Pokja Nasional: Upaya Penanganan Pasca Bencana Kabut Asap

JAKARTA– Selama lebih dari tiga bulan terakhir sebanyak sepuluh provinsi di Sumatera dan Kalimantan terpapar asap yang berasal dari 1005 titik api akibat kebakaran hutan dan lahan. Akibatnya, sebanyak 43 juta jiwa terpapar asap dan 19 orang meninggal dunia. Di sektor pendidikan, sebanyak 24.773 sekolah dan 4.692.537  sisiwa terpapar asap (data Kemendikbud per 23 Oktober 2015). Di sektor kesehatan, sebanayak 529.527 jiwa terkena Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di enam provinsi di Sumatera dan Kalimantan (data Kemenkes per 29 Oktober 2015). Selain itu, bencana kabut asap ini juga berdampak pada lesunya perekonomian di kawasan terdampak.

Dompet Dhuafa, sebagai lembaga kemanusiaan yang fokus pada pemberdayaan pun turun tangan selama bencana kabut asap terjadi. Sejumlah program seperti Aksi Layanan Sehat (ALS), Safe House (Hunian Aman), tebar masker, dan homeschooling dijalankan. Selain itu, aksi pembagian masker serta edukasi penggunaan masker di tempat-tempat umum turut dilakukan oleh Dompet Dhuafa di daerah. Kabut asap yang terjadi saat kemarau ini pun turut berdampak pada kekeringan panjang di sejumlah kawasan. Dompet Dhuafa pun turut melakukan dropping air di sejumlah kawasan yang dilanda kekeringan.

Seiring dengan turunnya hujan di sejumlah kawasan terpapar asap pada awal bulan, kepekatan kabut asap turut berkurang. Bahkan di Palangkaraya, kabut asap pekat yang sempat menyelimuti kini menghilang. Walau demikian, dampak kabut asap masih muncul di masyarakat.

Seperti yang sudah kita ketahui, selama tujuh belas tahun kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan terjadi. Selama tujuh belas kali pula warga kedua pulau tersebut terpaksa menghirup udara yang minim oksigen. Ahmad Juwaini dalam Media Briefing kasus tersebut di Jakarta, pada Selasa (10/10), membagikan pengalamannya ketika berkunjung ke Pekanbaru, Riau.

“Warga itu menuturkan bahwa ada warga yang mengatakan kepadanya kalau tidak ada aktifitas yang sangat serius dalam menangani bencana asap, itu sama saja dengan membiarkan kami dibunuh pelan-pelan secara missal,” kata Ahmad menirukan ucapan salah satu warga Pekanbaru tersebut.

Ia pun menambahkan bahwa asap yang terus menerus dihirup setiap tahun, sepanjang tujuh belas tahun ini, akan berakibat pada menurunnya kualitas kesehatan, khususnya pada generasi muda. Tidak hanya kesehatan, tetapi juga pendidikan, ekonomi, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu Dompet Dhuafa pun turut fokus pada upaya penyelesaian dampak kabut asap. Dompet Dhuafa pun bersinergi dengan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) untuk menginisiasi Program Kerja (Pokja) Nasional Kemanusiaan penanganan pasca bencana kabut asap, khususnya untuk anak-anak dan kaum rentan terdampak asap.

“Pokja ini dideklarasikan atas prinsip independensi sebagai semangat kolaborasi kerelawanan dari lembaga-lembaga dan organisasi kemanusiaan yang hadir dan peduli terhadap kasus ini,” ujarnya.

Ada tujuh implementasi dari Pokja ini yaitu Community First Responder (CFR), Anjungan Tes Medik (ATM), Sumur Bor, Pohon Produktif, Sekat bakar, Social Trust Fund (STF), dan Naskah Akademik. Salah satu implementasi dari Pokja ini adalah medical check up untuk seribu anak terdampak kabut asap di Sumatera dan Kalimantan.

Sebagai bagian dari sinergi, ICMI pun menyambut baik keberadaan Pokja Nasional ini. “Banyak hal yang bisa dilakukan, seperti sosialisasi dan penegakkan perda lingkungan hidup atau kehutanan. Juga antisipasi dini kondisi tanggap darurat bencana sosial dan alam, termasuk persoalan penyediaan air bersih”, ujar Marwah Daud Ibrahim.

Program ini juga akan didukung oleh berbagai lembaga kemanusiaan seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Humanitarian Forum Indonesia (HFI), South East Asia Humanitarian Forum (SEAHUM), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Adapun pilot project nantinya akan dilakukan di Jambi. (Dompet Dhuafa/Erni)