JAKARTA — Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa menggelar diskusi bertajuk “Merayakan KolaborAksi, Perangi Polusi” bersama perwakilan lintas sektor. Mereka adalah dokter dari RSUP Persahabatan, perwakilan Remotivi, dan Nafas.id. Diskusi ini berlangsung di Setia Budi, Jakarta Selatan, pada Kamis (24/8/23).
Tujuan diskusi ini, diharapkan semua lintas sektor, baik pemerintah, komunitas, figur publik, maupun media dapat memberikan gambaran umum tentang bagaimana kita mengurangi dampak dari polusi udara dan upaya pencegahan krisis polusi udara di Indonesia, khususnya Jakarta dan sekitarnya. Tanpa adanya sebuah kolaboraksi, akan sulit untuk mencari solusi dan mengambil aksi yang tepat untuk meminimalisasi krisis polusi udara tersebut.
“Isu polusi udara adalah isu yang sangat kompleks. Ini tidak bisa kita hanya melihat dari sisi Jakarta saja, sisi lingkungan dan sisi kesehatan. Tentunya pemerintah mempunyai kuasa yang paling tinggi, tapi juga dibutuhkan dorongan dari komunitas, organisasi LSM, dan privat sektor Nafas.id. Karena tanpa ada kolaborasi susah sekali kita mencari solusi dan susah juga untuk mendongkrak aksi. Kalau kita lihat di negara-negara lain yang sudah cukup sukses dalam menangani isu ini, memang itu semua adalah total hasil kolaborasi,” terang Nathan Roestandy selaku Co-Founder & CEO Nafas.id.
Baca juga: Dompet Dhuafa Ajak Masyarakat Melek Lingkungan Lewat Kontes Foto Solusi Polusi Plastik
Polusi udara di sejumlah wilayah, termasuk DKI Jakarta dan sekitarnya belakangan sedang tidak baik-baik saja. Sejumlah penyakit pun bermunculan imbas polusi udara yang buruk, salah satunya ISPA. Pasalnya, ada sejumlah penyakit respirasi yang diakibatkan polusi udara dengan prevalensi tinggi. Hal tersebut terjadi lantaran polutan yang sangat kecil masuk ke dalam saluran napas hingga menimbulkan inflamasi kronik.
Dilansir dari Detik Health, menurut wakil ketua Influenza Foundation sekaligus Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Alergi Imunologi, Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, KAI, polusi udara yang buruk seperti saat ini bisa berpotensi meningkatkan kasus prevalensi influenza di Indonesia. Polusi meningkatkan penularan dan prevalensi dari influenza. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya laporan studi tentang kasus tersebut.
Berdasarkan data Global Burden Diseases 2019 Diseases and Injuries Collaborators, terdapat lima penyakit respirasi penyebab kematian tertinggi di dunia, yakni penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, kanker paru, tuberkulosis, dan asma.
Baca juga: Dompet Dhuafa Ajak Masyarakat Melek Isu Polusi Udara
Selain itu mengutip Kompas.com, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa penyakit pernapasan (resporatory deseases) atau infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Jakarta naik mencapai 200.000 kasus. Jumlah ini meningkat empat kali lipat dibandingkan saat pandemi Covid-19. Menurutnya, saat masa pandemi, penyakit ISPA hanya mencapai sekitar 50.000 kasus.
Melansir BBC News Indonesia, Badan PBB untuk masalah anak (UNICEF) pernah mengeluarkan penelitian yang menunjukkan bahwa ada sebanyak 600.000 anak meninggal setiap tahunnya karena pneumonia dan penyakit pernapasan lainnya. Polusi udara disebut sebagai faktor utamanya. Ya, anak-anak lebih rentan dari kelompok usia yang lain karena secara fisiologis mereka bernapas dengan laju napas yang lebih besar.
Hal yang akan terjadi dalam kurun waktu jangka pendek adalah gangguan pernapasan hingga menyebabkan pneumonia yang berujung pada asma. Sedangkan jika tidak tertangani dengan baik, jangka panjangnya bisa berpengaruh pada persoalan tumbuh kembang anak, seperti tengkes (stunting), gangguan kecerdasan, gangguan mental, gangguan motorik, dan gangguan tingkah laku.
Baca juga: Darurat Kabut Asap: Polusi Asap Menjangkau Kalimantan
Hal sama juga disebutkan oleh Dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.P(K). M.pd.Ked, bahwasanya anak-anak rentan sekali terkena ISPA, batuk pilek, jika sering terkena polusi udara secara terus-menerus.
“Anak-anak yang sering terkena polusi udara rentan terkena ISPA, dalam jangka panjang akan terganggu fungsi dan pertumbuhan paru-parunya, tentunya di masa muda akan menjadi kondisi yang berkelanjutan. Akibatnya pada saat remaja akan rentan terkena penyakit, itu seperti beban yang berkelanjutan, yang memang harusnya dewasa dia kuat, justru sebaliknya waktu dewasa makin besar risiko yang dia alami,” jelas Feni salah satu Dokter Paru RSUP Persahabatan.
“Jadi, yang bisa kita lakukan adalah menghindari atau mencegah terpapar secepatnya. Artinya adalah dengan memakai masker saat keluar rumah, harus rajin-rajin memantau kondisi udara. Jika IQAir sudah 150 ke atas itu sudah sangat tidak aman. Jika kondisi udara sudah tidak aman, masyarakat jangan mencoba keluar rumah. Kurangi waktu di luar sebanyak mungkin. Kita harus lebih concern menjaga diri kita agar tetap optimal dan menerapkan pola hidup sehat,” lanjut Feni.
Selain itu, sektor media juga mempunyai peran penting dalam memberikan pemahaman serta advokasi mengenai isu polusi udara dan lingkungan yang sedang terjadi di Indonesia.
“Apa yang bisa media lakukan? Yang paling simple adalah terus mengawal isu ini lewat pemberitaan. Jadi jangan, hanya ketika isu ini ramai dibicarakan saja di medsos baru diberitakan. Tapi media juga harus punya inisiatif memberitakan hal-hal penting untuk publik ketahui, termasuk polusi udara ini. Jurnalis-jurnalis media juga bisa meningkatkan kapasitas terkait isu tersebut. Karena ketika jurnalisnya tidak memiliki pengetahuan terkait isunya, dalam hal ini polusi udara, maka penyampaian pesannya tidak efektif,” ucap Surya Putra selaku Program Officer Media & Demokrasi Remotivi.
“Ini adalah cara DMC Dompet Dhuafa untuk membahas isu secara lebih luas dan memberikan atensi dan partisipan publik untuk ikut terjun masuk kedalam permasalahan. Mudah-mudahan kita bisa membahas solusi apa yang bisa kita ambil dalam lingkup yang paling kecil, pribadi, individu, maupun keluarga. Alhamdulillah kita kedatangan dari perwakilan Remotivi, Nafas.id dan dokter dari RSUP Persahabatan. Ini tentu saja menjadi kebanggaan kami untuk terus mengawal isu polusi udara ini agar ke depan generasi penerus tidak kita warisi lingkungan yang rusak. Tetapi, kita warisi kondisi ekosistem yang jauh lebih baik lagi,” tutup Arief Rahmadi Haryono selaku Chief Executive of DMC Dompet Dhuafa.
Semoga dengan ini masyarakat dan pemerintah lebih mawas dan peduli terhadap kesehatan udara yang mengancam insan-insan penduduk Indonesia. Karena Bumi Cuma Satu, Berdaya Sekarang. (Dompet Dhuafa/DMC/AMR)