Serunya Mualaf Asal Korea Selatan Berbagi Inspirasi Di Mualaf Talks

BOGOR, JAWA BARAT — Pagi itu, ratusan jamaah menghadiri Mualaf Talks yang diinisiasi oleh Pesantren Mualaf Indonesia dari divisi Dakwah Dompet Dhuafa. Gelaran yang berlangsung hybrid tersebut mengusung tema “Menjadi Muslim yang Berdaya dan Menginspirasi” menghadirkan Son Ju Yeong alias Muhammad Son, yang merupakan Mualaf asal Korea Selatan sebagai narasumber utama, dan dipandu oleh Islamic Content Creator, Yudhi Darmawan. Turut membuka acara yaitu Drs. H. Tarmizi Tohor, MA., selaku Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Republik Indonesia, dan Juperta Panji Utama, selaku GM Layanan Sosial Dompet Dhuafa.

“Saya dulu sangat benci sama Islam. Sebelum sadar, saya berpikir manusia adalah paling cerdas, maju dan pemilik bumi. Awalnya saya juga pikir bahwa Islam berlebihan. Kenapa harus shalat, kenapa harus wudhu sebelum shalat. Makan harus tangan kanan, menutup aurat juga, itu awalnya buat saya sebel. Karena di negara saya, kalau musim panas lebih panas dari Indonesia. Karena nakal, sebelum masuk Islam saya sempat jebak 80 tim saya, yaitu pekerja dari Indonesia melalui makanan. Saya kasih makanan mengandung babi dan minuman soju. Banyak yang menolak dan melawan itu, hingga akhirnya ada yang benar-benar melawan dengan dakwah. Nah, dari situlah saya mulai mencari tahu tentang Islam,” jelas Son Ju Yeong alias Muhammad Son, Mualaf Asal Korea Selatan, membuka Mualaf Talks di Aula Masjid Al Madinah, Zona Madina Dompet Dhuafa, Parung, Bogor, pada Minggu (19/12/2021) pagi.

Kemudian Son yang memeluk Islam sejak bersyahadat pada 30 Juni 2018, merasa mendapatkan hidayah masuk Islam berawal melalui perantara orang-orang Indonesia. Di Korea Selatan ia membantu TKI di sana selama 17 tahun. Sebagai mandor di sana, menjadikannya cukup mahir berbahasa Indonesia. Perjalanannya bersama para TKI Indonesia, lama-lama membuatnya penasaran ingin tahu tentang Islam.

Son juga menceritakan bahwa di negaranya, image yang dibangun untuk anak-anak dan orang di sana, bahwa Muslim atau Islam itu yang jelek-jelek saja. Hanya saja kekerasan, terorisme dan banyak kejelekan saja. Namun, di satu titik ia sadar. Jika Islam itu keras dan teroris, mengapa ia tidak mati saat berada di tengah orang Islam dan berkunjung di negara muslim, seperti Indonesia? Itu semakin membuatnya mantap mempelajari Islam.

“Setelah mempelajari, saya tertarik dengan ayat-ayat Allah SWT. Semakin hari saya belajar, saya semakin ingin memperdalamnya. Sebagai orang yang dulunya senang bermaksiat, ayat-ayat Allah membuat saya takut, yaitu karena Allah senantiasa bersama kita, melihat kita, tahu gerak-gerik kita. Di situlah saya semakin mantap menjadi muslim,” tegas Son.

Mengantar kemeriahan gelaran Mualaf Talks, Juperta Panji Utama, selaku GM Layanan Sosial Dompet Dhuafa, berpesan kepada para mualaf, yaitu jangan berlama-lama menyandang status mualaf. Setelah syahadat, para mualaf harus berproses menjadi muslim yang berdaya. 

Senada dengan Panji, Drs. H. Tarmizi Tohor, MA., selaku Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Republik Indonesia, memberikan paparan yaitu “Sebagai penguatan dalam pembinaan, para mualaf perlu mendapatkan tiga bekal, yaitu Pembinaan mental dan budaya, Pembinaan Agama, serta Pembinaan Lingkungan. Sehingga kedepannya para mualaf tidak hanya sekedar masuk Islam, tetapi juga memahaminya dengan baik.” (Dompet Dhuafa/Taufan YN)