Tegakkan Syiar Islam di Tanah Kelahiran

Ustadz Yusuf Assumbi mengajar kajian Al-Quran bersama murid-muridnya di Sumba Timur, NTT

Geram melihat maraknya doktrinisasi di salah satu wilayah yang pernah ia singgahi membuat Yusuf Assumbi, pria kelahiran Waengapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini bertekad untuk menjadi seorang pendakwah. Pria muallaf yang dulu bernama lengkap Yulius Laya Mauhau ini merasa sedih,  di mana umat muslim begitu mudahnya menggadaikan sebuah keimanan hanya untuk kehidupan duniawi.

Banyak cerita dari pria berusia 38 tahun ini, bagaimana ia menemukan Islam dan bertekad untuk menjadi seorang pendakwah. Sebelum memutuskan menjadi seorang mualaf pada 2002 silam, Yusuf bercerita, pada tahun 1999 ia meneruskan pendidikan tingkat sarjana di sebuah universitas di Yogyakarta.

Saat bergabung dengan sebuah kelompok doktrinisasi, betapa tercengangnya Yusuf melihat gerakan yang diikutinya tersebut akan melakukan doktrinisasi secara luas di wilayah Kabupaten Gunung Kidul dan Kulon Progo, Yogyakarta.  Gerakan ini menyasar kaum yang lemah ekonomi untuk diberi bantuan seperti menyekolahkan anaknya, hingga pada akhirnya ikatan doktrinisasi pun terjalin.

 “Saya sangat resah dan semakin yakin untuk memutuskan masuk Islam. Saya sempat bersitegang dengan pengurus gerakan. Saya mengatakan bahwa tidak boleh memaksakan seseorang untuk mengikuti sebuah keyakinan dengan memberikan sebuah bantuan saat mereka tengah terbelit kesulitan,” ungkapnya bercerita.

Setelah memantapkan hati menjadi seorang mualaf, Yusuf mulai aktif mengikuti kajian tentang keislaman. Ia juga tekun  belajar mengaji, Bahasa Arab, fiqih, dan akidah pada seorang ustadz di Yogyakarta.  Pembelajaran tentang Islam inilah yang menjadi bekal untuk syiar Islam di kampung halamannya Waengapu, Sumba timur, Nusa Tenggara Timur.

Di tahun 2007, ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya dan menjadi pengajar Bahasa Arab, serta melakukan pembinaan terhadap para mualaf. Ingin syiar Islam yang dilakukannya bisa lebih masif, ia pun bergabung dengan Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa). Cordofa sendiri diinisiasi dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat dunia yang beradab melalui pelayanan, pembelaan, dan pemberdayaan yang berdasarkan kepada prinsip-prinsip Islam melalui peran dai atau daiyah.

Yusuf pun menceritakan awal perkenalannya bertemu dengan Cordofa. Suatu saat ia bertemu dengan ketua Yayasan Baitul Maqdis di tempatnya. Yayasan inilah yang membantu yusuf dalam mengembangkan dakwah di Waenganpu, Sumba Timur.

 “Yayasan ini memberikan motivasi, bertukar pikiran memberikan bantuan dalam segala hal untuk melaksanakan dakwah di Sumba timur,”  terang Yusuf.

Melalui yayasan ini pula Yusuf mengenal Corps Dai Dompet Dhuafa yang juga fokus dalam dalam hal dakwah untuk kemaslahatan umat. Sejak Ramadhan tahun lalu Yusuf menjadi bagian dari Corps Dai Dompet Dhuafa, sebuah programDivisi Social Development Direktorat Program Dompet Dhuafa.

“Saya bersyukur sekali bisa berkomunikasi, bekerjasama dalam mengembangkan misi dakwah untuk saudara-saudara kita di Waengapu,” ucap Yusuf.  Semoga cahaya Islam bisa semakin terang di Waengapu.  (Dompet Dhuafa/Uyang)