?Pengabdian Menjadi Guru, Investasi Akhirat Bagiku?

Aprilia Nuraida, Relawan Guru SGI Dompet Dhuafa tengah berbagi cerita bersama-sama para siswanya. (Foto: Dok SGI Dompet Dhuafa)

Ditugaskan di wilayah pelosok untuk mengabdikan diri, tidak membuat Aprilia Nuraida, seorang guru relawan dari Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa merasa terbebani. Sejak 5 bulan lamanya pada 2014, ditugaskan di Dusun Patulang, Kecamatan Tutar, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, perempuan kelahiran 23 April 1990 ini berusaha terbiasa dengan keterbatasan yang dirasakannya selama mengabdi di wilayah tersebut mulai dari, minimnya aliran listrik, sinyal dan jaringan komunikasi yang sulit dijangkau, dan kelangkaan air bersih bila musim kemarau tiba.

“Pertama datang ke sini saya memang mulai beradaptasi. Apalagi kalo air di sini lagi kekeringan, biasanya saya dan warga harus ke penampungan air bersih sekitar 1 jam,” papar perempuan asal Blitar Jawa Timur, saat dihubungi melalui telepon .

Belum lagi, Aprilia lebih lanjut menceritakan, medan yang sulit begitu dirasakannya ketika ia hendak menuju ke 3 lokasi sekolah di SDN 032 Ambopadang , SMPN 02 Tutallu, dan SMKN 1 Tutallu, tempatnya mengabdikan diri menjadi guru relawan. Kondisi jalan tanah berbatu dengan dikelilingi perbukitan serta jurang yang begitu curam yang setiap saat bisa saja mengancam keselamatan jiwanya, tak menyurutkan semangatnya untuk membagi ilmu yang bermanfaat yang dimilikinya.

“Karena ini sesuatu yang baru buat saya (pengalaman). Saya suka tantangan, saya senang berbagi pengalaman saya terutama ilmu bermanfaat bagi anak-anak,” ujar Guru Relawan SGI Dompet Dhuafa angkatan VI ini.

Semangatnya untuk mencerdaskan anak-anak bangsa yang tinggal di wilayah pelosok negeri ini terlihat sangat menggelora. Hal itu dibuktikan April, demikian sapaan akrabnya sehari-hari ini dengan menerapkan 3 sistem metode pengajaran saat di kelas dengan nama metode mengajar cerdas dan kreatif.  Pertama, motode homevisit, les tambahan, belajar sambil bermain di dalam dan luar ruangan. Metode belajar yang diterapkannya tersebut bertujuan untuk membantu murid-muridnya dalam memahami berbagai mata pelajaran.

“Anak-anak di sini tidak senang dengan guru yang kaku cara mengajarnya. Jadi mereka lebih senang guru itu sebagai kawan bermain mereka juga. Saya berusaha menerapkan itu” jelas alumni Universtitas Brawijaya ini.

Saat waktu libur tiba, April tidak pernah menghabiskan waktunya dengan percuma. Biasanya, aktivitas sehari-hari di penempatan banyak dihabiskannya dengan mengisi kegiatan yang lagi-lagi membawa banyak manfaat seperti memberikan les kepada siswa-siswa yang membutuhkan tambahan pelajaran atau mengerjakan PR. menjalani kegiatan sore menyenangkan bagi anak-anak sekitar tempat tinggal (istana anak).Selain itu, kegiatan Malam Bina Taqwa(Mabit) untuk anak-anak sekitar tempat tinggal pun dilaksanakan setiap 2 kali seminggu. Dalam kegiatan mabit biasanya April mengisinya dengan dongeng kisah tauladan.

“ Khairun naasi anfa’uhum linnaas.” ( Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain)” paparnya menjelaskan sebuah hadis.

Mengabdi untuk mencerdaskan anak bangsa dalam misi kemanusian, membuatnya tidak patah semangat meskipun keadaan yang dilaluinya sangatlah sulit meski mengabdi di perbatasan. Bagi April, menginvestasikan ilmu bagi anak-anak khususnya di daerah perbatasan adalah tugas mulia.

“Ini tugas mulia, dan saya yakin ini investasi akhirat. Mengabdi dengan rasa ketulusan akan menimbulkan kebahagian tersendiri, bila dijalankan dengan tulus dan ikhlas,” pungkasnya tersenyum. (uyang)