Sapi Perah, Titik Balik Sukamto Bangkit Pasca Erupsi Merapi

Sukamto di depan kandang sapi perah miliknya. Ia merupakan salah satu penerima manfaat program pemulihan ekonomi pascabencana Erupsi Merapi. (Foto: Yogi/Dompet Dhuafa)

Oleh: Gie

Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 masih membekas dalam ingatan Sukamto (43). Warga Dusun Plosorejo, Desa Umbul Harjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta itu menjadi satu dari ribuan orang yang terdampak amukan Merapi.

Saat aktivitas erupsi Merapi mencapai titik puncak ditandai letusan hebat dan semburan awan panas, Sukamto dan sekeluarga tidak luput mengungsi. Rumah Sukamto yang hanya berjarak sekitar 6 kilometer dari puncak Merapi pun tak terhindarkan tersapu awan panas.

“Saya mengungsi di stadion Maguwo (Maguwoharjo) tiga minggu. Alhamdulillah keluarga selamat semua,” kenang Sukamto awal Februari silam.

Erupsi Merapi tahun 2010 memang menyisakan berbagai kerusakan dan kerugian bagi warga yang kediamannya berlokasi di radius terdampak seperti Sukamto. Sukamto mengatakan, rumahnya tertutup pasir tebal dan ia kehilangan sebagian ternak sapi potong miliknya.

Kondisi ekonomi Sukamto yang sehari-hari mengais rezeki dari beternak saat itu mengalami penurunan. Ia pun terpaksa menjual beberapa sapi potong yang selamat untuk mendapatkan penghasilan.

Pasca erupsi Merapi tersebut menjadi masa kritis Sukamto. Ia pun berpikir dan berusaha keras untuk bangkit. Sejurus itu, awal tahun 2011 Dompet Dhuafa menggelar program pemulihan ekonomi pascabencana di bidang peternakan. Sukamto menjadi salah satu penerima manfaat program.

“Saat itu saya diajak oleh teman peternak bahwa ada program pemulihan ekonomi dari Dompet Dhuafa. Bantuan satu ekor sapi perah. Ada sepuluh orang pas awal program itu. Masing-masing dapat satu sapi perah,” ujar bapak dua anak ini.

Meski telah mendapatkan bantuan satu ekor sapi perah, Sukamto awalnya mengalami kesulitan dalam beternak. Beternak sapi perah adalah sesuatu yang asing bagi Sukamto. Sebab, ia telah terbiasa dengan ternak sapi potong.

Namun demikian, kesulitan yang Sukamto alami tidak dirasa lama. Program pemulihan ekonomi pascabencana di kawasan Cangkringan tersebut juga menghadirkan pendamping sebagaimana program pemberdayaan ekonomi Dompet Dhuafa lainnya. Dengan hadirnya pendamping, Sukamto mendapatkan berbagai pelatihan dan pengetahuan mengenai ternak sapi perah.

Sukamto kini mulai menuai hasil jerih payahnya sebagai peternak sapi perah. Awalnya satu ekor, Sukamto saat ini telah memiliki 4 ekor sapi perah dan 3 ekor anak sapi perah. Penjualan susu sapi perahan Sukamto pun jelas.

“Ada Rumah Susu yang dibangun Dompet Dhuafa sebagai penampung hasil perahan susu sapi para peternak di sini (Cangkringan). Kami jual ke sana,” jelas Sukamto.

Rumah Susu tersebut dibangun atas berkembangnya ternak sapi perah di Cangkringan. Penerima manfaat ternak sapi perah bertambah yang awalnya 10 orang menjadi 30 peternak. Jumlah ternak pun meningkat menjadi 103 ekor sapi dari 30 peternak.

Peristiwa Erupsi Merapi telah memberikan hikmah bagi setiap orang yang berhadapan langsung, termasuk Sukamto. Ia merasakan betul hikmah selaku warga terdampak. Sempat terjatuh, ia berhasil bangkit dengan semangat kemajuan.

“Alhamdulillah awalnya dibantu Dompet Dhuafa dan donatur-donaturnya dengan program sapi perah. Kini bisa biayai pendidikan anak. Dulu ternak aja gak cukup, saya tambah dengan jadi buruh. Tapi sekarang beternak saja sudah cukup,” pungkas Sukamto.