Sumbang Rp.8,6 Triliun, Kedermawanan Sosial Perusahaan Alami Tren Positif

JAKARTA—Kedermawanan sosial perusahaan atau corporate philanthropy di Indonesia mengalami tren positif selama lima tahun terakhir. Rekaman publikasi aktivitas sosial sejumlah perusahaan di media massa menjadi salah satu indikator.

Hal tersebut terungkap dalam pemaparan hasil penelitian Dompet Dhuafa dan Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) bertajuk “Trend Corporate Philanthropy di Indonesia: Potensi dan Tantangan Pengembangannya”, Kamis (19/6) di Jakarta.

Penelitian Dompet Dhuafa dan PIRAC mencatat, jumlah sumbangan yang disalurkan perusahaan mencapai Rp 8,6 triliun atau sekitar 718 milyar per bulan. Sumbangan tersebut disalurkan oleh 455 perusahaan untuk mendukung 1.856 program sosial.

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kegiatan filantropi perusahaan yang dipublikasi di 14 media cetak dan 14 media online selama tahun 2013.

“Kami memperkirakan jumlah sumbangan perusaahaan jauh lebih tinggi dari nilai tersebut mengingat tidak semua pemberitaan filantropi perusahaan mencantumkan nilai sumbangannya. Selain itu, banyak juga perusahaan yang tidak mempublikasikan sumbangan di media massa, baik melalui pemberitaan maupun advertorial,” kata Direktur Eksekutif PIRAC Hamid Abidin.

Hamid menambahkan, meningkatnya keterlibatan dan kontribusi perusahaan dalam mengatasi masalah sosial melalui kegiatan filantropi tersebut sejalan dengan berkembangnya konsep dan praktik tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).

Kecenderungan ini juga dipengaruhi kebijakan pemerintah (UU No.40 tahun 2007 mengenai Perseroan Terbatas) yang mewajibkan perusahaan untuk menjalankan tanggung jawab sosial dengan berkontribusi pada pembangunan sosial.

Meski demikian, Direktur Penggalangan Sumber Daya Dompet Dhuafa, M. Thoriq Helmi menjelaskan, kegiatan filantropi lebih banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Jakarta (83%) dan wilayah lain di pulau Jawa. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perusahaan cenderung menjalankan kegiatan filantropi di sekitar lokasi perusahaan.

Kegiatan filantropi dalam bentuk penyelenggaraan kegiatan sosial dan penyaluran sumbangan terpusat di sekitar Jakarta (36%) dan beberapa daerah lain di pulau Jawa. “Kecenderungan tersebut mengindikasikan keengganan perusahaan untuk menyalurkan programnya ke daerah lain di luar Jawa yang sebenarnya jauh lebih membutuhkan bantuan,” terang Thoriq.

Berkembangnya kegiatan filantropi perusahaan nyatanya berdampak pada semakin maraknya kegiatan-kegiatan sosial dan pengembangan masyarakat. Secara tidak langsung, perusahaan telah menjelma menjadi mitra bagi lembaga sosial seperti yayasan sosial dan lembaga zakat dalam menyelenggarakan kegiatan sosial dan pemberdayaan masyarakat.

Untuk mengakomodasi kebutuhan korporasi dalam aktivitas filantropi, Dompet Dhuafa, sebagai salah satu lembaga zakat yang dikenal memiliki rekam jejak yang panjang dalam memelopori inovasi program-program pemberdayaan, memberi kesempatan bagi perusahaan untuk berkolaborasi dalam membuka kanal-kanal pemberdayaan yang belum terjangkau baik dari sisi finansial maupun teritorial.

Pemintaan perusahaan terhadap program pemberdayaan Dompet Dhuafa sangat beragaa. Ada perusahaan yang minat kerja samanya hanya bidang pendidikan saja, atau kesehatan saja atau ekonomi dan sebagainya. Sebagai organisasi netral dan independen, Dompet Dhuafa berusaha memenuhi keinginan para donatur perusahaan sesuai visi dan misi yang kami miliki.

Dalam menjaring kerja sama baik dalam segmen korporat, Dompet Dhuafa berprinsip atas asas kesetaraan. Bentuknya partnership bukan vendorship, artinya bukan sekedar pelaksana program di lapangan,

Merujuk pada beberapa indikator, antara lain tepat waktu, tepat budget, tepat lokasi, tepat pemetik manfaat, dan ketepatan laporan, berbagai pengalaman program-program yang dijalankan Dompet Dhuafa bersama beberapa perusahaan dinilai berhasil.

Adanya hasil penelitian ini, Dompet Dhuafa dan PIRAC merekomendasikan sejumlah agenda kerja yang harus digarap bersama. Dengan begitu, kegiatan filantropi perusahaan ini bisa terus berkembang dan berkontribusi terhadap pembangunan sosial. Pertama, perusahaan perlu didorong untuk memperluas wilayah kegiatan filantropi sehingga bisa membantu masyarakat di wilayah lain di luar Jawa yang lebih membutuhkan bantuan. Kedua, pengelola filantropi perusahaan perlu meningkatkan kapasitasnya dalam melakukan analisis sosial sehingga program-program yang dilakukan dan didukung bisa berdampak luas dan mengatasi akar masalah sosial. Ketiga, pemerintah perlu didorong mempermudah dan menyederhanakan regulasi yang berkaitan dengan kegiatan filantropi, baik regulasi yang berkaitan dengan kegiatan maupun lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraannya, seperti kebijakan perijinan sumbangan dan lain sebagainya. (uyang/gie)