Peran Zakat dalam Budidaya Madu Masyarakat Bontocani

BONE, SULAWESI SELATAN – Satu tahun setelah kedatangan Dompet Dhuafa di tengah masyarakat Bontocani, Bone, Sulawesi Selatan, kelompok binaan ternak madu trigona Bontocani mengalami banyak kemajuan. Setidaknya ada 20 anggota penerima manfaat program ini merasakan kemajuannya, baik dari segi ekonomi maupun sosial.

Bermula dari Pak Sultan, mewakili para peternak madu trigona Bontocani, unjuk potensi masyarakatnya pada sebuah seleksi proposal program pemberdayaan yang diadakan oleh Dompet Dhuafa, yaitu “Call for Proposal” pada Maret 2019. Lolos pada seleksi tersebut, Pak Sultan kemudian mengikuti Grand Making, pada September 2019, yang merupakan lanjutan dari program Call for Proposal. Di bulan itu juga menjadi awal program pemberdayaan madu trigona Bontocani dimulai. Sebanyak 20 penerima manfaat, dari golongan dhuafa, mendapatkan bantuan modal, pelatihan, hingga pendampingan.

“Saya dan Pak Anto (rekannya), melihat potensi madu hutan trigona di Bontocani ini sangat tinggi. Bontocani memiliki hasil hutan bukan kayu, yaitu madu, yang sangat kaya. Dari dulu kegiatan warga Bontocani memanglah pencari madu. Tapi kebiasaan mereka, setelah menemukan sarang madu, diambil madunya, kemudian sudah, langsung dibuang. Padahal jika dibudidaya, sangat tinggi potensinya,” cerita Pak Sultan.

Seperti namanya, Bontocani dalam bahasa Bugis terdiri dari dua suku kata, Bonto yang artinya bukit, dan Cani yang berarti madu. Bontocani adalah Bukit Madu. Sejak dulu, kebiasaan masyarakat Bontocani memanglah pencari madu. Yang spesial, madu-madu yang banyak ditemui di Bontocani adalah madu trigona, yang dihasilkan dari oleh lebah trigona, di Jawa disebut tawon klanceng, sejenis lebah kecil penghasil propolis yang dikenal sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Dari hasil studi ilmiah, madu ini memiliki khasiat yang lebih unggul dibandingkan jenis madu lebah lainnya

Dalam program pemberdayaan madu ini, secara teknis, Dompet Dhuafa melalui pengolahan zakat menyediakan layanan kepada 20 dhuafa berupa modal kotak sarang lebah, masing-masing sebanyak 20 unit. Kemudian dilakukan berbagai pelatihan dan juga pendampingan hingga dipastikan para penerima manfaat program dapat secara mandiri mengelola budidaya madunya.

Menurut Pak Anto (Suprianto) yang juga sebagai penanggung jawab program mengatakan, sejak dimulainya pemindahan sarang lebah dari hutan ke dalam kotak sarang, butuh waktu sekitar satu tahun untuk dapat dilakukan panen perdana. Kemudian pada Kamis (17/9/2020), setelah satu tahun program bergulir, para penerima maanfaat melakukan panen perdana, yang disaksikan langgsung oleh Lembaga Pengkajian Pengembangan Kemasyarakatan (LP2K), juga disaksikan secara daring oleh Dompet Dhuafa.

“Nah, jika panen pertama berhasil, panen kedua dan seterusnya insya Allah dapat dilakukan setiap 3 bulan. Panen pertama membutuhkan waktu yang lama karena lebah butuh peneyesuain dulu dengan kotak sarang buatan. Prosesnya pemindaannya saja butuh waktu yang tidaak sebentar,” imbuh Pak Anto. Bahkan belum genap tiga bulan, di pertengahan November, pada Selasa-Kamis (17-19/11/2020), ke-20 penerima manfaat program ini berhasil melakukan panennya yang kedua.

Pak Anto menjelaskan, pada panen perdana September lalu, rata-rata masing-masing penerima manfaat mendapatkan hasil panen sebanyak 7-10 kilogram. Selanjutnya, Pak Anto memproyeksikan masing-masing penerima manfaat akan dapat panen setiap 2 bulan, dengan hasil panen sebanyak 2 kilo per kotak sarang. Sehinggaa totalnya 40 kilo akan didapatkan dari 20 kotak sarang. Maka, jumlah uang yang didapat adalah sekitar Rp 2,8 juta per 2 bulan.

“Dengan penghasilan segitu, insya Allah sudah dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masing-masing penerima manfaat,” ujarnya.

Jika angka Rp 2,8 juta tersebut benar tercapai, maka akan sangat jauh meningkatkan penghasilan mereka. Salah satu penerima manfaat program, Kasmawati (30), seorang janda 3 anak, menceritakan aktifitas sehari-harinya adalah bertani dan mencari bumbu-bumbu dapur di hutan untuk dijual di pasar. Penghasilan yang ia peroleh setiap minggunya adalah sebesar Rp 100 ribu.

“Alhamdulillah dan terima kasih saya ucapkan kepada Dompet Dhuafa dan donaturnya. Kemarin saya berhasil panen madu 7 kilo. Insya Allah selanjutnya bisa panen 2 kilo per kotak sarang setiap 2 bulan. Merawat lebah-lebah ini juga tidak menggangu aktifitas-aktifitas saya biasanya. Kata Pak Anto yang penting kearifan alam sekitar selalu dijaga. Karena itu makanannya lebah,” ucapnya.

Pak Sultan menambahkan, harapan ia bersama Dompet Dhuafa pada program pemberdayaan madu ini adalah, ingin merubah kebiasaan masyarakat Bontocani sebagai pencari madu menjadi peternak madu. Hadirnya Dompet Dhuafa di Bontocani diakui oleh Pak Sultan telah membawa perubahan besar. Kini, selain 20 penerima manfaat di atas, warga lainnya pun mengikuti dan menduplikasi apa yang telah dilakukan Dompet Dhuafa. (Dompet Dhuafa / Muthohar)