Perjuangan Kartini, Cermin Aprilia Menjadi Relawan Guru

Siapa yang tidak mengenal sosok Kartini? Ya, perempuan bernama lengkap Raden Ajeng Kartini merupakan perempuan yang luar biasa dari Jepara, Jawa Tengah dan dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi. Kelahirannya pada tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini, momentum dimana seluruh rakyat Indonesia mengingat kembali perjuangan yang dilakukan Kartini dalam membebaskan perempuan Indonesia dari jurang kebodohan.

Di dalam sebuah surat, Kartini menuangkan pemikirannya  tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya. Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju.

Tekad kuat yang dimiliki Kartini tersebut, melecut semangat Aprilia Nuraida dalam memajukan pendidikan anak-anak di wilayah pelosok Indonesia. Kecintaannya dalam dunia pendidikan membuat perempuan asal Blitar, Jawa Timur ini, memantapkan hatinya untuk bergabung dengan Sekolah Guru Indonesia (SGI) Dompet Dhuafa pada 2014 lalu.

Bagi alumnus Universitas Brawijaya ini, mengabdi dalam dunia pendidikan menjadi prioritas utama yang kini telah diwujudkannya. Semua dilakukannya dilandaskan niat untuk mecerdaskan anak-anak yang kelak menjadi generasi penerus bangsa.

Ditugaskan di wilayah pelosok untuk mengabdikan diri, tidak membuat April, demikian sapaan akrabnya sehari-hari ini tidak merasa terbebani. Aprilia ditugaskan di Dusun Patulang, Kecamatan Tutar, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Perempuan kelahiran 23 April 1990 ini berusaha terbiasa dengan keterbatasan yang dirasakannya selama mengabdi di wilayah tersebut mulai dari, minimnya aliran listrik, sinyal dan jaringan komunikasi yang sulit dijangkau, dan kelangkaan air bersih bila musim kemarau tiba.

“Pertama datang ke sini saya memang mulai beradaptasi. Apalagi kalo air di sini lagi kekeringan, biasanya saya dan warga harus ke penampungan air bersih sekitar 1 jam,” ujar April.

Belum lagi, Aprilia lebih lanjut menceritakan, medan yang sulit begitu dirasakannya ketika ia hendak menuju ke 3 lokasi sekolah di SDN 032 Ambopadang , SMPN 02 Tutallu, dan SMKN 1 Tutallu, tempatnya mengabdikan diri menjadi guru relawan. Kondisi jalan tanah berbatu dengan dikelilingi perbukitan serta jurang yang begitu curam yang setiap saat bisa saja mengancam keselamatan jiwanya, tak menyurutkan semangatnya untuk membagi ilmu yang bermanfaat yang dimilikinya.

“Karena ini sesuatu yang baru buat saya (pengalaman). Saya suka tantangan, saya senang berbagi pengalaman saya terutama ilmu bermanfaat bagi anak-anak,” ujar Guru Relawan SGI Dompet Dhuafa angkatan VI ini.

Saat mengajar di kelas, perempuan murah senyum ini selalu menggunakan 3 metode belajar yang dijadikannya sebagai metode mengajar cerdas dan kreatif. Pertama, motode homevisit, les tambahan, belajar sambil bermain di dalam dan luar ruangan. Metode belajar yang diterapkannya tersebut bertujuan untuk membantu murid-muridnya dalam memahami berbagai mata pelajaran.

Semangatnya dalam mencerdaskan anak-anak bangsa negeri ini tidak hanya sampai disitu saja. Aktivitas sehari-hari di penempatan banyak dihabiskannya dengan mengisi kegiatan yang lagi-lagi membawa banyak manfaat seperti memberikan les kepada siswa-siswa yang membutuhkan tambahan pelajaran atau mengerjakan PR. menjalani kegiatan sore menyenangkan bagi anak-anak sekitar tempat tinggal (istana anak).Selain itu, kegiatan Malam Bina Taqwa(Mabit) untuk anak-anak sekitar tempat tinggal pun dilaksanakan setiap 2 kali seminggu. Dalam kegiatan mabit biasanya April mengisinya dengan dongeng kisah tauladan.

Mengabdi untuk mencerdaskan anak bangsa dalam misi kemanusian, membuatnya tidak patah semangat meskipun keadaan yang dilaluinya sangatlah sulit meski mengabdi di perbatasan. Bagi April, menginvestasikan ilmu bagi anak-anak khususnya di daerah perbatasan adalah tugas mulia. (Dompet Dhuafa/Uyang)