Potret Ketabahan Keluarga Mak Iti

BOGOR — Kesehatan merupakan harta yang paling berharga bagi manusia. Tidak ada satu manusia yang ingin merasakan sakit, apalagi menderita penyakit langka. Begitupun dengan Mak Iti (40), wanita empat anak ini menderita penyakit langka, Neurofibromatosis, yang dalam istilah kedokteran diketahui merupakan penyakit genetik atau keturunan yang menyerang kulit hingga ke sekujur tubuh.

Mak Iti sudah 20 tahun lebih mengidap penyakit langka itu. Ia juga bercerita pada awalnya merasakan gatal dan sakit panas yang tak biasa. Saat itu benjolan yang tampak seperti kutil tak ia hiraukan hingga akhirnya mulai membesar, menjamur, dan menjalar keseluruh tubuh Mak Iti.

Mak iti juga tak pernah berobat ke Dokter. Ia tak memiliki biaya untuk berobat. Ia takut biaya yang dikeluarkan begitu besar sedangkan ia tak mampu membayarnya. Itulah yang membuat Mak Iti tak kuasa untuk pergi berobat.

“Yah namanya juga orang kampung dek, dari dulu kalo sakit ya ke orang yang dianggap bisa ngobatin. Kalo ke Dokter saya takut, kan biayanya juga gak ada,” ujar wanita yang sehari-harinya berkebun ini.

Saat tim Lembaga Pelayan Masyarakat (LPM) Dompet Dhuafa menemui Mak Iti di kediamannya yang berlokasi di Kp. Batu Tapak RT.01/06 Desa Cidokom, Gunung Sindur, Bogor. Mak Iti tampak sedang asyik menyiapkan hasil cocok tanam di kebunnya untuk dijual ke pasar oleh sang Suami, Tasen (34). Mak Iti seorang pekerja keras. Meski sakit yang ia derita telah menutupi hampir seluruh mukanya ia tetap melakukan aktifitas seperti biasa.Menanam singkong, pepaya, kemudian ketika berbuah dan tumbuh lebat ia panen hasilnya untuk dijual.

Mak Iti juga tak minder dan tetap bergaul dengan tetangga sekitar. Jika ada hajat atau undangan pernikahan dari para tetangga ia juga tak sungkan untuk menghadirinya. Meski pada awalnya berat dan malu,tapi Mak Iti menjalani semua dengan tenang dan menerima semua dengan Ikhlas.

“Kalo warga sekitar sini sudah biasa lihat yang kayak saya, kan keluarga dulu juga ada yang sakit. Tapi kalo kita pergi ke Kampung sebelah diliatnya aneh, malah ngejauh dari saya karena mungkin takut,” ucap Mak Iti.    

Mak Iti bersyukur ia dan keluarga diterima dengan baik di Kampung Batu Tapak yang memang tempat kelahirannya. Namun, ia juga harus lebih bersabar dan tabah menerima kondisi dua anaknya yang mulai dan telah terjangkit penyakit kulit ini. Anaknya, Bunga (26) dan Hendra (25) yang terjangkit penyakit aneh ini sejak beberapa tahun belakangan. Sakit yang diderita membuat mereka putus sekolah.

Setali tiga uang dengan Mak Iti, Bunga juga tak pernah merasakan berobat ke Dokter akibat rasa takut yang mendera. Mereka juga khawatir jika terjadi sesuatu yang menurutnya akan lebih parah. Kondisi Bunga cukup memprihatinkan, benjolan yang ada di sekujur mukanya telah membuat pipi kirinya menjulur ke bawah.

Berbeda dengan keduanya, Hendra justru sangat ingin berobat ke Dokter untuk memeriksakan sakit yang dialaminya. Tapi apa daya, Hendra hanya bisa memendam keinginan karena ia mempunyai biaya yang cukup untuk berobat ke dokter. Hendra hanyalah buruh serabutan yang penghasilannya tak seberapa besar untuk bisa berobat. Meski begitu Hendra selalu menyisihkan penghasilannya bagi orang tua dan pendidikan adiknya yang masih sekolah.

“Saya takut kayak emak saya bang. Takut tambah banyak benjolannya,” aku Hendra kepada tim LPM.     

Dompet Dhuafa sebagai lembaga  yang diamanahkan menghimpun dana masyarakat berusaha membantu keluarga Mak Iti agar bisa merasakan pengobatan yang selama ini belum pernah dirasakan keluarganya. LPM juga membantu keluarga Mak Iti dengan program “safety net” agar terjamin kebutuhan pokoknya dan terjaga pola makan yang sehat agar mata rantai penyakit menular itu terputus. 

“Makasih Dompet Dhuafa udah mau bantu meringankan beban keluarga kami, mudah-mudahan kami bisa segera sembuh seperti layaknya orang lain pada umumnya,”ujar Mak Iti.

Mak Iti bersama keluarga berterimakasih kepada Donatur Dompet Dhuafa yang menyisihkan sebagian hartanya untuk keluarganya. Mudah-Mudahan lebih banyak lagi orang yang terbantu dan butuh uluran tangan dari kedermawanan para donatur.(LPM Dompet Dhuafa/Rifky)