Sedekah: Berkah, Bukan Musibah

Kelompok nelayan dan petani rumput laut di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Mereka diberdayakan lewat program program Klaster Mandiri Dompet Dhuafa. Mereka diharapkan dapat menggerakkan ekonomi Rote Ndao. (Foto: Dokumentasi Dompet Dhuafa)

Selama ini, mayoritas masyarakat Indonesia masih ingin tampak di masyarakat saat mendermakan hartanya. Bahkan ingin menjadi terdepan dan langsung memberikan berkarung amplop berisi uang dan paket sembako yang menghadirkan keriuhan kaum miskin di rumahnya.

Tak sedikit dari kaum miskin yang terinjak-injak saat antri pembagian zakat. Ada juga yang harus meregang nyawa karena ricuhnya proses pelaksanaan. Bukan mereka para laki-laki perkasa dan berotot yang mengantri, melainkan mereka para jompo, janda serta anak yatim yang berdesakan menunggu giliran menerima zakat dari si dermawan.

Sebuah ironi yang terus bergulir di negeri ini. Rakyat miskin yang sejatinya sudah mengalami kegetiran hidup oleh keangkuhan zaman dalam status sosialnya, kini masih harus tersiksa saat mendapat berkah yang tidak seberapa nilainya dibanding nyawa. Sedekah adalah mulia, namun begitu mengenaskan jika menjadi tragedi. Mereka yang miskin selayaknya merasa bahagia karena menerima sedekah, bukan malah berduka karena salah satu keluarganya harus menutup usia.

Dalam kehidupan dapat terlihat, semakin seseorang kaya, egonya makin sulit terbendung. Semakin besar zakat seseorang, makin membara niatnya mengelola sendiri. Jika tak membuat yayasan keluarga, mereka cenderung ingin berbagi langsung pada fakir miskin. Semua itu juga memiliki kecenderungan tak adil, tak merata dan tak maksimal pembagiannya.

Jelaslah, zakat itu melibatkan tiga orang yaitu muzaki, amil dan mustahik. Zakat memang sebaiknya dikelola oleh amil, terlebih para amil yang berada dalam organisasi penyalur zakat bereputasi. Karena amil adalah pengelola bukan pemilik dan muzaki bukanlah amil.

Namun ketika zakat dikelola dengan baik oleh amil dan organisasi maka akan tepat sasaran. Dana yang terkumpul dapat dengan baik tersampaikan dengan berbagai program yang maksimal, adil, tepat dan merata.

Betapa tidak senang ketika kita melihat kaum miskin kembali sejahtera atas keikhlasan, ketulusan dari zakat para muzaki. Mereka yang putus sekolah dapat kembali menuntut ilmu dengan layak dan bermutu. Saat mereka yang sakit mendapatkan perawatan dengan baik. Para petani dan pedagang semua dapat kembali tersenyum berkat zakat yang tepat dan dikelola dengan baik. Subhanallah. (taufan)