Pekan Menyusui Se-Dunia, Dompet Dhuafa Ajak Masyarakat Lestarikan Bumi, Ibadah, dan Melahirkan Generasi Sehat

SIARAN PERS, JAKARTA — “Maka, pandemi ini juga jadi peringatan dalam pengelolaan merawat Bumi. Seharusnya yang kita suarakan, mendukung ibu menyusui itu berkontribusi signifikan bagi menyelamatkan Bumi, lingkungan hidup. Ternyata menyusui, dalam waktu 6 bulan saja berhasil menyerap 95-153 Kg CO2 per-bayi. Itupun hak ibu dan anak dalam tumbuh kembang yang baik. Dan ini untuk generasi yang akan datang,” terang Khalisah Khalid, selaku perwakilan dari WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia).

Krisis iklim bukan tiba-tiba datang, tapi ini adalah akumulasi dari proses industrialisasi yang begitu massive dalam kurun waktu yang panjang akhirnya dampaknya semakin terasa sekarang, yakni perubahan iklim. Khalisah Khalid juga katakan, salah satu akar permasalahannya ada di sektor makanan, berkontribusi sebesar 30%. Data FAO (Food and Agriculture Organization) mencatat dalam waktu 10 tahun kenaikan tersebut signifikan dihasilkan dari industri susu yang mencapai 18%, karena terjadi peningkatan konsumsi global.

“Dari hulu ke hilir terkait industri susu terdapat jejak-jejak ekologi dari susu formula, mulai dari alih fungsi lahan untuk peternakan, pengolahan, juga produksi, alih fungsi itu dari hutan dan lahan, sehingga menjadi krisis air dan pangan. Dan ini belum tentang limbah yang dihasilkan,” imbuhnya.

Setiap tahunnya, dunia memeringati pekan ASI (Air Susu Ibu) pada tanggal 1 hingga 7 Agustus. Hal tersebut bermula dari gagasan tentang pentingnya peran ASI, dalam tumbuh kembang kesehatan anak. Kemudian juga memiliki segudang manfaat bagi kesehatan fisik maupun emosional ibu dan bayi.

Memeringati “World Breast Feeding Week” atau Pekan Menyusui Se-dunia, Dompet Dhuafa menyelenggarakan tayang bincang daring dengan tema “Support Breastfeeding for a Healthier World, Menyusui=Menyelamatkan Bumi?” yang dimoderatori oleh Citra Ayu Mustika (Penulis buku 'Unsencored' dan Breastfeeding Counselor) untuk memberikan wawasan kepada masyarakat, khususnya keluarga muda dari kalangan millenials yang langsung disiarkan melalui Chanel Youtube DD TV https://www.youtube.com/watch?v=vJF2wCK7pJc, pada Rabu (12/8/2020).

Pada rangkaian kegiatan tayang bincang Pekan ASI Se-dunia, menghadirkan berbagai pembicara diantaranya, dr. Utami Roesli, Sp.A, MBA, IBCLC, FABM, Pendiri Sentra Laktasi Indonesia (SELASI); Profesor DR. Euis Sunarti M.Si, Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga dan Pimpinan Perhimpunan Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia; Khalisah Khalid, dari WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia); dan Dr. Yeni Purnamasari MKM, selaku GM Kesehatan Dompet Dhuafa. Bersama audiens dari berbagai kalangan, Dompet Dhuafa terus mendukung gerakan pemerintah dalam membangun kepedulian maupun kesadaran semua pihak, untuk mendukung keberlangsungan pemberian ASI.

“Dalam hadits Rasulullah S.A.W. antara lain bersabda, jika ibu menyusui anaknya, maka tidak ada satu tetes pun ASI yang dihisap oleh bayinya, kecuali ia akan menjadi cahaya yang memancar dihadapan-Nya di hari kiamat nanti. Bayangkan berapa banyak liter ASI yang kau keluarkan, seberapa terang alam barzah mu kelak,” jelas dr. Utami Roesli, Sp.A, MBA, IBCLC, FABM, Pendiri Sentra Laktasi Indonesia (SELASI).

“Juga jika seorang ibu selesai menyusui, dalam Al-Qur’an disebutkan dalam surat Al Baqarah (233), Al Kahfi (16), Lukman (14), dalam 2 tahun atau 30 bulan, datang malaikat menepuk punggung ibunya, mengatakan dosa mu terampunkan. Pun dalam hadits Ibnu Asakir, jika seorang ibu terjaga semalaman untuk menyusui anaknya, pahalanya sama seperti memerdekakan 70 budak di jalan Allah SWT,” imbuhnya.

Pekan ASI Sedunia 2020 fokus terhadap adanya pengaruh menyusui terhadap lingkungan atau perubahan iklim, sekaligus mengimbau untuk melindungi, mempromosikan, dan mendukung pemberian ASI untuk kesehatan bumi. Pada masa pandemi Covid-19, UNICEF bersama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan agar pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk mempertahankan, sekaligus mempromosikan akses layanan yang memungkinkan bagi para ibu untuk tetap menyusui.

Dr. Utami Roesli kembali mengatakan, “Tiga prinsip menyusui itu segera setelah lahir, 6 bulan pertama, dan selama 2 tahun atau lebih. ASI itu zat hidup. Keuntungannya antara lain akan terhindar dari berbagai penyakit termasuk kanker hingga menurunkan depresi. ASI sumber nutrisi terbaik bayi dan melindunginya dari penyakit. Gangguan menyusui dapat menyebabkan penurunan suplai ASI, penolakan bayi untuk menyusu dan penurunan faktor imun pelindung yang terkandung dalam ASI. Satu tetes Asi bukan saja mengandung makanan. Tetapi juga mengandung vaksinasi. Asi pertama mengandung banyak air dan protein. Jadi menyusui itu adalah ibadah yang membuat kualitas hidup ibu dan bayi menjadi lebih baik”.

Menurut para ahli di The Brtish Medical Journal, dilansir Science Daily, Senin (2/12/2019), produksi susu formula bayi yang tidak perlu, akan memperburuk kerusakan lingkungan dan harus menjadi masalah yang meningkatkan kepedulian global. Di Inggris saja, penghematan emisi karbon yang diperoleh dengan mendukung ibu menyusui akan sama dengan mengurangi antara 50.000 sampai 77.500 mobil setiap tahun.

Industri makanan, khususnya produksi susu dan daging, menyumbang sekitar 30% dari gas rumah kaca global. Kebanyakan susu formula berbahan dasar susu sapi bubuk. Metana dari ternak adalah gas rumah kaca yang kuat dan signifikan. Sedangkan produksi susu sapi membutuhkan air hingga 4.700 liter per kilogram bubuk.

“Keluarga memiliki peran, sebagai pembangun manusia yang berkualitas, beradab dan madani. Itu yang dicirikan oleh individu berkualitas dan berintegritas. Kalau kita bicara tentang teori integritas seseorang itu mencirikan kepribadian seseorang dan mempunyai potensi atau peluang mengembangkan kepribadian positif. Sehingga melahirkan manusia yang berintegritas,” jelas Profesor DR. Euis Sunarti M.Si, selaku Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga yang juga sebagai Pimpinan Perhimpunan Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia.

Akibat pandemi Covid-19, di Indonesia akses layanan esensial seperti konseling menyusui di rumah sakit, klinik kesehatan, dan melalui kunjungan ke rumah, serta Rumah Sakit Sayang Bayi telah terganggu. Terdapat satu dari dua bayi berusia di bawah enam bulan yang mendapatkan ASI eksklusif, dan hanya sedikit lebih dari lima persen anak yang masih mendapatkan ASI pada usia 23 bulan. Artinya, hampir setengah dari seluruh anak Indonesia tidak menerima gizi yang mereka butuhkan selama dua tahun pertama kehidupan. Lebih dari 40 persen bayi diperkenalkan terlalu dini kepada makanan pendamping ASI, yaitu sebelum mereka mencapai usia enam bulan.

“Dompet Dhuafa melakukan proses pendampingan menyusui, tidak saja dalam situasi normal. Dompet Dhuafa mempunyai dua pendekatan yaitu pendekatan normal dan pendekatan dalam situasi bencana. Kita ingin program kesehatan Dompet Dhuafa dapat menjangkau keluarga, masyarakat baik situasi normal dalam kehidupan kita. Dompet Dhuafa juga memiliki program Jaringan Kesehatan ibu  dan Anak (JKIA), serta Saving makes Generation Institue pada situasi bencana yang berkolaborasi bersama konseler menyusui dari SELASI maupun relawan konsuler menyusui. Kemudian juga melakukan pendampingan yang ditemukan di lapngan,” ucap  Dr. Yeni Purnamasari MKM, selaku GM Kesehatan Dompet Dhuafa. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)