Semangat Mandiri Mitra Dompet Dhuafa Tanjung Pasir

Foto: Dokumentasi Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa

“Usaha jalan tapi salat jangan ditinggalin, ya Pak Slamet ya,“ lugas Gonjah sembari tersenyum. Itulah Gonjah, salah satu mitra program Pemberdayaan Nelayan Kampung Garapan, Desa Tanjung Pasir, Tangerang.

Melihat kondisi lingkungan Kampung Garapan memang memprihatinkan. Masih banyak berdiri rumah-rumah bilik berlantai tanah. Bangunan permanen rata-rata temboknya mengelupas terkena abrasi laut. Mayoritas penduduknya adalah nelayan rawe. Menuju Kampung Garapan harus memutar melewati empang-empang dan jalan konblok berukuran 2, 5 meter. Terisolir mungkin opini bagi orang yang baru pertama mengunjungi desa tersebut.

Di balik kondisi lingkungan yang memprihatinkan, ternyata mampu melahirkan jiwa-jiwa tangguh yang bertarung melawan keadaan. Merekalah ibu-ibu tangguh yang setiap hari berjualan ikan, membantu suami dalihnya. Semangat untuk memperbaiki ekonomi, mereka tempuh untuk masa depan yang lebih baik katanya.

Goniah merupakan salah ibu hebat tersebut. Ia adalah mitra program pemberdayaan Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Yayasan YARSI. Setiap hari ia berjualan ikan mentah dan terasi rebon keliling desa. “Tiap hari ya gini (sambil memanggul baskom berisi ikan), emang udah kerjaannya. Klo gak gini dapet tambahan dari mana?” ungkapnya.

Melihat pekerjaannya membuat tercengang . Biasanya pukul 2 pagi ia dan ibu-ibu lainya berkumpul di ujung kampung. Mereka menanti mobil bak terbuka untuk menjemput mereka ke pasar ikan Kamal.

Harga di Tempat pelelangan ikan di Tanjung Pasir lebih tinggi dari pada tempat lain membuat mereka harus rela belanja dengan jarak yang cukup jauh. Ini dilakukan agar mendapatkan harga yang lebih rendah sehingga menjualnya pun lebih mudah. “Kalo di Tanjung mah mahal pak, klo beli di sana gimana jualnya. Orang sini mah nyari ikan yang harga 5 ribu, 10 ribu gitu pak,” ujar Ibu 2 anak ini.

Ia berjualan keliling dengan berjalan kaki dari satu rumah ke rumah yang lain, dari satu gang-gang yang lain. Uniknya mereka tidak berebut langganan, masing-masing sudah ada langganan sendiri. Biasanya mereka berjualan sampai jam 11 siang. Melihat mereka berjalan dibawah teriknya matahari pesisir, membuat terenyuh. Betapa kuatnya tekad mereka.

Rata-rata pendapatan Goniah Rp 50 ribu-Rp100 ribu per hari. Pendapatan mereka bisa habis dalam sehari mengingat budaya konsumtif masyarakat pesisir yang tinggi. “Uangnya buat belanja buat jajan anak buat bayar pinjaman (rente) buat bayar sekolah. Jajan anak aja kadang 10 ribu kadang 20 ribu sehari,” lanjutnya.

Setalah mendapat modal bergulir dari program Dompet Dhuafa dan Yayayasan Yarsi, ia pergunakan untuk modal menambah barang dagangan. “Alhamdulillah dapet bantuan modal bergulir dari program buat tambah beli ikan. Dulu paling belanja 4-5 kilo gak ada duitnya, sekarang bisa sampai 7 kilo. Kadang 10 kilo lagi ada yang pesen,” ujar Gonah.

Awalnya kondisi yang memaksa, namun kondisi itu mereka mampu bertahan dan berjuang lebih keras untuk menjadikan dirinya mandiri tanpa harus bergantung kepada orang lain. Program yang digulirkan Dompet Dhuafa dengan Yayasan Yarsi ini diharapkan mampu mengubah secara ekonomi dan pola pikir masyarakat. Dengan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan, berharap ada perubahan yang mitra dapatkan. (slamet/gie)