 2003, ibu satu anak ini harus menerima keadaan kakinya yang lumpuh akibat terjatuh saat bekerja. “Saya jatuh dari ketinggian 8 meter di sebuah pabrik tempat saya bekerja. Saat itu saya jatuh dengan posisi duduk dan sempat tidak sadarkan diri,” ucap Nurjanah.

Ia menuturukan dirinya sempat mengalami koma selama 2 pekan. Setelah sadar dari koma tersebut, Nurjanah kaget karena tidak bisa menggerakan kakinya sama sekali. Pasca kejadian tersebut, Nurjanah hanya bisa terbaring di tempat tidur.

Ia pun menjalani pengobatan secara medis dengan dibiayai oleh pabrik tempatnya bekerja. Namun setelah beberapa lama menjalani pengobatan, perkembangan signifikan yang diharapakan tak kunjung tampak.

Saat itu sempat terlintas dalam benaknya untuk beralih ke pengobatan alternatif berbekal pesangon yang diberikan oleh pabrik tempatnya bekerja. Semenjak terjatuh dari ketinggian 8 meter dan lumpuh, Nurjanah memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya.

“Saya mendapatkan pesangon sebesar Rp 24 juta dari pabrik tempat saya bekerja. Tadinya uang tersebut akan saya gunakan untuk berobat, namun ternyata uang itu dibawa kabur oleh suami saya sendiri,” ungkapnya sambil menitikan air mata.

Nurjanah yang gerak tubuhnya sangat terbatas memang hanya bisa mengandalkan suaminya saat itu untuk mencairkan uang tersebut. Namun tanpa disangka cek dan suaminya pun tidak kembali sampai sekarang.

Sudah jatuh lalu tertimpa tangga, mungkin seperti itulah gambaran hidup Nurjanah. Setelah ditinggal kabur oleh suaminya, Nurjanah dengan segala keterbatasannya pun harus menghidupi anak semata wayangnya yang saat itu berusia 3 tahun, ibu kandung dan kakeknya yang mengalami gangguan kejiwaan, serta neneknya yang menderita penyakit stroke.

Untuk menyambung hidup, dengan menggunakan kursi roda pemberian seorang dermawan ia pun mengais sisa-sisa sayuran di pasar untuk lauk makan sehari-hari, sementara itu ibunya sempat mengemis di jalanan. “ Uang hasil mengemis saya gunakan untuk membeli beras dan susu,” ujarnya.

Bertahun-tahun menjalani kehidupan dari bantuan dan belas kasihan orang lain, akhirnya kini Nurjanah pun mulai bangkit dan berjuang untuk meneruskan kehidupannya. Dengan modal hasil dari buruh cuci gosok, kini Nurjanah mampu menambah penghasilan dengan berjualan kue yang dititipkan di warung-warung.

“Kadang anak saya suka membantu berjualan dengan membawa kue-kue tersebut ke sekolah dan menitipkannya di kantin,”ucapnya.

Meski berjuang sendiri menghadapi kerasnya kehidupan untuk menghidupi anak, ibu, nenek dan kakeknya di tengah keterbatasan, tak menyurutkan niat Nurjanah untuk sembuh. Ia pun terus berusaha berobat ke pengobatan alternatif dari kampung ke kampung. Hingga pada akhirnya seorang teman mendaftarkan Nurjanah ke Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) Dompet Dhuafa.

Dari LKC, ia pun dirujuk ke RST Dompet Dhuafa. Di RST, Nurjanah ditangani oleh dokter spesialis bedah tulang dan direncanakan untuk segera mendapatkan tindakan operasi Laminektomi dan pemasanganpedicel dan screw untuk mensupport dan menstabilkan segmen tulang belakang yang patah. Diperkirakan biaya operasi tersebut mencapai Rp 45 juta dengan manfaat yang didapatkan adalah menghilangkan nyeri dan menambah mobilitas Nurjanah nantinya.

Bertahun -tahun menjalani kehidupan dengan berbagai cobaan yang datang bertubi-tubi, sebagai seorang manusia biasa Nurjanah pun sempat merasakan kekecewaan terhadap kehidupan yang ia jalani. “Kadang saya merasa hidup ini tidak adil, saya yang hanya seorang diri dengan kondisi seperti ini harus mengurus orang-orang yang saya sayangi,” ucapnya.

Namun, ia tak menyerah. Ia masih terus bersemangat untuk ibu dan anak saya. “saya harus kuat,” tegasnya. Dalam perjuangan tunggal melawan beratnya beban kehidupan, dalam hati kecilnya, Nurjanah pun meyakini di balik ujian yang ia alami ini akan ada kebahagiaan suatu saat nanti. (tie/gie)