Ngadiyakur, Bangkitkan Kembali Kejayaan Kesenian Lukis Payung (Bagian Satu)

KLATEN – Daerah Juwiring, Kabupaten Klaten, sudah lama menyandang nama sebagai sentra payung lukis. Gaungnya, terdengar sejak zaman kerajaan dulu. Biasanya payung lukis digunakan untuk berbagai acara besar seperti penikahan, pemakaman atau festival kerajaan. Sayang, kini pengrajin payung lukis tidak seramai dulu. Profesi tersebut, lambat laun tergeser oleh zaman. Anak muda memilih menjadi buruh pabrik atau hal lain yang dianggap lebih ‘halus’. Payung lukis, mulai kehilangan generasi penerus. Namun ada beberapa orang yang gigih untuk tetap pada jalan pengrajin payung lukis. Mereka percaya, bahwa kerajinan tersebut bisa kembali jaya, salah satunya Ngadiyakur (52).

“Kerajinan ini sudah ada sejak zaman kerajan. Memang daerah Juwiring sudah terkenal dengan produksi payung lukisnya,” terang pria kelahiran 52 tahun lalu.

Menekuni kerajinan lukis payung sejak 1999, Ngadi begitu ia disapa terus konsisten untuk setia pada profesi tersebut. Walau lambat laun, payung lukis mulai termarjinalkan. Pertemuannya dengan Dompet Dhuafa pada 2015 lalu, mengubah pola produksi payung lukisnya. Ngadi memutuskan untuk membentuk kelompok pengrajin yang dinamakan ‘Ngudi Rahayu’. Bersama 25 anggota, Ngadi menjajak babak baru pada industri payung lukis.

“Perubahan sangat banyak ya, terutana di permodalan itu. Bukan hanya modal terus dilepas. Tapi ada pembinaan selama dua tahun. Di situ kami banyak belajar dan konsultasi yang membuat berkembang seperti sekarang. Kami tidak hanya produksi, namun juga menyentuh pemasaran,” jelasnya.

Payung lukis produksi kelompok Ngudi Rahayu berhasil menembus pasar nasional. Tidak jarang karya mereka dipesan hingga ribuan untuk kebutuhan festival nasional di kota-kota besar di Indonesia. Dinding show room payung lukis Ngudi Rahuyu penuh dengan foto-foto dari artis ataupun public figure yang mengenakan karyanya. Payung lukis perlahan mendapatkan lagi karismanya hingga kini Kelompok Payung Lukis Ngudi Rahayu berjumlah 40-an anggota.

“Dulu awal membentuk ada 25 anggota. Sekarang jumlah pengrajin terus bertambah dan sekarang sudah 40-an anggotanya,” aku Ngadi. (Dompet Dhuafa/Zul)