Sri Rezeki, Sosok Tangguh Tulang Punggung Keluarga

“Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang diusahakannya besok. Dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal“. (QS. Luqman :34)

TANGERANG SELATAN — Tiada seorangpun mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya di kemudian hari. Termasuk yang di alami oleh Sri Rezeki (42), atau Ibu Sri sapaan akrabnya. Ia merupakan seorang janda yang mempunyai tiga anak.

Semenjak ditinggal suaminya, Muhammad Ali 4 tahun lalu, ia lantas menjadi tulang punggung keluarga. Dahulu kehidupan keluarga ini sangatlah berkecukupan. Ia mempunyai mobil, motor dan rumah pribadi. Karena Sri Rezeki masih bekerja sebagai marketing di perusahaan Google Indonesia. Tidak hanya itu, suami Sri juga bekerja sebagai salah satu tim redaksi di majalah olahraga terkemuka di negeri ini.

Selama memiliki kecukupan rezeki saat itu, setiap bulan Sri Rezeki selalu berdonasi ke Dompet Dhuafa. Namun, pada tahun 2010 suami Sri tumbang lantaran menderita penyakit batu ginjal. Sang suami terus menerus masuk rumah sakit. Hingga akhirnya Sri Rezeki memutuskan untuk mundur dari tempat kerjanya demi mengurus suaminya. Selama 4 tahun berbagai upaya ditempuhnya demi kesembuhan suami tercinta. Sedikit demi sedikit harta yang dimiliki berkurang. Hingga rumah yang dimilikipun terpaksa dijual demi pengobatan sang suami.

Sepeninggal sang suami, Sri jatuh miskin, karena semua hartanya habis untuk biaya rumah sakit dan membayar hutang-hutang suaminya. Ia kemudian mengontrak bersama anaknya di wilayah  Pondok Aren, Tangerang Selatan. Ia mulai membuka usaha gado-gado untuk menyambung hidup dan membayar kontrakan.

Awalnya, usaha Sri berjalan baik dan masih dapat bertahan untuk membayar hutang dan makan sehari-hari. Namun, pada suatu ketika ia tergiur untuk meminjam uang yang ditawarkan bank keliling sebesar Rp. 500.000 dan ia harus menyicil perharinya sebesar Rp. 20.000, disitulah ia mulai kehabisan modal. Karena untung dari berjualan gado-gado selalu habis digunakan untuk membayar hutang.

Saat ini ia sedang tidak berjualan lantaran modalnya habis untuk membayar hutang-hutang. Iapun tak kuasa untuk membayar kontrakan setelah 2 bulan menunggak. Untuk menyambung hidup, Sri kini ditawari pekerjaan oleh penjual gorengan untuk mengelem kertas bungkus gorengan dan diberi upah Rp. 50 persatu kertas. Perhari ia dapat uang sebesar Rp. 5.000 – Rp. 10.000.

Tim LPM Dompet Dhuafa yang mengetahui keadaan Sri saat ini, kemudian datang untuk meringankan bebannya melunasi tunggakan kontrakan dan membantu modal usaha. “Memang hidup itu berputar, saat itu saya menjadi Muzakki, kini saya yang mendapat manfaat dari Dompet Dhuafa,” ucap Sri sembari meneteskan air mata. Iapun bertutur, “ternyata memang sangat besar manfaat donasi dari para muzakki. Saya bahagia pernah membantu meringankan beban sauadara yang mebutuhkan ketika saya masih berada. Terimakasih para donatur”. (Dompet Dhuafa/Taufan LPM)