Mursida Rambe, Dirikan BMT Demi Kesejahteraan Dhuafa

Masih hangat dalam ingatan Mursida Rambe, ketika rumah orang tua temannya dieksekusi oleh rentenir karena tidak mampu membayar hutang. Padahal orang tua temannya adalah pedagang kecil di pasar tradisional di kawasan Sumatera Utara. Mursida memang anak pedagang kecil. Namun, peristiwa yang dilihat oleh mata kepalanya sendiri membuat Mursida semakin bertekad keras untuk memberantas  rentenir.

Lahir dan besar di Sumatera Utara, Mursida pun merantau ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Dakwah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Lulus pada 1993, Mursida mengikuti berbagai pendidikan dan pelatihan (diklat) tentang ekonomi syariah pada rentang 1994-1995.

Bersama seorang temannya, Mursida meneguhkan diri untuk mendirikan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang saat itu pertama kali ada di Yogyakarta. Bermodal niat baik untuk melakukan perubahan bagi kaum dhuafa, Mursida mengajukan pinjaman modal senilaiRp 1 juta  kepada Dompet Dhuafa, untuk mendirikan BMT Beringharjo pada akhir 1994. Lokasinya di pelataran Masjid Muttaqien Pasar Beringharjo, Yogyakarta.

Setelah berjalan lebih dari dua puluh tahun, kini BMT yang didirikan Mursida dan temannya sudah tersebar di lima provinsi yaitu Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan lima belas kantor cabang. Keseluruhan BMT ini dibantu oleh 140 pegawai. Berkembangnya BMT tidak lepas dari dukungan dana dari Dompet Dhuafa.

“Alhamdulillah, tekad dan keinginan saya untuk mendirikan BMT juga tidak terlepas dari dukungan Dompet Dhuafa, saya sangat berterima kasih,” ungkap Mursida.

Semangat Memberantas Rentenir

Semangat untuk memberantas rentenir masih membara dalam hati Mursida. Mengetahui fakta di lapangan bahwa banyak pedagang di Pasar Beringharjo yang terjerat hutang oleh rentenir membuat Mursida dan temannya membuat ‘tandingan’ dengan mendirikan BMT. Tujuannya lebih dari sekedar memberantas rentenir. Mursida dan temannya berniat untuk secara perlahan memperkenalkan tentang ekonomi syariah kepada para pedagang.

Oleh karena itu, Mursida sering berkunjung  di sekitar Masjid Al-Muttaqien untuk membujuk pedagang yang rajin salat Dzuhur agar mengalihkan pinjaman dari rentenir ke BMT yang didirikannya. Perlahan, pedagang mulai beralih.

BMT yang didirikannya tidak sebatas sebagai lembaga simpan pinjam. Mursida mengatakan ada tiga visi dari BMT ini yaitu edukasi syariah, pemberdayaan, dan menekan gerakan rentenir. Sebagai lembaga dakwah, Mursida ingin agar pedagang yang menajdi nasabahnya hidup berlandaskan syariah. Pemberdayaan pun penting dilakukan. Justru inilah kuncinya.

“Pemberdayaan harus dikawal karena uang yang dipinjamkan bisa berubah fungsi dari produksi menjadi konsumsi”, jelas Mursida .

Wanita kelahiran Pangkalan Brandan (Sumatera Utara) 21 Oktober 1967 ini pun menginginkan nasabahnya untuk lepas dari jeratan rentenir, khususnya pedagang kecil. Hal ini diakuinya sulit. Rentenir sudah mengakar puluhan tahun. Selain itu pedagang masih terjebak dengan kemudahan pinjaman dari rentenir.

“Rentenir itu menggunakan uang sendiri sehingga tengah malam pedagang pinjam uang pun bisa. Beda dengan lembaga kami yang membutuhkan prosedur peminjaman karena ada amanah uang pedagang”, jelas ibu tiga anak ini.

Tidak hanya simpan pinjam. Mursida pun membuat program sosial untuk para nasabahnya. Program sosial tersebut di antaranya beasiswa kepada anak nasabah dari sekolah dasar hingga menengah. Jadi, selain orang tua dibantu dalam perdagangan, anaknya pun juga dibantu.

Selain itu, ada juga program Bina Mitra yang merupakan program pendampingan selama satu tahun yang terdiri dari pelatihan dan pembinaan. Bentuknya berupa pelatihan spiritual dengan penekanan pada pencapaian usaha yang maksimal dan berkah.

Dibalik usaha yang dilakukan, Mursida mengaku merasa rugi kalau hanya berbicara omzet. Lebih dari itu, Mursida bercita-cita untuk membangun peradaban. Usaha yang dilakukan tidak boleh berhenti pada visi. (Dompet Dhuafa/Uyang)